Teknik Penulisan Karya Ilmiah: Best Summary Reformasi Hukum Keluarga Islam, Perdebatan Terkait Dengan Perlunya Reformasi Dalam Hukum Keluarga Islam untuk Menyesuaikan Dengan Konteks Sosial, Budaya, dan Nilai-nilai Modern Tanpa Mengabaikan Prinsip-prinsip Agama yang Mendasarinya

Hukum keluarga Islam menjadi diskursus dalam pengkajian hukum Islam. Diskursus tersebut menjadi fenomena sejak abad ke-20 M, hal ini dibuktikan semakin banyaknya upaya reformasi pemikiran hukum Islam yang dilakukan oleh sarjana muslim dengan didukung kondisi dan situasi perkembangan zaman yang sangat kompleks (Darlis, 2019).

KULIAH

Yogi Triswandani

6/23/202411 min baca

Best Summary

Reformasi Hukum Keluarga Islam:

Perdebatan terkait dengan perlunya reformasi dalam hukum keluarga Islam untuk menyesuaikan dengan konteks sosial, budaya, dan nilai-nilai modern tanpa mengabaikan prinsip-prinsip agama yang mendasarinya

Yogi Triswandani

Website: www.mudaaris.com

PENDAHULUAN

Hukum keluarga Islam menjadi diskursus dalam pengkajian hukum Islam. Diskursus tersebut menjadi fenomena sejak abad ke-20 M, hal ini dibuktikan semakin banyaknya upaya reformasi pemikiran hukum Islam yang dilakukan oleh sarjana muslim dengan didukung kondisi dan situasi perkembangan zaman yang sangat kompleks (Darlis, 2019). Reformasi Hukum keluarga Islam sebagai tawaran dalam menyelesaikan berbagai persoalan keluarga. Hukum keluarga mempunyai posisi penting dalam Islam. Hukum keluarga dianggap sebagai inti syariah (Rahim, 2021).

Fenomena reformasi hukum keluarga Islam ternyata nyaris dilakukan di semua negara Islam (Mahfudhi, 2022). Isu reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia sudah kelihatan sejak tahun 1928 pada momen kongres perempuan. Isu reformasi hukum keluarga Islam kelihatan karena banyaknya kasus yang menimpa kaum wanita dalam perkawinan, seperti: terjadinya perkawinan dibawah umur, perkawinan secara paksa, poligami dan talak yang dilakukan suami secara sepihak (Barkah, 2017).

Reformasi hukum keluarga Islam sebagai tawaran yang bersifat solutif, artinya hukum keluarga Islam memberikan solusi atas persoalan yang terjadi dalam keluarga (Rahim, 2021). Hakikatnya bukan dimaksudkan untuk mengajarkan kepada ummat Islam agar kelak dalam berumah tangga dapat memperaktekkannya namun menjadi solusi bagi ummat Islam. Dengan demikian studi ini membahas tentang reformasi hukum keluarga Islam di Negara Indonesia dan apa saja dinamika yang terjadi dalam proses reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia.

Hukum keluarga Islam memiliki kontribusi yang tidak sedikit dalam pembentukan sistem hukum. Hal ini dikarenakan hukum keluarga Islam mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang selaras dengan kehidupan manusia. Sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial, manusia senantiasa mengalami perubahan budaya dan tradisi yang dijalankan sehari-hari. Hal tersebut tentunya membawa dampak terhadap norma-norma hukum yang dianut selama ini. Berbagai peraturan yang menyangkut masalah yang berkaitan dengan sistem keluarga juga mengalami perkembangan, mulai dari masalah perkawinan, perceraian, dan hak asuh anak (Latief & Wates, 2016).

PEMBAHASAN

Fenomena penting yang tampak di dunia muslim sejak awal abad ke-20 M ialah adanya semangat serta usaha untuk melakukan reformasi hukum keluarga di negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim (Firdawaty, 2017). Dalam konteks Indonesia, melalui kontribusi negara Turki dan Mesir pada masa reformasi hukum keluarga Islam di era Modern Indonesia menghasilkan produk undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Undangundang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan merupakan undang-undang pertama di Indonesia yang mengatur soal perkawinan secara nasional. Kemudian hadirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang juga mengatur tentang persoalan perkawinan (Zayyadi, 2020).

Sebelum lahirnya undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan belum ada keseragaman pedoman bagi para Hakim dalam memutuskan hukum di bidang hukum keluarga. Hakim Peradilan Agama masih menggunakan 13 kitab standar yang Syafi’i oriented dalam menyelesaikan suatu perkara keperdataan (Mallarangan, 2008).

Sebelum lebih jauh berbicara tentang konsep reformasi hukum keluarga Islam terlebih dahulu perlu diuraikan mengenai konsep pembaruan hukum Islam secara umum, mengingat hukum keluarga merupakan salah satu pokok bahasan dalam hukum Islam. Dengan demikian diperoleh satu definisi yang komprehensif mengenai makna dari reformasi hukum keluarga Islam.

Reformasi hukum keluaga Islam masa kontemporer berbentuk metodologi baru yang berbeda dengan metodologi klasik. Reformasi hukum keluarga Islam menggunakan 2 konsep, yaitu: konsep konvensional dan konsep kontemporer. Penerapan konsep konvensional para ulama terlihat dalam berijtihad dan menerapkan pandangan hukumnya dengan mencatat ayat al-Quran dan Sunnah. Para ahli menetapkan ada beberapa ciri khas metode penetapan hukum Islam yaitu; menggunakan pendekatan global, kurang memberikan perhatian terhadap sejarah, terlalu menekankan pada kajian teks, metodologi fikih seolah-olah terpisah dengan metodologi tafsir, terlalu banyak dipengaruhi budayabudaya dan tradisi-tradisi setempat, dan dalam beberapa kasus di dalamnya meresap praktekpraktek tahayul, bid’ah dan kufarat, khususnya yang berkaitan dengan ibadah. Masuknya unsur politik didalamnya atau pengaruh kepentingan penguasa dalam menerapkan teori-teori fiqh.

Sedangkan konsep kontemporer pada prinsipnya konsep reformasi yang digunakan dalam melakukan kodifikasi hukum keluarga Islam kontemporer di Indonesia yaitu: 1) Takhayyur yaitu memilih pandangan salah satu ulama fikih, termasuk ulama di luar mazhab, takhayyur secara substansial disebut tarjih; 2) Talfiq yaitu mengkombinasikan sejumlah pendapat ulama (dua atau lebih) dalam menetapkan hukum satu masalah; 3) Takhshish alqadla, yaitu hak negara menbatasi kewenangan peradilan baik dari segi orang, wilayah, yuridiksi dan hukum acara yang ditetapkan; 4) Siyasah syar’iyah yaitu kebijakan penguasa menerapkan peraturan yang bermanfaat bagi rakyat dan tidak bertentangan dengan syariah, reinterpretasi nash terhadap nash (al Quran dan sunnah).

Menurut para pakar hukum Islam di Indonesia, reformasi hukum Islam yang terjadi saat ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk di dalamnya hukum keluarga, yaitu: untuk mengantisipasi kekosongan hukum karena normanorma yang terdapat dalam kitab-kitab fikih tidak mengaturnya, sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum terkait masalah yang baru terjadi sangat mendesak untuk diterapkan; pengaruh globalisasi dan IPTEK sehingga perlu ada aturan hukum yang mengaturnya, terutama masalahmasalah yang belum ada aturan hukumnya; pengaruh reformasi berbagai bidang yang memberikan peluang terhadap hukum Islam untuk bahan acuan dalam membuat hukum nasional; pengaruh pembaharuan pemikiran hukum Islam yang di laksanakan oleh para mujtahid baik tingkat internasional ataupun nasional.

Reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia disebabkan karena adanya perubahan kondisi, situasi tempat dan waktu sebagai akibat dari faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas. Perubahan ini adalah sejalan dengan teori qaul qadim dan qaul jadid yang dikemukakkan oleh Imam Syafi’i, bahwa hukum dapat juga berubah karena berubahnya dalil hukum yang diterapkan pada peristiwa tertentu dalam melaksanakan maqasyid syari’ah.

Dinamika Reformasi Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Bagi negara-negara muslim, reformasi hukum keluarga dimotori oleh Turki, pada tahun 1917, dengan hadirnya Ottoman Law of Family Rights atau Qanun Qarar al-Huquq al- ‘A'ilah al-Uthmaniyah. Di Indonesia meski tidak tergolong negara Islam, melainkan mayoritas berpenduduk muslim, upaya reformasi hukum keluarga ini tidak terlepas dari munculnya pemikir-pemikir reformis muslim, baik dari tokoh luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri bisa disebutkan antara lain Rifa'ah alTahtawi (1801-1874), Muhammad ‘Abduh (1849- 1905), Qasim Amin (1863-1908), juga Fazlur Rahman (1919-1988). Sedangkan tokoh dari reformis muslim nasional antara lain Mukti Ali, Harun Nasution, Nurcholis Madjid, dan Munawir Syadzali. Sosok Munawir Syadzali ini dikenal sangat kuat mendorong komunitas Islam untuk melakukan ijtihad secara jujur dan berani, terutama soal hukum waris. Gagasannya yang terkenal adalah tentang perlunya mengubah hukum waris, terutama mengenai pembagian yang lebih adil dan proporsional bagi (anak-anak) perempuan.

Reformasi hukum keluarga secara garis besar bertujuan untuk meningkatkan status perempuan dalam segala aspek kehidupan termasuk juga waris. Meski tujuan ini tidak disebutkan secara eksplisit, materi hukum yang dirumuskan bahwa undang-undang seputar hukum keluarga yang dibuat umumnya merespon sejumlah tuntutan status dan kedudukan perempuan yang lebih adil dan setara. Undang-undang perkawinan khususnya yang dimiliki Mesir dan Indonesia jelas menggulirkan tujuan tersebut. Tujuan lain yang dimiliki negara-negara Islam dalam memperbaharui hukum keluarga adalah unifikasi hukum. Usaha unifikasi hukum ini dilakukan karena masyarakatnya menganut bermacam-macam mazhab atau bahkan agama yang berbeda-beda. Di Tunisia misalnya, upaya unifikasi hukum perkawinan ditujukan untuk semua warga negara tanpa memandang perbedaan agama. Selain tujuan- tujuan tersebut, ada lagi tujuan lain dari upaya pembaharuan hukum keluarga yaitu untuk merespon tuntutan zaman. Dimana tuntutan zaman dan dinamika perkembangan masyarakat tersebut adalah akibat dari pengaruh global yang mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia (Setiawan, 2014).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat diketahui bahwa reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, berproses dengan kondisi dan situasi serta sesuai dengan tuntutan zaman yang telah dilalui. Hal ini disebabkan karena norma-norma yang terkandung dalam kitab-kitab fikih tidak cocok atau sudah tidak mampu lagi memberi solusi atau jawaban terhadap masalah-masalah baru yang terjadi khususnya dalam bidang hukum keluarga. Perlu diketahui secara sederhana, fikih memiliki dua wilayah, ada wilayah prinsip dan ada wilayah fleksibel. Demikian juga dengan hukum keluarga tentu ada wilayah prinsip dan ada wilayah fleksibel. Wilayah prinsip serupa dengan hukum alam tidak bisa dan tidak mungkin diubah seperti rukun nikah dan wilayah kedua adalah wilayah fleksibel, atau lebih tepat disebut sebagai wilayah perbedaan, aspek ini yang mentoleransi adanya perbedaan dalam penetapan hukumnya, seperti pembatasan syarat poligami yang diperketa (Fitri & SH, 2020).

Perdebatan dalam Reformasi Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Pro dan kontra terhadap pembaruan hukum keluarga Islam terjadi hampir di sebagian besar negara-negara muslim di dunia. Perdebatan sengit tidak terelakkan antara ulama-ulama yang tetap mempertahankan ketentuan-ketentuan hukum lama dengan kalangan pembaru, baik mengenai permasalahan yang berkaitkan dengan metodologi penetapan hukum maupun materi atau substansi hukum itu sendiri.

Perkembangan pembaruan hukum keluarga Islam di Indonesia dapat dipetakan menjadi tiga masa perkembangan; yakni masa orde lama, orde baru dan reformasi. Pada masa orde lama (masa pemerintahan Ir. Soekarno) lahir beberapa undang-undang yang mengatur masalah perkawinan. Perluasan pemberlakuan UU No. 22 tahun 1946 dengan di keluarkannya UU No. 32 tahun 1954 merupakan angin segar yg menjawab tuntutan masyarakat Indonesia saat itu. Hal tersebut merupakan jawaban atas terjadinya praktek-praktek negative dalam perkawinan, seperti: merebaknya perkawinan di bawah umur, praktek poligami yang tidak bertanggung jawab serta perceraian yang semena-mena oleh para suami.

Pada era selanjutnya yakni era orde baru merupakan kelanjutan dari perjuangan sebelumnya. Pada masa orde baru pemerintah melakukan langkah-langkah yang dipandang sebagai kebangkitan hukum keluarga Islam di Indonesia. Lahirnya Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 serta KHI adalah respon positif dari tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya kepastian hukum keluarga khususnya bagi pegangan hukum hakim di Pengadilan Agama. Namun tidak semua kalangan menerima adanya undang-undang perkawinan ini, sebelum disahkannya UUP dan KHI terjadi penolakan dari sebagian kaum Muslim. Mereka menganggap bahwa materi dari ke duanya bertentangan dengan hukum Islam yang selama ini dipraktekan dalam kehidupan mereka. Materi-materi yang menjadi sorotan di antaranya: (1) pencatatan perkawinan sebagai syarat sah perkawinan, (2) poligami harus mendapat izin dari Pengadilan, (3) adanya batasan usia nikah, (4) perkawinan campuran, (5) pertunangan, (6) perceraian harus dengan izin Pengadilan, dan (7) pengangkatan anak (Nasution, 2002: 43).

Perdebatan cukup menarik terjadi pada tahap reformasi ketika muncul isu usulan pencabutan PP No. 10 tahun 1983. Setidaknya ada lima kelompok yang akhirnya muncul sebagai respon dari isu tersebut. Pertama, kelompok yang menghendaki penghapusan PP No. 10 tahun 1983 dan membolehkan poligami sesuai pendapat ulama konvensional. Pendapat ini dilandaskan pada alasan bahwa hal tersebut sesuai dengan perkembangan Indonesia saat ini, dimana jumlah wanita lebih banyak dari jumlah laki-laki, dengan syarat suami dapat berlaku adil. Kedua, kelompok yang menghendaki PP ini dihapus dengan alasan poligami adalah urusan pribadi yang tidak perlu diatur negara. Ketiga, kelompok yang menghendaki PP ini dicabut, dengan alasan bahwa PP ini terbukti tidak melindungi wanita. Keempat, menghendaki dicabut, dengan alasan PP No. 10 tahun 1983 bersifat diskriminatif. Kelima, pendapat mayoritas, PP No. 10 tahun 1983 perlu dipertahankan bahkan direvisi. Menurut kelompok ini PP tersebut dipercaya dapat menahan laju perkawinan poligami dikalangan PNS, jika lantas pengkhususan aturan ini terhadap PNS, karena PNS diharapkan menjadi garda depan pemersatu dan teladan bagi keluarga, umumnya masyarakat Indonesia (Nasution, 2002: 144-145). Usulan tentang revisi isi UUP No. 1 tahun 1974 dan/atau KHI mendapatkan respon positif dari masyarakat.

ANALISIS

Studi ini ditinjau dari jenisnya menggunakan penelitian bersifat literatur, termasuk pada jenis penelitian pustaka (library research). Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai literatur. Literatur yang diteliti tidak terbatas pada buku-buku tetapi dapat juga berupa bahan-bahan dokumentasi, majalah, jurnal-jurnal yang berkaitan dengan pembahasan. Disebut penelitian kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku, ensiklopedi, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya (Nursapia, 2014).

Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan menekankan analisisnya pada proses penyimpulan komparasi serta pada analisis terhadap dinamika hubungan fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Studi ini menggunakan sumber data sekunder, yaitu buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan pembahasan.

Menurut hemat penulis, Reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia suatu keniscayaan karena tuntutan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, globalisasi ekonomi dan juga pengaruh pemikiran Islam yang mengharuskan melakukan ijtihad. Sudah menjadi keniscayaan pula perubahan yang terjadi dalam tatanan sosial yang sudah mapan akan menimbulkan respon yang beragam dari masyarakat. Perdebatan, adu argumen, pro kontra adalah tahapan dari perubahan yang harus dilalui. Begitu pula dengan pembaruan Hukum Keluarga Islam yang terjadi di negara-negara Muslim, menimbulkan reaksi yang beragam.

Kecenderungan respon negatif dan penolakan sangat mendominasi dari setiap pembaruan yang terjadi di masingmasing negara. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pertama, substansi pembaruan hukum keluarga Islam seringkali tidak sesuai dengan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis yang telah mengakar kuat pada masyarakat muslim. Hal ini juga dipengaruhi doktrin fikih yang sudah begitu langgengnya mendarah daging. Kedua, penolakan terjadi karena terjadi ketidaksepahaman dalam memahami materi pembaruan, perbedaan metode dalam mengakji hukum keluarga rentan terhadap perdebatan, ini merupakan dampak dari kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap materi pembaruan dan metode yang digunakan. Memahamkan masyarakat terhadap pentingnya melakukan pendekatan interdisipliner dalam kajian hukum keluarga sangat diperlukan. Ketiga, pembaruan hukum Islam seringkali bertabrakan dengan tatanan sosial budaya pada masyarakat di negara-negara tertentu.

Meskipun respon negatif kerap kali mewarnai pembaruan hukum keluarga Islam, seiring semakin tingginya kesadaran masyarakat tentang nila-nilai keadilan, jaminan Hak Asasi Manusia, serta terbukanya wacana interdisipliner kajian hukum keluarga Islam perlahan mendapatkan respon positif dari masyarakat.

Selanjutnya peraturan perundang-undangan dibuat untuk mengatur dan menyelesaikan permasalahan masalah yang ada di masyarakat, jika dalam prakteknya masih terjadi pelanggaran perlu diperhatikan permasalahan yang melatarbelakanginya. Akar permasalahan terhadap pelaksanaan undang-undang diantaranya seperti: (1) kurangnya sosialisasi materi UU sehingga masih banyak masyarakat yang tidak memahami secara benar undang-undang, (2) pengawasan dan pendidikan pelanggaran yg kurang dioptimalkan secara tegas, (3) kesadaran masyarakat yang masih lemah dalam mentaati peraturan. Solusi dari permasalahan tersebut tidak lain dengan melibatkan berbagai pihak tidak hanya lembaga resmi pemerintah, namun lembaga-lembaga non pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan mengawasi pemberlakuan undang-undang. Masyarakat harus melaporkan pelanggaran dan penegak hukum

menindaknya secara tegas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan yaitu reformasi hukum keluarga Islam menjadi diskursus dalam pengkajian hukum Islam. Diskursus tersebut menjadi fenomena sejak abad ke- 20 M, hal ini dibuktikan semakin banyaknya upaya reformasi pemikiran hukum Islam yang dilakukan oleh sarjana muslim dengan didukung kondisi dan situasi perkembangan zaman yang sangat kompleks. Reformasi Hukum keluarga Islam sebagai tawaran dalam menyelesaikan berbagai persoalan keluarga. Hukum keluarga mempunyai posisi penting dalam Islam. Hukum keluarga dianggap sebagai inti syariah. Fenomena penting yang tampak di dunia muslim sejak awal abad ke-20 M ialah adanya semangat sertausaha untuk melakukan reformasi hukum keluarga di negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim.

Reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, berproses dengan kondisi dan situasi serta sesuai dengan tuntutan zaman yang telah dilalui. Hal ini disebabkan karena norma-norma yang terkandung dalam kitab-kitab fikih tidak cocok atau sudah tidak mampu lagi memberi solusi atau jawaban terhadap masalah-masalah baru yang terjadi khususnya dalam bidang hukum keluarga. Perlu diketahui secara sederhana, fikih memiliki dua wilayah, ada wilayah prinsip dan ada wilayah fleksibel. Demikian juga dengan hukum keluarga tentu ada wilayah prinsip dan ada wilayah fleksibel.

Reformasi hukum keluarga Islam di Indonesia suatu keniscayaan karena tuntutan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, globalisasi ekonomi dan juga pengaruh pemikiran Islam yang mengharuskan melakukan ijtihad. Sudah menjadi keniscayaan pula perubahan yang terjadi dalam tatanan sosial yang sudah mapan akan menimbulkan respon yang beragam dari masyarakat. Perdebatan, adu argumen, pro kontra adalah tahapan dari perubahan yang harus dilalui. Begitu pula dengan pembaruan Hukum Keluarga Islam yang terjadi di negara-negara Muslim, menimbulkan reaksi yang beragam.

Daftar Pustaka

Barkah, Q. (2017). KEBIJAKAN KRIMINALISASI DALAM REFORMASI HUKUM KELUARGA DI INDONESIA. Nurani: Jurnal Kajian Syari’ah Dan Masyarakat, 17(1), 15–26. https://doi.org/10.19109/nurani.v17i1.134 5

Darlis, S. (2019). Perpaduan Metode TematikInterdisipliner dalam Pembaruan Hukum Keluarga Islam. Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, 2(2), Article 2. https://doi.org/10.22373/sjhk.v2i2.4741

Firdawaty, L. (2017). Kontektualisasi Hukum Keluarga Islam (Telaah Atas Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Negara-negara Muslim). Asas: Jurnal Hukum Dan Ekonomi Islam, 9(2), 374459. https://doi.org/10.24042/asas.v9i2.3250

Fitri, A., & SH, M. (2020). Pembaruan Hukum Keluarga di Indonesia Melalui Kompilasi Hukum Islam.

Latief, M. N. H., & Wates, P. A. (2016). Pembaharuan Hukum Keluarga Serta Dampaknya Terhadap Pembatasan Usia Minimal Kawin Dan Peningkatan Status Wanita. Jurnal Hukum Novelty, 7(2), 196.

Mahfudhi, H. M. (2022). Pengaruh Sosio-Kultur terhadap Reformasi Hukum Keluarga Islam di Maroko. MIYAH : Jurnal Studi Islam, 18(1), Article 1. https://doi.org/10.33754/miyah.v18i1.413

Mallarangan, H. (2008). Pembaruan Hukum Islam dalam Hukum Keluarga di Indonesia. HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 5(1), 37–44.

Nursapia, N. (2014). PENELITIAN KEPUSTAKAAN. IQRA`: Jurnal Perpustakaan Dan Informasi 8(1), Article 1.

https://doi.org/10.30829/iqra.v8i1.65

Rahim, Moch. A. F. (2021). Pembaruan Hukum Keluarga Di Indonesia Melalui Kompilasi Hukum Islam [Preprint]. Open Science Framework. https://doi.org/10.31219/osf.io/wdt79

Rajafi, A. (2018). SEJARAH PEMBENTUKAN DAN PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI NUSANTARA. Aqlam: Journal of Islam and Plurality, 2(1), Article 1. https://doi.org/10.30984/ajip.v2i1.507

Riadi, H. (2021). Pembaharuan Hukum Keluarga Islam di Indonesia (Ditinjau dalam UndangUndang No. 1 Tahun 1974). SCHOLASTICA: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 3(1), 24– 35.

Rohman, M. M., & Zarkasi, M. (2021). REFORMASI HUKUM KELUARGA DI DUNIA ISLAM (Studi Normatif Perbandingan Hukum Perceraian Mesir-Indonesia). AL-SYAKHSHIYYAH Jurnal Hukum Keluarga Islam dan Kemanusiaan, 3(1), Article 1. https://doi.org/10.35673/ashki.v3i1.1433

Setiawan, E. (2014). DINAMIKA PEMBAHARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA. De Jure: Jurnal Hukum Dan Syar’iah, 6(2),

Article 2. https://doi.org/10.18860/jfsh.v6i2.3207

Wahib, A. B. (2014). Reformasi hukum keluarga di dunia Muslim. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam Dan Kemanusiaan, 14(1), 1–19.

Zayyadi, A. (2020). Kontribusi Turki dan Mesir Terhadap Sejarah Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia. Al-Manhaj: Journal of Indonesian Islamic Family Law, 2(1), 47–69.

Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.