Pengantar Ilmu Hukum: Makalah Sistem Hukum
Sistem hukum tentu merupakan keseluruhan aspek dan elemen yang tersusun sebagai satu kesatuan terpadu tentang hukum.
KULIAH
Yogi Triswandani
5/18/202425 min baca
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengantar Ilmu Hukum atau PIH merupakan matakuliah wajib bagi siapapun yang ingin mempelajari ilmu hukum. PIH memberikan dan menanamkan pengertian dasar mengenai arti, permasalahan, dan persoalan-persoalan di bidang hukum. PIH memberikan pokok-pokok dan dasar-dasar yang jelas mengenai sendi utama ilmu hukum. Berbeda dengan cabang-cabang ilmu hukum lainya, maka PIH mempunyai cara pendekatan yang khusus dalam memberikan pengertian-pengertian dasar baik secara garis besar maupun secara mendalam mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan hukum.
Kedudukan Pengantar Ilmu Hukum merupakan dasar bagi matakuliah lanjutan tentang ilmu pengetahuan dari berbagai bidang hukum. Sedangkan kedudukan dalam kurikulum fakultas hukum atau jurusan hukum adalah sebagai mata kuliah keahlian dan keilmuan. Selain itu, pengantar ilmu hukum juga berfungsi pedagogis, yakni menumbuhkan sikap adil dan membangkitkan minat untuk dengan penuh kesungguhan mempelajari hukum. Karena ilmu hukum juga menjadi pedoman bagi setiap aspek dalam pengembangan ilmu hukum di Indonesia.
Penulis sadari sejak awal bahwa mengkaji dasar dan konsep Ilmu Hukum tidaklah mudah. Oleh karena pembelajaran mengenai ilmu hukum sangatlah kompleks dan komprehensif. Di kalangan penstudi hukum dunia, PIH kerapkali disebut Encyclopaedia Hukum, yaitu mata kuliah pokok atau dasar dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu hukum.
Mempelajari Ilmu Hukum sangatlah penting, karena Hukum secara subtantif mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia. Oleh karena itu hukum harus diajarkan sekaligus diimplementasikan secara baik agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi. Melalui penegakan hukum yang baik akan berimbas pada tatanan masyarakat yang baik. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan: kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit), dan keadilan (Gerechtigkeit). Dalam makalah ini penulis mencoba membahas salahsatu bagian pelajaran Ilmu Hukum, yakni Sistem Hukum.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya ialah:
1. Apa yang dimaksud Sistem Hukum?
2. Sistem Hukum apa saja yang ada di dunia ini?
3. Bagaimana keberlakuan sistem hukum-sistem hukum tersebut?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini dibuat sebagai jawaban atas tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Adapun pembahasan tentang Sistem Hukum yang penulis susun dalam makalah ini mempunyai tujuan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi, dan bermartabat agar:
1. Mampu memahami sistem hukum.
2. Dapat menjelaskan definisi sistem hukum.
3. Dapat menjelaskan berbagai sistem hukum yang ada di dunia.
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi Sistem Hukum
1. Konsepsi Sistem Hukum
Sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sedangkan asal katanya, sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian.
Secara definitif, sistem pada dasarnya mempunyai dua arti yaitu:[1]
1) Sistem sebagai jenis satuan yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu di sini menunjuk kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian.
2) Sistem sebagai suatu rencana, metode atau prosedur untuk mengerjakan sesuatu.
Kedua sistem sebagaimana yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa suatu sistem mempunyai tatanan tertentu yakni, suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian di mana masing-masing bagian itu tidak berdiri sendiri terlepas hubungannya dengan yang lain, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Suatu Sistem mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintergrasi. William A. Shrode serta Dan Voich, menjelaskan tentang ciri-ciri pokok sistem, yaitu: 1) sistem memiliki tujuan sehingga perilaku kegiatannya mengarah pada tujuan, 2) sistem merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan utuh, 3)
sistem memiliki sifat terbuka, 4) sistem melakukan kegiatan transformasi, 5) sistem saling berkaitan, 6) sistem memiliki mekanisme kontrol.[2]
Sistem umumnya dipandang sebagai suatu konsepsi tentang keseluruhan aspek dan elemen yang tersusun sebagai satu kesatuan terpadu baik dalam garis vertikal, horizontal, ataupun diagonal. Oleh karena itu, sistem hukum tentu merupakan keseluruhan aspek dan elemen yang tersusun sebagai satu kesatuan terpadu tentang hukum.[3]
Paul Scholten, berpendapat bahwa hukum itu merupakan suatu sistem; bahwa semua peraturan-peraturan itu saling berhubungan yang satu ditetapkan oleh yang lain; bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat disusun secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat dicari aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah pada asas-asas. Tapi ini tidaklah berarti bahwa dengan bekerja secara mantik semata-mata untuk tiap-tiap hal dapat dicarikan keputusan hukumnya. Sebab disamping pekerjaan intelek, putusan itu selalu didasarkan pada penilaian yang menciptakan sesuatu yang baru.
Sunaryati Hartono, memberikan pengertian sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh-mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Agar supaya berbagai unsur itu merupakan kesatuan yang terpadu, maka dibutuhkan organisasi.[4]
Unsur-unsur sistem:
1. Elemen-elemen atau bagian-bagian;
2. Adanya interaksi atau hubungan antara elemen-elemen;
3. Adanya sesuatu yang mengikat elemen-elemen (bagian-bagian) tersebut menjadi suatu kesatuan;
4. Terdapat tujuan bersama sebagai hasil akhir;
5. Berada dalam suatu lingkungan yang komplek;
Persoalan pokok yang ada dalam sistem hukum antara lain adalah:
1. Unsur sistem hukum, meliputi:
a. Hukum undang-undang, yakni hukum yang dicantumkan dalam keputusan resmi secara tertulis, yang sifatnya mengikat umum.
b. Hukum kebiasaan yaitu: keteraturan-keteraturan dan keputusan-keputusan yang tujuannya kedamaian.
c. Hukum Yurisprudensi, yakni: hukum yang dibentuk dalam keputusan hakim pengadilan.
d. Hukum Traktat: hukum yang terbentuk dalam perjanjian internasional.
e. Hukum Ilmiah (ajaran): hukum yang dikonsepsikan oleh ilmuwan hukum.
2. Pembidangan sistem hukum
a. Ius Constitutum (hukum yang kini berlaku).
b. Ius Constituendum (hukum yang kelak berlaku).
Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu. Suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Untuk itu hukum adalah suatu sistem artinya suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain.
Sementara menurut H.L.A Hart, sistem hukum adalah perpaduan dari aturan primer dan sekunder. Inti dari suatu sistem hukum terletak pada adanya kesatuan antara apa yang disebut peraturan-peraturan primer (yaitu peraturan-peraturan yang menimbulkan tugas kewajiban, seperti peraturan-peraturan dalam hukum kriminal atau hukum tentang ingkar janji) dan peraturan-peraturan sekunder (yaitu peraturan-peraturan yang memberikan kekuatan atau kewenangan, seperti hukum yang mempermudah pembuatan kontrak, wasiat, perkawinan, dan sebagainya atau dengan kata lain kaidah yang memastikan syarat-syarat bagi berlakunya kaidah/peraturan primer.[5]
Menurut Hart ada 3 macam peraturan sekunder yaitu:[6]
1. Peraturan-peraturan yang mengatur kewenangan hakim dalam kasus-kasus penegakan hukum (rule of adjudication) atau bertindak sebagai hakim. Atau dengan kata lain sebuah aturan yang memberikan hak-hak kepada seseorang untuk menentukan apakah pada peristiwa-peristiwa tertentu suatu peraturan primer dilanggar. Sebagai contoh kewenangan hakim memutus hukuman pembayaran akibat kerugian atau pencabutan kebebasan seseorang.
2. Peraturan-peraturan yang mengatur proses perubahan dalam memberikan kewenangan untuk memberlakukan perundang-undangan sesuai prosedur yang ditetapkan, disebut peraturan perubahan (rule of change), dengankata lain bahwa aliran ini mengesahkan adanya aturan primer yang baru.
3. Peraturan pengakuan (rule of recognition) yaitu aturan yang menentukan kriteria yang mempengaruhi tentang validitas (kesahihan) peraturan-peraturan yang ada dalam sistem tertentu atau dengan kata lain berupa ketentuan-ketentuan yang menjelaskan apa yang dimaksud aturan primer (petunjuk pengenal).
Berdasarkan berbagai definisi sistem hukum tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya sistem hukum merupakan himpunan aturan (a set of rules) yang dalam peraturan itu mengandung nilai dan struktur. Artinya bahwa suatu sistem hukum mengandung aspek substansi (rules), aspek struktur dan aspek kultur.[7] Jadi, sistem hukum adalah keseluruhan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan.[8]
Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.[9]
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka suatu sistem hukum hendaknya merupakan suatu kesatuan hakiki dan terbagi dalam beberapa bagian, yang setiap masalah atau persoalan merupakan jawaban atau penyelesaiannya. Jawaban itu terdapat dalam sistem itu sendiri.
Dalam konteks ini Lawrence Friedmann menyebut sistem hukum mencakup tiga komponen atau sub-sistem, yaitu; Pertama, komponen struktur hukum, meliputi unsur operasional atau struktural yang mencakup keseluruhan lembaga-lembaga. Kedua, substansi hukum, meliputi keseluruhan aturan-aturan, kaidah-kaidah, dan asas-asas hukum yang disebut sistem makna yuridik. Ketiga, budaya hukum, meliputi unsur aktual meliputi tindakan pejabat dan warga masyarakat.[10]
Subsistem hukum lebih tepat disebut sebagai inter subsistem, karena hukum mengatur bidang-bidang tertentu masing-masing subsis-tem lainnya. Intersubsisten hukum mencakup bagianbagian yang saling berkaitan secara fungsional.
Salah satu contoh mengenai suatu sistem hukum adalah sistem hukum nasional Indonesia, karena menyangkut keseluruhan tata hukum nasional Indonesia. Kemudian, dalam sistem hukum nasional itu terdapat beberapa sistem hukum yang berdiri sendiri antara lain: Sistem Hukum Perdata, sistem hukum pidana, sistem hukum tatanegaraan, Kemudian di dalam sistem hukum perdata masih terdapat sistem hukum keluarga, sistem hukum benda, sistem hukum harta benda, yang semua itu merupakan satu kesatuan dari sistem Hukum Nasional Indonesia.
Betul bahwa sistem hukum itu bersifat logis, tetapi karena sifatnya sendiri, ia tidak tertutup, tidak beku, sebab ia memerlukan putusan-putusan atau penetapan-penetapan, yang selalu akan menambah luasnya sistem tersebut. Oleh karena itu, tepat untuk dikatan sistem terbuka.
Hukum adalah suatu himpunan kaidah-kaidah, hanya bukan dari kaidah-kaidah yang bebas dari tempat dan waktu tetapi dari kaidah-kaidah yang memperoleh kewibawaannya dari peristiwa sejarah dan masyarakat. Ia adalah kaidah-kaidah yang (akan) harus dilaksanakan dan sebaliknya ia pun justru tergantung pada kenyataan pelaksanaan itu. Maka dari itu, hukum adalah sekaligus himpunan kaidah-kaidah dan himpunan Tindakan-tindakan dari badan perundang-undangan, hakim, administrasi, dan setiap orang yang berkepentingan. Ia adalah sebagai Solen Sein atau Seinsollen.
Sistem hukum itu adalah dinamis, bukan saja karena pembentukan baru secara sadar oleh badan perundang-undangan, tetapi juga karena pelaksanananya di dalam masyarakat. Pelaksanaannya itu selalu disertai penilaian baik sambil membuat konstruksi-konstruksi hukum atau penafsiran terhadap undang-undang itu. Dalam hubungan ini tidak boleh kita pandang bahwa badan perundang-undangan pekerjaannya membentuk hukum dan hakim hanya mempertahankannya semata-mata atau bahwa badan perundang-undangan adalah tegas sedangkan hakim adalah terikat.
2. Berbagai Sistem Hukum di Dunia
Sistem hukum yang ada di dunia ini tidak hanya satu tetapi terdiri dari beberapa sistem hukum. Dari ilmu perbandingan hukum, dapat diketahui bahwa di dunia barat sekarang banyak dijumpai adanya sistem hukum yang modern. Levy Ullman, ada tiga sistem hukum modern sekarang ini di dunia Barat, yaitu: a) sistem hukum dari negara-negara Eropa Kontinental, b) sistem hukum dari negara-negara yang berbahasa Inggris, c) sistem hukum Islam.
Sedangkan Pierre Arminyon,[11] mengemukakan adanya tujuh golongan pokok cabang sistem hukum modern, yaitu: a) sistem hukum prancis, b) sistem hukum Jerman, c) sistem hukum Inggris, e) sistem hukum Rusia, f) sistem hukum Islam, dan g) sistem hukum Hindu.
Di samping sistem hukum yang ada di benua Eropa, maka di benua Amerika dikenal pula adanya sistem hukum tersendiri dan paling terkenal adalah sistem hukum Aglo Saxon yang kemudian dikenal dengan sebutan “Aglo Amerika”. Akan tetapi, menurut sejarah, sistem hukum ini berasal dari Common Law System yang berpusat di Inggris.
Dari berbagai sistem hukum yang dikemukan di atas, akan dibahas beberapa sistem hukum yang dipandang dapat menwakili sistem hukum lainnya sekaligus memberi implikasi pembangunan hukum di Indonesia, antara lain: Sistem hukum Eropa Kontinental, Sistem hukum Anglo Saxon, sistem Hukum Islam, dan sistem hukum adat.
Oleh karena sistem hukum Eropa Kontinental pada mulanya berasal dari sistem Hukum Romawi Jerman, maka lazim pula disebut hukum Romawi Jerman, sedangkan sistem Hukum Aglo Saxon pada dasarnya berasal dari sistem hukum Inggris, maka lazim pula disebut sistem Common Law, sedangkan sistem hukum Islam tetap berdiri sendiri sebagai sistem hukum yang berdasarkan pada kitab Suci Al-Qur’an. Sementara sistem hukum adat bersumber pada nilai-nilai adat di Indonesia.[12]
B. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum Eropa Kontinental sering disebut juga sistem hukum sipil. Istilah civil law berasal dari bahasa latin jus cevile, yang berarti hukum yang berlaku pada rakyat Romawi.[13] Istilah ini dibedakan dengan jus gentium untuk menyebut hukum bagi warga asing. Namun beberapa pakar membedakan antara kurun roman law system dengan civil law system dengan garis Tengah peristiwa kodifikasi hukum oleh kaisar Justinian I. Sistem hukum sipil (civil law system) merupakan sebuah sistem hukum yang didasarkan pada seperangkat aturan hukum dan perundang-undangan yang tertulis rinci.[14]
Karakteristik atau ciri hukum Eropa Kontinental dapat dilihat dalam beberapa hal, yaitu:
1) Pembentukannya mulai dengan Renaissance pada abad ke XII dan ke-XIII, dimana peranan yang essensial dipegang oleh para Guru Besar di universitas-universitas.
2) Unsur yang terpenting dari hukum Eropa Kontinental ialah Hukum Romawi yang dikembangkan oleh para sarjana di beberapa Universitas di Eropa Barat Kontinen.
3) Ada perbedaan yang prinsipil antara hukum privat dan hukum publik. Akibatnya, perselisihan yang menyangkut hukum administratif tidak lagi termasuk kompetensi pengadilan umum.
4) Sumber hukum yang utama adalah Undang-undang (Code Law), sedangkan dalam keluarga Common Law sumber hukum yang utama adalah Keputusan Pengadilan (Case Law).
5) Dalam sistem hukum Eropa Kontinental, undang-undang adalah sumber yang utama, namun bukanlah satu-satunya sumber hukum, karena masih ada sumber-sumber yang lain, yaitu kebiasaan, Yurisprudensi dan doktrin. Hal ini disebabkan karena pada abad ke-XIX undang-undanglah yang dipandang sebagai alat terpenting untuk mencapai keadilan.
Sistem hukum Eropa Kontinental memiliki kelemahan karena sifatnya yang tertulis akan menjadi tidak fleksibel, kaku dan statis. Penulisan adalah pembatasan dan pembatasan atas suatu hal yang sifatnya abstrak atau pembatasan dalam kontek materi dan dinamis atau pembatasan dalam kontek waktu, oleh karena itu value consciousness masyarakat ke dalam undang-undang secara logis akan membawa suatu ketertinggalan substansiundang-undang, di samping itu banyak peraturan perundang-undangan barat yang diadopsi ke Indonesia dan diberlakukan di Indonesia,[15] dengan demikian fenomena legal gab (keterpisahan nilai-nilai masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai peraturan perundang-undangan) merupakan persoalan yang mendasar dan substansif hukum Indonesia akan selalu menjadi konsekuensi lanjutan yang sulit untuk dihindari, sehingga hukum tidak ada keterkaitan erat dengan jiwa bangsanya.[16]
Kelemahan civil law menurut beberapa pakar dilatari oleh proses legislasi yang bersinggungan dengan proses pergulatan berbagai kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya, sehingga civil law system adalah undang-undang yang penuh berbagai nilai-nilai kepentingan, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Roberto Mangabera Unger, bahkan civil law system menurut Antonio Gramsci sebagai media kaum kapitalisme dan kaum politik liberal dengan cara memasukkan kepentingan-kepentingan dalam peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan-tujuan kapital dan kedudukan, sehingga civil law system disebut juga sebagai hukum liberal kapitalism.[17]
Civil law system ini mengikuti filsafat positivisme hukum yang menyatakan bahwa tujuan utama hukum adalah kepastian hukum bukan keadilan dan atau kemanfaatan, karena filsafat positivisme mengutamakan hal-hal yang sifatnya jelas dan pasti (positif) di atas segalanya dengan berargumentasi bahwa hanya sesuatu yang bersifat pasti saja yang dapat dijadikan ukuran kebenaran, Auguste Comte (1798-1857). Dengan demikian, maka dalam kultur civil law system hukum identik dengan undang-undang, sumber hukum adalah undang-undang, nilai-nilai bersumber dari undang-undang, oleh karena itu civil law system tidak mengakui hukum-hukum dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Civil law system memberikan konsekuensi para hakim untuk menegakkan hukum sebagaimana yang sudah ada dalam undang-undang, karena dalam civil law undang-undang dianggap sudah lengkap, tidak perlu mencari hukum di luar undang-undang.[18]
Oleh karena itu menurut van Apeldoorn hakim hanyalah sebagai corong undang-undang, hakim bagaikan mesin tanpa akal dan tanpa hati nurani, fungsi hakim yang sedemikian rupa juga mendapat kritik dari aliran hukum bebas dengan didasarkan pada teori hukum kodrat (manusia punya akal dan hati nurani) dan teori sosiologi hukum (dimana ada masyarakat di situ ada hukum, hukum yang ada dalam masyarakat jumlahnya lebih banyak daripada hukum yang ditulis dan dikodifikasikan).
Terbentuknya hukum sipil hingga dalam bentuknya yang modern seperti sekarang ini sesungguhnya bukanlah suatu proses yang langsung dan sederhana. perkembangannya melibatkan revolusi intelektual yang kompleks, sehingga memunculkan cara berfikir baru mengenai hukum yang kemudian memiliki konsekuensi massal terhadap organisasi dan administrasi sistem hukum, aturan-aturan serta prosedur-prosedur subtantif hukum yang baru. Bila dilihat dari perspektif hukum publik, munculnya tradisi hukum sipil adalah hasil dari revolusi pemikiran terus menerus yang dimulai di Eropa pada masa peralihan abad ke-11, saat hukum Romawi direvitalisasi. Revolusi ini bisa terjadi karena ada sejumlah kekuatan intelektual yang berdampingan dengan datangnya berbagai tradisi intelektual dari penjuru dunia lain.[19]
Gejala yang menonjol dari upaya revolusi hukum saat itu adalah mensekulerkan hukum dengan memisahkan hukum dengan agama. Hukum tidak lagi didasarkan pada atau diambil dari doktrin, keyakinan atau otoritas agama, tapi didasarkan pada prinsip-prinsip rasional yang semua terpisah dari wilayah agama. Karakter pemikiran ini sesungguhnya sederhana tapi revolusioner untuk konteks saat itu, yaitu semua manusia tercipta setara. Dalam implementasinya, segala aspek hukum akan ditentukan dan diatur oleh negara sebagai agennya. Maka, tidak heran jika hukum sipil juga cenderung positivistik.[20]
Gerakan menuju sekularisasi di Eropa menjadi latar belakang tumbuhnya hukum sipil modern. Dan ketika kecenderungan untuk melihat Tuhan sebagai pencipta hukum telah hilang dari hati masyarakat, sumber-sumber sakral hukum pun harus diganti dengan sumber-sumber baru untuk mendukung keyakinan terhadap hukum sipil yang baru, yang diformulasikan oleh negara. Meskipun karakter tertulis dari hukum sipil tetap melekat, hukum menjadi bagian dari aparat negara dan akibatnya semenjak itu paham positivisme hukum semakin kuat.[21]
Dengan perekembangan era modern dan negara-negara di dunia telah merdeka, kekuasaan hukum pun sepenuhnya terletak pada otoritas negara. Dampaknya hukum sipil Romawi Jerman, yang sejak lama dianggap sebagai sumber hukum utama di Eropa kemudian disingkirkan, diresepsi, diambil sebagian atau bahkan diganti dengan hukum nasional yang sesuai dengan kondisi negara masing-masing.[22] Dewasa ini, beberapa negara di dunia yang sistematika hukumnya banyak dipengaruhi civil law system, juga mulai membuka diri untuk mengelaborasi dengan sistem hukum lain.[23]
C. Sistem Hukum Aglo Saxon
Sistem hukum Aglo Saxon mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dengan istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). Sistem Aglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika.[24]
Dalam konteks ini sistem hukum aglo saxon mempunyai tiga arti. Pertama, dalam arti yang sebenarnya yaitu bagian tertentu dari hukum Inggris, setelah dikeluarkan Equity, Statute Law dan Custom. Arti yang kedua, Common Law sebagai hukum yang terbentuk dalam putusan-putusan pengadilan, sedang arti yang ketiga, Common Law adalah sebagai lawan dari “Civil Law” yang dianut pada hukum Romawi (hukum dari Eropa Kontinental).
Dalam perkembangan sistem hukum ini, nampak adanya perbedaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental baik mengenai struktur hukumnya, sumber hukum, maupun mengenai pendekatan hukum dan sikap dari yuris. Sumber hukum dalam sistem hukum ini ialah putusan hakim/pengadilan. Dalam system hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim sangat luas. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku. Selain itu, bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis.[25]
Sistem hukum ini menganut doktrin yang dikenal dengan nama ”the doctrine of precedent/ Stare Decisis”. Doktrin ini pada intinya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden).
Dari struktur sistem Common Law (Inggris), dapat dirincikan dalam ciri-ciri berikut:
1) Klasifikasi hukum di Inggris tidak mengenal perbedaan yang prinsipil antara hukum publik dan hukum privat. Bidang-bidang hukum seperti hukum benda dan hukum perikatan tidak dikenal.
2) Yuris Aglo Saxon memandang hukumnya sebagai hukum yang terbentuk dengan keputusan pengadilan.
3) Mengenai sumber hukum yang berlaku di Inggris nampaknya berbeda dengan sumber hukum yang berlaku di Eropa Kontinental karena sumber hukum yang berlaku di Inggris adalah keputusan-keputusan Pengadilan (Case Law atau Judge-made Law). Perundang-undangan (Statute Law) hanya mempunyai tempat yang kedua sebagai sumber hukum dan peranannya terbatas pada mengoreksi dan melengkapi keputusan-keputusan Pengadilan.
4) Dalam sistem hukum Aglo Saxon sistem hukum yang dianut adalah “Unwritten Law” (tidak tertulis) sehingga tidak ada kitab-kitab hukum seperti halnya di Eropa Kontinental.
5) Tugas hakim dalam sistem Aglo Saxon selain menemukan dan merumuskan hukum juga merumuskan aturan-aturan hukum di dalam keputusan-keputusannya. Aturan-aturan hukum itu harus ditaati, kemudian dalam perkara yang inti masalahnya adalah sama, maka hendaknya diberlakukan sama pula (yurisprudensi).[26]
Namun, dalam perkembangannya, sistem hukum ini juga mengenal pembagian hukum publik dan hukum privat. Hukum privat dalam sistem hukum ini lebih ditujukan pada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik, hukum tentang orang, hukum perjanjian dan tentang perbuatan melawan hukum. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.
D. Sistem Hukum Islam
Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum modern di antara sistem hukum lainnya yang ada di dunia ini mempunyai sifat yang dinamis dan fleksibel sesuai dengan dinamika masyarakat, serta merupakan pedoman hidup yang hidup bagi umat Islam sepanjang masa. Kenyataan semacam ini sulit untuk dibantah karena apabila kita perhatikan perkembangan hukum Islam di beberapa negara di dunia ini.
Menurut Abdul Ghofur Anshori, pada mulanya para ahli hukum Islam berpendapat bahwa pengertian syariah dan fikih itu adalah sama, juga pengertian syariah (dalam artian luas) dengan dinul Islam memiliki makna yang sama, yaitu paham tentang ajaran-ajaran Islam secara keseluruhan. Namun pendapat ini dalam perkembangannya kemudian mengalami perubahan, yaitu para ahli hukum Islam memberikan pengertian yang berbeda dan spesifik antara syariah dan fikih, yakni syariah merupakan hukum Allah yang bersifat qath’i (absolut), sedangkan fikih, merupakan bagian (turunan) dari syariah yang bersifat dzanni (relatif).[27]
Dalam konteks itu, maka terdapat dua kata kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu yaitu istilah syari’at dan fiqih untuk memberikan pemahaman yang komprehensif.
a. Syari’at
Syariat atau syariah secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim. Syariat merupakan jalan hidup muslim. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Dilihat dari segi ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak baik hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.[28]
Karena norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam Alquran itu masih bersifat umum, demikian juga halnya dengan aturan yang ditentukan oleh Nabi Muhammad terutama mengenai muamalah, maka setelah Nabi Muhammad wafat, norma-norma hukum dasar yang masif bersifat umum itu perlu dirinci lebih lanjut. Perumusan dan penggolongan norma-norma hukum dasar yang bersifat umum itu ke dalam kaidah-kaidah yang lebih konkret tersebut dinamakan “ilmu fiqih”.
b. Fiqih
Dalam bahasa Arab perkataan fiqh yang ditulis fiqih artinya paham atau pengertian, dalam hubungan ini dapat juga dirumuskan (dengan kata-kata lain), ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam Alquran dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam sunnah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadis.[29] Perbedaan pokok antara syariat dan fiqh dapat diartikan sebagai berikut:[30]
c. Ciri-ciri Hukum Islam
Berdasarkan penelitian para ulama dapat disimpulkan ciri-ciri hukum Islam sebagai berikut:[31]
1) Hukum Islam bersumber kepada wahyu (Al-Qur’an dan Al-Sunnah).
2) Hukum Islam pelaksanaannya didorong oleh Aqidah dan akhlaq.
3) Pembalasan yang diperoleh dalam melaksanakan hukum Islam adalah dunia dan akhirat.
4) Tabiat kecenderungan hukum Islam adalah jama’ah.
5) Hukum Islam menerima perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.
6) Hukum Islam tidak dipengaruhi oleh hukum produk manusia, baik hukum Romawi maupun hukum lainnya.
7) Hukum Islam membawa kemaslahatan dan kebahagian hidup (rahmat bagi alam semesta).
8) Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu: a) syariah, dan b) fiqih. Syariah bersumber dari Wahyu (Al-Qur’an dan hadits), sedangkan fiqih adalah hasil pemahaman manusia terhadap Al- Qur’an dan hadits
9) Hukum Islam terdiri dari dua bidang utama, yaitu : 1) Hukum ibadah, dan 2) Hukum muamalah dari arti luas. Hukum ibadah bersifat tertutup karena telah sempurna dan hukum muamalah dalam arti luas bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat untuk itu dari masa ke masa.
10) Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala.
11) Hukum Islam dapat dibagi menjadi: a) Hukum taklifi, yaitu ahkamul hamsah (hukum yang lima), yaitu mubah (jaiz), sunah, makruh, wajib dan haram. b) Hukum wadh’i yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.
12) Hukum Islam bersifat universal (berlaku umum untuk umat Islam dimana pun berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat) dan hukum Islam bersifat abadi.
13) Hukum Islam menghormati martabat manusia sebagai kesatuan rohani dan jasmani serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan.
Dalam hukum Islam, hukum merupakan bagian dari agama, Ia mengatur tidak hanya beberapa bagian dari kehidupan manusia tetapi keseluruhannya. Ide hukum sebagai entitas yang mencakup segalanya menjadi karakter utama bagaimana Islam memandang kehidupan ini.[32] Sehingga dapat dipahami ketika sejak awal pembentukannya, hukum Islam dalam kenyataannya tidak pernah membedakan antara persoalan hubungan Tuhan (habl min Allah) maupun manusia-manusia (habl min al-nas). Termasuk hukum hubungan dengan sesama manusia Merupakan refleksi hubungan manusia dengan Tuhan. Konsep inilah yang sulit dipahami oleh sebagian besar orang Barat.[33]
Oleh karenanya hukum Islam dipahami sebagai institusi yang tidak berakar maupun dicangkokkan pada sosiologi. Hukum Islam merupakan sarana mengabdi kepada Tuhan, dan bukan kepada masyarakat meskipun pada aspek teknisnya sangat memahami kondisi masyarakat. Prinsip yang bekerja disini adalah, manusialah yang harus menaati hukum dan bukan hukum yang harus diciptakan sesuai dengan keinginan manusia. Oleh karena itu hukum Islam didesain sangat komprehensif dan berlaku sepanjang zaman.[34]
d. Sumber Hukum Islam
Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Dalam kepustakaan hukum Islam di tanah air kita, sumber hukum Islam, kadang-kadang disebut “dalil” hukum Islam atau “pokok” hukum Islam atau “dasar” hukum Islam.
Sumber-sumber hukum Islam adalah : 1) Al-Quran, 2) Assunah (Al-Hadis) serta 3) Akal pikiran (Al-ra’yu atau Ijtihad) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena pengetahuan dan pengalamannya, dengan mempergunakan berbagai jalan (metode) atau cara diantaranya adalah (a) ijmak, (b) qiyas (c) istidal, (d) al-masalih al-mursalah, (e) istihsan, (f) istishab, dan (g) urf .[35]
1) Al-Quran
Alquran adalah sumber hukum Islam pertama dan utama. Ia memuat kaidah-kaidah hukum fundamental (asasi) yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut.
Alquran adalah kitab suci yang memuat wahyu (firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Makkah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagian di akhirat kelak.
2) As-sunah atau Al-hadis
As-sunnah atau Al-hadis adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah) Rasullulah yang tercatat dalam kitab-kitab hadis. Ia merupakan penafsiran serta penjelasan otentik tentang Alquran. Seorang Muslim yang baik akan selalu mempergunakan Alquran dan As-sunnah atau Al-hadis sebagai pengangan hidupnya, mengikuti pesan nabi pada waktu melakukan haji perpisahan sebelum beliau wafat “Kutinggalkan pada kalian dua pusaka yang sangat berharga. Kalian tidak akan sesat selama-lamanya selama kalian berpengang teguh kepada kedua pusaka yang sangat berharga itu yaitu Alquran dan Sunnahku”
3) Akal pikiran (Al-ra’yu atau Ijtihad)
Sumber hukum Islam ketiga adalah akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan yang ada padanya memahami kaidah-kaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam Alquran, kaidah-kaidah hukum yang bersifat umum yang terdapat dalam Sunnah nabi dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang dapat diterapkan pada suatu kasus tetentu. Atau berusaha merumuskan garis-garis atau kaidah-kaidah hukum yang “pengaturannya” tidak terdapat di dalam kedua sumber utama hukum Islam itu.
1. Di lihat dari jumlah pelakunya ijtihad dapat dibagi 2 (dua) yakni:
a. Ijtihad individual (ijtihad fardi) adalah ijtihad yang dilakukan oleh seorang mujtahid (orang yang berijtihad) saja.
b. Ijtihad kolektif (ijtihad kolektif) adalah ijtihad yang dilakukan bersama-sama oleh banyak ahli tentang satu persoalan hukum tertentu
2. Di lihat dari objek atau lapangannya, ijtihad dapat dilakukan terhadap:
a. Persoalan-persoalan hukum yang zhanni sifatnya.
b. Hal-hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Alquran dan Al-hadis.
c. Mengenai masalah-masalah hukum baru yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain di antaranya:
1. Ijmak
Ijmak adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa. Persetujuan itu diperoleh dengan suatu cara di tempat yang sama.
2. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Alquran dan As-sunnah dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Alquran dan Sunnah rasul (yang terdapat dalam kitabkitab hadis) karena persamaan illat (penyebab atau alasan) nya. Qiyas adalah ukuran, yang dipergunakan oleh akal budi untuk membanding suatu hal dengan hal lain.
3. Istidal
Istidal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan. Misalnya menarik kesimpulan dari adatistiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat yang telah lazim dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan hukum Islam (gono-gini atau harta bersama) dan hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam tetapi tidak dihapuskan oleh syariat Islam, dapat ditarik garis-garis hukumnya untuk dijadikan hukum Islam.
4. Masalih al-mursalah
Masalih al-mursalah adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik di dalam Alquran maupun dalam kitab-kitab hadis, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
5. Istihsan
Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Istihsan merupakan motede yang unik dalam mempergunakan akal pikiran dengan mengesampingkan analogi yang ketat dan bersifat lahiriah demi kepentingan masyarakat dan keadilan.
6. Istisab
Istisab adalah menetapkan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya. Atau perkataan lain dapat dikatakan istisab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya.
7. Urf (Adat istiadat)
Urf adalah yang tidak bertentangan dengan hukum Islam dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Adat-istiadat ini tentu saja yang berkenaan dengan soal muamalah.
E. Sistem Hukum Adat
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, Korea, India, dan Tiongkok. Sistem hukum adat merupakan sistem hukum yang otentik bersumber dari tradisi bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
Ada dua pendapat mengenai asal kata adat ini. Di satu pihak ada yang menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab ‘adah yang berarti kebiasaan atau dalam bahasa Inggris Customary Law. Sedangkan menurut Prof Amura, istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta karena menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.
Menurut Ratno Lukito, adat memiliki padanan kata dengan ‘Urf dalam bahasa Arab. Namun, penjabaran makna adat sedikit rumit, dan harus dibedakan menjadi 3 (tiga) aspek: Pertama, istilah adat dapat merujuk pada; hukum, aturan, ajaran, moralitas, tindakan yang menyesuaikan diri dengan masyarakat, dll. Kedua, istilah adat digunakan terutama berkaitan dengan praktik kebiasaan yang berlaku di daerah tertentu. Ketiga, istilah adat tidak hanya menyangkut aspek sosiologis dan antropologis, tetapi juga tetapi juga normatif.[36]
Istilah hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Snouck Hurgrounje seorang sarjana Belanda pada 1894. Sebelum istilah Hukum Adat berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Snouck Hurgrounje dalam bukunya de atjehers (Aceh) menyebut hukum rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah adat recht de atjehers.
Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Cornelis van Vollenhoven, seorang sarjana pada Universitas Leiden Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933. Kemudian perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri Belanda), pada pasal 134 ayat (2).
Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum adat tidak dikenal adanya. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam suatu sistem keilmuan. Dan dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law.
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat diartikan sebagai hukum kebiasaan.[37] Menurutnya hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat dan hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.[38]
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akibat hukum (das sein das sollen). Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.[39]
Supomo dan Hazairin membuat kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain. Hubungan yang dimaksud termasuk keseluruhan kelaziman dan kebiasaan dan kesusilaan yang hidup dalam masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh masyarakat. Termasuk juga seluruh peraturan yang mengatur sanksi terhadap pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan para penguasa adat. Penguasa adat adalah mereka yang mempunyai kewibawaan dan yang memiliki kekuasaan memberi keputusan dalam suatu masyarakat adat. Keputusan oleh penguasa adat, antara lain keputusan lurah atau penghulu atau pembantu lurah atau wali tanah atau kepala adat atau hakim.
Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat.
1. Hukum adat lahir dan dipelihara oleh Keputusan-keputusan warga masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang Keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidak-tidaknya ditoleransi.[40]
2. Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut.Keputusan tersebut tidak hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga di luar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.[41]
Sistem Hukum adat Indonesia merupakan hukum non statutair, dimana sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum adat itu melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asasasas hukum dalam lingkungan dimana perkaranya diputus.
Sistem hukum adat pada dasarnya adalah cerminan dari apa yang diyakini seseorang sebagai cara hidup yang benar sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan mereka. Dalam bentuk tradisionalnya hukum adat dicirikan oleh model penyampaiannya yang tidak tertulis dalam kehidupan komunitas. Kekhasan hukum adat pada tradisi lisannya. Melalui tradisi lisan inilah karakter hukum adat itu dilestarikan dan melalui tradisi ini pula hubungan antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan dipertahankan.[42]
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia dewasa ini, memang masih mengalami problematika yang kompleks. Misalnya dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan kaitannya dengan tuntutan masyarakat adat terkait tanah ulayat. Meskipun pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Namun, hingga saat ini implementasinya masih sangat lemah dan menghadapi banyak problem.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap “hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat” sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi:
1. Penyamaan persepsi mengenai “hak ulayat” (Pasal 1).
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4).
Dengan demikian, Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama, dan hukum adat. Dalam praktiknya sebagian masyarakat juga masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya sebagai hukum yang hidup dan terus tumbuh.
BAB III. PENUTUP
A. Simpulan
Mempelajari Ilmu Hukum sangatlah penting, karena Hukum secara subtantif mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia. Salahsatu bagian pelajaran Ilmu Hukum, yakni Sistem Hukum. Sistem hukum adalah keseluruhan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Sistem hukum yang ada di dunia ini tidak hanya satu tetapi terdiri dari beberapa sistem hukum. Dari berbagai sistem hukum itu, ada beberapa sistem hukum yang dipandang dapat menwakili sistem hukum lainnya sekaligus memberi implikasi pembangunan hukum di Indonesia, antara lain: Sistem hukum Eropa Kontinental, Sistem hukum Aglo Saxon, sistem Hukum Islam, dan sistem hukum adat.
Oleh karena sistem hukum Eropa Kontinental pada mulanya berasal dari sistem Hukum Romawi Jerman, maka lazim pula disebut hukum Romawi Jerman, sedangkan sistem Hukum Aglo Saxon pada dasarnya berasal dari sistem hukum Inggris, maka lazim pula disebut sistem Common Law, sedangkan sistem hukum Islam tetap berdiri sendiri sebagai sistem hukum yang berdasarkan pada kitab Suci Al-Qur’an. Sementara sistem hukum adat bersumber pada nilai-nilai adat di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama, dan hukum adat.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian. Penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis terbuka hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna perbaikan kedepannya.
Sedikit pengetahuan yang disampaikan ini semoga bisa menjadi besar manfaatnya, dan dapat berguna untuk pengembangan diri maupun pengamalan yang baik dalam kehidupan sehari-hari sehingga apa yang diharapkan bisa dengan mudah didapatkan dan juga membahagiakan.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso AZ, Lukman. dan Yahyanto. 2014. “Pengantar Ilmu Hukum”. e-book: Yogyakarta.
[1] Said Sampara dkk, Buku ajar Pengantar Ilmu Hukum, (Totalmedia, Yogyakarta, 2009). h. 97.
[2] Otje Salman & Anthon F. Susanto, Teori Hukum; Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung: Refika Aditama, 2004), h. 86.
[3] Muzayyin Mahbub, dkk (ed.), Dialektika pembaharuan Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: Setjen Komisi Yudisial, 2012), h. 22.
[4] Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: PT Alumni, 1991), h.56.
[5] Otje Salman & Anthon F. Susanto, Teori Hukum..., Op. Cit., h. 90.
[6] Steve Hyasantrix, “Hukum dalam perspektif Austin dan Hart,” dalam www.kompasiana.com, (akses 9 Februari 2014).
[7] Noor Aziz Said, “Aspek-Aspek Sosiologik Sistem Hukum Nasional,” dalam Jurnal Dinamika Hukum, (Vol 10. No. 3 September 2010), h. 227.
[8] Ibid.
[9] Sudikno Mertokusumo, op.cit. h. 160.
[10] Muzayyin Mahbub, dkk (ed.), Loc. Cit.
[11] Said Sampara dkk. Op. Cit., h. 98.
[12] Ibid.
[13] Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, (Jakarta: Alvaber, 2010), h. 116.
[14] “Sistem Hukum Sipil,” dalam www.Kamus Bisnis.com, (akses 11 Februari 2014).
[15] Misalkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dll.
[16] Mustaghfirin, Op. Cit., h. 91.
[17] Ibid.
[18] Ibid., h. 92.
[19] Ratno Lukito, Hukum...,Op. Cit., h. 117.
[20] Ibid., h. 118-119.
[21] Ibid., h. 120.
[22] Ibid., h. 121.
[23] Negara-negara dengan civil law yaitu: Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Brasil, Chili, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Guatemala, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Kolombia, Kroasia, Latvia, Lituania, Luxemburg, Makau, Meksiko, Norwegia, Panama, Perancis, Peru, Polandia, Portugal, Rusia, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Thailand, Taiwan, Vietnam, Yunani, dan beberapa negara bekas jajahan Belanda, Prancis dan Portugis. Lihat “Sistem Hukum di Dunia,” dalam http://id.wikipedia.org, (akses 9 Februari 2014).
[24] Satjibto Rahadjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2000), h. 256.
[25] Ibid., h. 258.
[26] Hasanuddin AF. dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pustaka Alhusna Baru, 2004), h. 139-140.
[27] Abdul Ghofur Ansori, Hukum Islam; Dinamika dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2008), h. 15-18.
[28] Mohammad Daud Ali, Hukum Islam “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia” Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal. 46.
[29] Ibid. Hal. 48.
[30] Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006), h. 13.
[31] Ibid. h. 18
[32] Ratno Lukito, Hukum...,Op. Cit., h. 76.
[33] Ibid., h. 77.
[34] Ibid., h. 79.
[35] Mohammad Daud Ali. Op.cit. h. 78.
[36] Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, (Jakarta: Pustaka Alfabet, 2008), h. 32.
[37] Noor Ipansyah Jastan, dan Indah Ramadhansyah. Hukum Adat. h. 15.
[38] Ratno Lukito, Op. Cit., h. 36.
[39] Ibid.
[40] Ter Haar, Peradilan Lanraad berdasarkan Hukum Tak Tertulis. Dalam pidato Dies Natalies. 1930. Lihat pula Djamali Abdoel R, Pengantar hukum Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993).
[41] Ibid.
[42] Ratno Lukito, Op. Cit., h. 44.
Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.
Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.