Teknik Penulisan Karya Ilmiah: Best Summary Konflik Antara Hukum Keluarga Islam dan Huklum Sekuler, Tantangan Dalam Mempertahankan Keseimbangan Antara Penerapan Hukum Keluarga Islam Dengan Hukum Positif Nasional yang Bersifat Sekuler, Terutama Dalam Hal-hal yang Sensitif Seperti Perceraian, Pewarisan, dan Kepemilikan Harta

Kecenderungan kategorisasi hukum Islam di dunia modern terbagi menjadi tiga yaitu; pertama, sistem yang masih mengaku syariah sebagai dasar fundamental dan menerapkannya secara utuh; kedua, sistem yang telah meninggalkan syariah dan menggantikannya dengan hukum sekuler; ketiga, sistem yang melakukan kompromi kedua pandangan tersebut (J.N.D Anderson, 1999).

KULIAH

Yogi Triswandani

6/23/202411 min baca

Best Summary

KONFLIK ANTARA HUKUM KELUARGA ISLAM DAN HUKUM SEKULER:

Tantangan dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional yang bersifat sekuler, terutama dalam hal-hal yang sensitif seperti perceraian, pewarisan, dan kepemilikan harta.

Yogi Triswandani

Website: www.mudaaris.com

PENDAHULUAN

Kecenderungan kategorisasi hukum Islam di dunia modern terbagi menjadi tiga yaitu; pertama, sistem yang masih mengaku syariah sebagai dasar fundamental dan menerapkannya secara utuh; kedua, sistem yang telah meninggalkan syariah dan menggantikannya dengan hukum sekuler; ketiga, sistem yang melakukan kompromi kedua pandangan tersebut (J.N.D Anderson, 1999). Dalam pembaharuan hukum keluarga Islam, Indonesia cendrung menempuh jalan kompromi antara syariah dan hukum sekuler. Hukum keluarga di Indonesia dalam upaya perumusannya selain mengacu pada kitab-kitab fiqh klasik, fiqh modern, himpunan fatwa, keputusan pengadilan agama (yurisprudensi), juga ditempuh wawancara kepada seluruh ulama Indonesia. Pengambilan terhadap hukum Barat sekuler memang tidak secara langsung dapat dibuktikan, tetapi karena di Indonesia berjalan cukup lama hukum perdata (Burgelijk Wetbook) yang diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum acara perdata (Reglemen Indonesia yang diperbarui) warisan Belanda, dan hukum-hukum lain, berdasarkan asas konkordansi, maka adanya pengaruh hukum Barat tentu tidak bisa dinaifkan begitu saja. Seperti halnya bidang pencatatan dalam perkawinan, kewarisan, perwakafan, wasiat dan sebagainya. Upaya akomodasi ataupun rekonsiliasi hukum keluarga Islam agar sesuai dengan perkembangan zaman demi menciptakan ketertiban masyarakat menjadi salah satu bukti dari keunikan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mendalami pertentangan hukum di Indonesia, dengan tujuan utama untuk mengidentifikasi konflik antara hukum keluarga Islam dan hukum sekuler. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang hal tersebut, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan upaya-upaya yang lebih efektif dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional.

Manfaat dari penelitian ini sangatlah penting dalam konteks sosial dan kebijakan publik. Dengan memahami konflik antara hukum keluarga Islam di Indonesia dengan hukum positif nasional yang bersifat sekuler, pemerintah dan berbagai lembaga terkait dapat merancang kebijakan yang lebih efektif dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi yang berharga bagi masyarakat umum, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam upaya-upaya penanggulangan konflik hukum. Secara lebih luas, penelitian ini dapat membuka wawasan dan memicu diskusi lebih lanjut tentang isu-isu sensitif seputar konflik hukum seperti perceraian, pewarisan, dan kepemilikan harta, baik di tingkat akademis maupun praktis. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang signifikan dalam menghadapi tantangan serta memperkuat upaya-upaya mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional di Indonesia.

PEMBAHASAN

Islam yang masuk ke Indonesia pada abad-abad pertama hijriyah telah membawa sistem nilai baru berupa akidah, syariah dan akhlak. Ketika itu kondisi masyarakat Indonesia secara memadai telah memiliki sistem nilai yang berlaku lama berupa peraturan-peraturan adat di setiap masyarakat yang beragam. Selaras dengan hakikat dakwah Islamiyah, nilai-nilai hukum Islam itu diresapi dan diamalkan dengan penuh kedamaian tanpa menghilangkan nilai-nilai adat setempat yang sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai akidah, syariah, dan akhlak Islam. Pergumulan kedua sistem nilai itu berlaku secara wajar, tanpa adanya konflik antara kedua sistem nilai tersebut. Karena itu, L.W.C. Van den Berg, seorang sarjana Belanda, berkesimpulan bahwa pada awal-awal masa penjajahan Belanda, bagi orang Indonesia yang beragama Islam berlaku motto receptio in complexu yang berarti orang-orang Islam di Indonesia menerima dan memperlakukan syariat Islam secara keseluruhan (Sayuti Thalib, 1985). Pada masa itu (sampai dengan 1 April 1937), pengadilan agama mempunyai kompetensi yang luas, yakni seluruh hukum sipil (perdata) bagi perkara-perkara yang diajukan, diputus menurut hukum Islam.

Berbicara tentang konflik antara hukum sipil dengan hukum Islam, dalam konteks Indonesia, hukum sipil itu berarti gabungan antara hukum sipil Barat (Belanda) dengan hukum Adat. Sementara itu konflik antara tiga system hukum ini masih berlanjut dalam proses, maka –mungkin untuk mudahnya– para sarjana hukum Indonesia sekarang sering mengatakan bahwa hukum nasional Indonesia berunsurkan tiga, yakni hukum Islam, Adat, dan Barat. Dari tiga unsur inilah hukum nasional diramu. Dalam membina dan membangun hukum nasional, kita perlu memahami benar-benar sifat dan hakikat ketiga system hukum itu, dan menilainya sebagaimana adanya, supaya dapat menentukan bagian-bagian mana yang telah diserap oleh kesadaran hukum masyarakat.

Mengenai hukum Islam, jika kita ingin menyodorkan hukum Islam sebagai alternatif dari system hukum lainnya, maka seharusnya diusahakan secara sungguh-sungguh untuk menemukan ketentuan-ketentuan syariat Islam, sehingga fiqih yang dihasilkan akan benar-benar dapat dijadikan hukum yang hidup di tengah masyarakat. Hukum Sipil pun, terutama bidang hukum keluarga, erat sekali kaitannya dengan moral dan kesusilaan masyarakat Barat tempat hukum Sipil bermula dan berkembang, moral dan kesusilaan mana tentunya berakar pada agama mereka, yaitu Kristen. Sementara itu hukum Adat juga erat pertaliannya dengan moral dan susila masyarakat tertentu, yang niscaya berakar pada agama dan kepercayaan terutama pada zaman bahari yang berkembang pada masing-masing masyarakat adat.

Faktor Penyebab Konflik antara Hukum Keluarga Islam dan Hukum Sekuler

Artikel ini akan membahas secara rinci faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik antara hukum keluarga Islam dengan hukum sekuler di Indonesia. Dengan memahami akar penyebabnya, kita dapat merumuskan strategi yang lebih efektif untuk mengatasi tantangan ini. Konflik antara hukum keluarga Islam dengan hukum sekuler di Indonesia merupakan masalah yang berlarut-larut dan memerlukan pemahaman mendalam tentang faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.

Di Indonesia, terjadi konflik antara hukum Islam, hukum Sipil (Barat), dan hukum Adat. Konflik antara ketiga sistem hukum ini berawal sejak masuknya penjajahan Belanda di Indonesia, dan terus berlanjut hingga saat ini. Sebenarnya setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia berupaya untuk mengatasi konflik tersebut, namun hingga sekarang belum kunjung selesai. Realita sejarah menunjukkan bahwa konflik antara ketiga sistem hukum itu bukanlah terjadi secara alamiah, melainkan ada unsur kesengajaan, yakni ditimbulkan oleh sistem kolonialisme waktu itu, dan rekayasa dari pihak-pihak yang tidak menghendaki perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa lalu dan saat ini. Konflik hukum mengandung arti konflik nilai-nilai sosial dan budaya yang timbul secara wajar. Jika ada pertemuan antara dua atau lebih sistem nilai yang asing bagi suatu masyarakat, biasanya akan selesai dengan sewajarnya, karena setiap masyarakat memiliki daya serap dan daya adaptasi terhadap sistem nilai asing. Namun jika konflik sistem nilai itu ditimbulkan dengan sengaja dan kadang-kadang secara artificial sesuai dengan kebutuhan politik, maka sulitlah menghapuskan konflik itu secara tuntas.

Tarik-menarik antara kepentingan politik penguasa dan kepentingan umat Islam disebabkan dua kepentingan yang berbeda. Di satu pihak motivasi politik pemerintah yang ada menciptakan legal policy yang mengedepankan nilai-nilai sekulerisme dengan dalih hukum Islam tidak relevan dengan kondisi sosial serta pertimbangan pluralisme yang terdapat di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya adalah kebijakan politik hukum dibentuk dan diarahkan pada pengurangan peran hukum agama. Di lain pihak, umat Islam mempersepsikan hukum Islam dan lembaga peradilan sebagai bagian dari kewajiban agama (panggilan syar’i) yang mesti dan wajib kifayah untuk dilaksanakan dan dipertahankan. Kecenderungan terhadap penciptaan kesatuan hukum (unifikasi hukum) telah memunculkan perseteruan dan pergumulan antara satu kepentingan politik (negara) dengan kepentingan umat Islam.

Khusus hukum keluarga, konflik antara hukum Islam, hukum Adat, dan hukum Sipil di Indonesia dapat dijelaskan oleh fakta bahwa Islam sangat memperhatikan pembinaan pribadi dan keluarga. Akhlak yang baik pada pribadi dan keluarga akan menciptakan masyarakat yang baik dan harmonis, oleh karena itu pula, hukum keluarga menempati posisi penting dalam hukum Islam. Hukum keluarga dirasakan sangat erat kaitannya dengan keimanan seseorang, karena seorang muslim akan selalu berpedoman kepada ketentuan dan peraturan syariat dalam setiap aktivitas pribadi dan dalam hubungan dengan keluarga. Kendatipun dalam ilmu fiqh hukum keluarga digolongkan muamalah, akan tetapi unsur ibadatnya lebih terasa, karena itu selalulah hukum keluarga berkaitan erat dengan agama Islam. Di sinilah konflik-konflik timbul, yaitu manakala ada sistem hukum lain (hukum Sipil dan Adat) yang akan menukarnya, terlebih lagi karena sejarah penjajahan atas negeri-negeri Islam mencatat, di mana kehendak yang berkuasa untuk memberlakukan hukum Sipil itu diwarnai oleh politik kekuasaan.

Pengaruh Konflik Hukum terhadap Upaya Penerapan Hukum Islam di Indonesia

Selain menyoroti penyebabnya, artikel ini juga akan membahas pengaruh-pengaruh yang timbul akibat konflik hukum di Indonesia. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh atau akibatnya, diharapkan akan muncul kesadaran yang lebih besar untuk mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional.

Eksistensi hukum Islam di Indonesia terlihat semakin kokoh jika dilihat dari keberadaan undang-undang yang memberi kewenangan bagi pengadilan agama untuk menangani perkara-perkara hukum Islam tertentu bagi umat Islam Indonesia, mulai dari UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama, Inpre No. 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) sebagai hukum terapan atau hukum material bagi Pengadilan Agama sampai masa reformasi yang memberi perluasan kewenangan bagi PA untuk menangani perkara ekonomi Islam melalui perubahan UU No. 7/1989, yaitu UU No. 3/2006 dan perubahan yang keduanya, yaitu UU No. 50/2009. Namun demikian, apa yang nampak sebagai suatu kemajuan dan kekokohan eksistensi PA, belum tentu idealnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena hal ini sangat terkait dengan political will dari pemerintah dalam menempatkan hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku bagi umat Islam Indonesia. Paradigma positivisme dalam politik hukum nasional nampak sekali dari aspek-aspek yang bisa menimbulkan konflik hukum sebagaimana dipaparkan di atas, yaitu aturan hukum yang hanya merupakan dasar legalitas dalam menegakkan hukum prosedural tetapi mengabaikan keadilan substantif, sehingga aturan tentang prosedur menjadi lebih penting dari pada hukum untuk mencapai keadilan (justice), yang merupakan tujuan para pihak yang berperkara.

Kebijakan unifikasi hukum yang dilakukan oleh pemerintah tidak lebih dari sebuah tawaran yang sulit dalam konteks Indonesia karena bertentangan dengan realitas sosial sepanjang abad (Soetandyo Wignjosoebroto, 1994). Kondisi ini tercermin dalam keadaan yang terjadi di Pengadilan Agama, yaitu pembentukan sistem hukum acara Peradilan Agama dengan dibentuknya hukum positif melalui UU Perkawinan, UU PA dan lain-lain dianggap sudah memenuhi rasa keadilan bagi umat Islam Indonesia. Padahal, ketentuan-ketentuan di dalam aturan perundang-undangan yang dibuat khusus untuk umat Islam tersebut ternyata banyak menimbulkan kekakuan-kekakuan hukum yang berakibat pada kesukaran bagi para pihak untuk mencari keadilan dan kebenaran (searching for the truth and justice) yang merasa tidak tercapai atau terhalang oleh tembok-tembok prosedural hukum. Dari kondisi demikian, keadilan prosedural-lah yang lebih banyak dicapai, bukan keadilan substansi. Dengan kondisi seperti itu, umat Islam di Indonesia hanya bisa menerima hukum yang sudah ditetapkan oleh negara sebagai undang-undang.

Menurut ulama usul al-fiqh, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh hakim dalam menentukan sikap hukum untuk mencapai keadilan, yaitu: (1) bilamana salah satu pendapat telah menjadi undang-undang dalam sebuah negara, (2) jika belum menjadi undang-undang tetapi telah menjadi kesepakatan dalam satu masyarakat bahwa pendapat itulah yang menjadi pegangan, (3) jika belum ada undang-undang dan belum juga ada kesepakatan maka pendapat yang diambil adalah pendapat yang biasa dipakai dan dikenal di negeri itu, dan (4) hakim baru boleh keluar dari ketentuan-ketentuan tersebut, di samping jika ternyata suatu pendapat bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, juga pada kasus tertentu dalam pandangan hakim bilamana pertimbangan hukum yang biasa dipakai secara umum diterapkan dalam kasus seperti itu, akan menimbulkan efek negatif terhadap yang bersangkutan; dalam kasus seperti ini hakim boleh membuat keputusan pengecualian yang dikenal dengan istihsan (Satria Effendi, 2004).

Tantangan dalam Menyeimbangkan Hukum Keluarga Islam dengan Hukum Positif Nasional

Terdapat tantangan dalam menyesuaikan hukum Islam secara umum dengan sistem hukum yang ada di Indonesia. Sistem hukum Islam didasarkan pada prinsip-prinsip syariah yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum pidana, keluarga, dan ekonomi. Sementara, sistem hukum di Indonesia didasarkan pada konstitusi sekuler dan prinsip-prinsip hukum yang berbeda. Maka, menyelaraskan hukum Islam dengan sistem hukum yang ada menjadi tantangan yang kompleks.

Aspek kultural dan sosial juga mempengaruhi penerapan hukum Islam di Indonesia. Nilai-nilai dan praktik-praktik tradisional yang ada dalam masyarakat dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Misalnya, dalam beberapa masyarakat, praktik seperti pernikahan anak, poligami, perceraian, pewarisan, kepemilikan harta, atau hukuman fisik yang tidak sesuai dengan syariat Islam masih dipraktikkan secara luas, meskipun dapat menjadi kontroversial dalam konteks masyarakat modern. Tantangan lainnya adalah bagaimana mengatasi kesenjangan antara hukum Islam dan hak asasi manusia universal. Beberapa aspek dari hukum Islam, seperti hukuman potong tangan atau hukuman rajam bagi pelaku zina, dapat dianggap melanggar hak asasi manusia dalam pandangan masyarakat modern. Mencari keseimbangan antara prinsip-prinsip Islam dan hak asasi manusia universal menjadi tugas yang rumit. Tantangan penting lainnya adalah pendekatan dalam menyampaikan hukum Islam kepada masyarakat modern. Dalam era digital dan globalisasi, informasi tersebar luas dan pendapat beragam dapat dengan mudah diakses. Oleh karena itu, penting untuk menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang relevan dan komunikatif, agar masyarakat modern dapat memahami dan menerima hukum Islam tanpa merasa terasingkan atau dipaksa.

ANALISIS

Penulis menganalisis secara mendalam mengenai tantangan dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional yang bersifat sekuler. Naskah ini menyoroti pentingnya pemahaman yang mendalam tentang konflik antara hukum keluarga Islam dan hukum sekuler untuk merumuskan strategi yang lebih efektif dalam mengatasinya. Penjelasan mengenai aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan yang menjadi tantangan dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional memberikan gambaran yang komprehensif tentang kompleksitas permasalahan ini. Namun, ada beberapa aspek yang perlu dievaluasi dalam naskah ini. Pertama, meskipun naskah ini memberikan gambaran yang jelas tentang faktor-faktor penyebab, pengaruh, dan tantangan dalam konflik hukum di Indonesia, akan lebih baik jika ada lebih banyak data empiris atau studi kasus yang mendukung analisis tersebut. Kedua, walaupun naskah ini memberikan penekanan yang baik pada strategi pertahanan dan intervensi, lebih banyak lagi rekomendasi konkret tentang langkah-langkah yang dapat diambil oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat secara umum akan memberikan kejelasan lebih lanjut tentang bagaimana tantangan ini dapat dihadapi. Hal ini akan membantu mendorong pembaca untuk terlibat lebih aktif dalam upaya mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional.

Secara keseluruhan, naskah ini memberikan kontribusi yang berharga dalam pemahaman tentang masalah konflik hukum di Indonesia. Namun, dengan menambahkan data empiris yang lebih kuat, rekomendasi tindakan yang lebih konkret, dan contoh-contoh kasus yang menggambarkan pengaruhnya secara langsung, artikel ini dapat menjadi lebih kuat dan dapat memberikan dorongan yang lebih besar untuk tindakan nyata dalam mengatasi masalah ini.

Menurut hemat penulis, sesuai fakta bahwa negara Indonesia telah mencoba menerapkan pendekatan yang lebih kontekstual dan fleksibel sebagai upaya untuk menghadapi tantangan dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional yang bersifat sekuler, terutama dalam hal-hal yang sensitif seperti perceraian, pewarisan, dan kepemilikan harta. Indonesia telah mengadopsi hukum Islam melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan mengintegrasikannya ke dalam sistem hukum nasional. Pendidikan dan pemahaman masyarakat juga menjadi faktor penting dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional di Indonesia. Pendidikan yang baik dan menyeluruh tentang prinsip-prinsip hukum Islam dan hukum positif nasional dapat membantu mengurangi miskonsepsi dan pemahaman yang salah tentang hukum. Selain itu, dialog antara para ulama dan masyarakat juga penting dalam menyampaikan pesan-pesan hukum keluarga Islam yang sesuai dengan konteks sosial dan kebutuhan masyarakat modern.

Tantangan dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional yang bersifat sekuler bukanlah sebuah permasalahan yang mudah diselesaikan. Diperlukan kerjasama yang erat antara para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, ulama, akademisi, dan masyarakat luas. Perdebatan dan diskusi terbuka perlu dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang dapat mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi masyarakat modern, sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip hukum Islam yang fundamental.

Penting untuk dicatat bahwa penerapan hukum keluarga Islam dalam konteks hukum nasional tidaklah bersifat homogen. Setiap negara memiliki konteks sosial, politik, dan budaya yang berbeda-beda, yang dapat mempengaruhi cara penerapan hukum keluarga Islam dilakukan. Oleh karena itu, tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua negara atau masyarakat. Di era yang terus berkembang ini, tantangan dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional terus berubah dan berkembang. Oleh karena itu, penting untuk terus melakukan evaluasi dan penyesuaian agar penerapan hukum keluarga Islam dapat tetap relevan dan sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan kerjasama dan komunikasi yang baik antara pemangku kepentingan, diharapkan tantangan ini dapat diatasi, dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat modern dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional di Indonesia, dengan tetap menjaga integritas dan prinsip-prinsip agama.

KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional di Indonesia masih terjaga dengan baik meskipun dihadapkan pada sejumlah konflik dan tantangan dalam mempertahankannya. Untuk mengatasi konflik dan menghadapi tantangan tersebut perlu dilakukan upaya kolaboratif antara para ulama, akademisi, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mengembangkan pendekatan yang konsisten, adil, dan relevan. Diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang prinsip-prinsip hukum keluarga Islam dan hukum positif nasional Indonesia, serta dialog yang terbuka antara berbagai kelompok dalam masyarakat untuk mencapai pemahaman bersama dan solusi yang lebih inklusif. Perlu juga adanya pendidikan dan pemahaman yang lebih baik tentang hukum keluarga Islam dan hukum positif nasional Indonesia. Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan pendidikan formal dan informal, termasuk pengajaran di lembaga pendidikan, seminar, diskusi publik, dan penerbitan literatur yang dapat memberikan pemahaman yang lebih holistik tentang keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional.

Penerapan hukum keluarga Islam dalam konteks hukum positif nasional adalah sebuah tantangan yang kompleks. Namun, dengan pemahaman yang lebih baik, pendekatan kolaboratif, dan pendidikan yang tepat, penerapan hukum keluarga Islam dapatdipertahankan dan diimplementasikan secara adil dalam konteks negara Indonesia. Penelitian ini memberikan wawasan yang berharga bagi para pemangku kepentingan untuk memahami dan mengatasi tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan keseimbangan antara penerapan hukum keluarga Islam dengan hukum positif nasional di Indonesia.

Daftar Pustaka

Anderson, J.N.D. (1999). Islamic Law in The World. New York: New York University Press.

Arifin, Bustanul. (1996). Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya. Jakarta: Gema Isani Press.

Effendi, Satria., & M. Zein. (2004). Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer: Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah. Jakarta: Prenada Media.

Fitri, Al. (TT). Pembaruan Hukum Keluarga di Indonesia Melalui Kompilasi Hukum Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Hardivizon., & Ahmad Hamidi. (2022). Politik Hukum Islam di Indonesia: Prospek dan Tantangan Modernisasi Hukum Keluarga, Antara Cita dan Fakta Perubahan Sosial. Bengkulu: Adhra Grafika.

Hudri, Ahmad. (2021). Hukum Keluarga Islam Nusantara Tema: Analisis Uu No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan UU. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Journal Studi Gender dan Anak, 8(2), 95-102. https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/

Pelu, Ibnu Elmi A.S. (2004). Titik Taut.

Saeed, Abdullah. (2014). Pemikiran Islam: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Baitul Hikmah.

Sholeh, Muh Ibnu. (2023). Relevansi dan Tantangan Implementasi Hukum Islam dalam Konteks Sosial Masyarakat Modern. As-Salam: Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan, 28-31.

Sularno, M. (2008). Dinamika Hukum Islam Bidang Keluarga di Indonesia. Al-Mawarid, (XVIII), 253-255.

Thalib, Sayuti. (1985). Receptio A Contrario. Jakarta: Bina Aksara.

Wignjosoebroto, Soetandyo. (1994). Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial Politik Dalam Pembangunan Hukum di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.