Pendidikan Pancasila: Makalah Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Masyarakat Indonesia dewasa ini sudah menerima pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka. Hal itu pernah ditegaskan oleh mantan Menteri Sekretaris Negara Indonesia periode Kabinet Pembangunan V (1988–1993) dan Kabinet Pembangunan VI (1993–1998) Letnan Jenderal TNI (Purn.) Moerdiono di dalam ceramahnya di depan para peserta penataran calon Manggala BP-7 Pusat Angkatan VII di Istana Bogor beberapa tahun silam.

KULIAH

Yogi Triswandani

11/10/202310 min baca

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia dewasa ini sudah menerima pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka. Hal itu pernah ditegaskan oleh mantan Menteri Sekretaris Negara Indonesia periode Kabinet Pembangunan V (1988–1993) dan Kabinet Pembangunan VI (1993–1998) Letnan Jenderal TNI (Purn.) Moerdiono di dalam ceramahnya di depan para peserta penataran calon Manggala BP-7 Pusat Angkatan VII di Istana Bogor beberapa tahun silam. Walaupun demikian, mantan Mensesneg juga mengingatkan, keterbukaan ideologi Pancasila pada tataran nilai instrumental tidak berarti bahwa bangsa Indonesia juga membuka diri kepada wawasan paham komunisme.

Peringatan mantan Mensesneg tersebut memang tepat, sehingga perlu diperhatikan. Perkembangan di Eropa Timur akhir-akhir ini memang menjadi indikator dan bukti yang jelas, betapa bangkrutnya paham komunisme itu. Lagipula, falsafah dan pandangan yang dijadikan dasar serta titik tolaknya, seperti atheisme dan materialisme, jelas bertentangan dengan falsafah dan pandangan hidup bangsa kita, yaitu Pancasila. Dengan demikian, terbuka tidak berarti menerima apa saja. Keterbukaan yang dimaksudkan di sini ialah keterbukaan yang kritis dan selektif, sedangkan kriteria yang harus digunakan untuk itu adalah Pacansila itu sendiri, bukan ajaran atau paham lain. Dengan perkataan lain, keterbukaan Pancasila, bagaimanapun bukan keterbukaan yang tanpa batas. Dan batasnya itu tidak lain dan tidak bukan adalah Pancasila itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Di dalam tulisan ini hendak dicoba pemahaman lebih lanjut yang dijadikan rumusan masalah, diantaranya:

1. Apa makna dan hakikat ideologi, dan sehubungan dengan watak-watak yang dimilikinya.

2. Pengelompokkan ideologi dengan perbedaannya.

3. Pancasila dan kedudukannya sebagai ideologi terbuka.

C. Tujuan Pembuatan Makalah

Makalah ini dibuat sebagai jawaban atas tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila. Adapun pembahasan tentang Pancasila sebagai Ideologi Terbuka yang penulis susun dalam makalah ini mempunyai tujuan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi, dan bermartabat agar:

1. Mengetahui arti ideologi.

2. Mengetahui makna dari Pancasila sebagai Ideologi Terbuka dan sehubungan dengan watak-watak yang dimilikinya.

3. Menambah wawasan mahasiswa tentang keterbukaan Ideologi Pancasila.

4. Melaksanakan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Pancasila pada kehidupan sehari-hari.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Makna dan Hakikat Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita. Sedangkan logos berarti ilmu. Secara harfiah: ideologi berarti ilmu pengetahuan mengenai ide-ide atau gagasan. Ideologi merupakan cerminan cara berpikir orang atau masyarakat yang kemudian mengantarkan masyarakat menuju cita-citanya dan menjadi suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk mewujudkannya. Karena itu, makin mendalam kesadaran ideologis seseorang, makin tinggi pula komitmen untuk melaksanakannya. Komitmen ini akan tercermin dalam sikap seseorang yang menyakini ideologinya sebagai ketentuan yang mengikat. Seseorang harus menyakini ideologinya sebagai ketentuan yang mengikat sehingga ditaati dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat.

Unsur yang memberi batasan tentang ideology (Herdiawanto,dkk, 2019):

a. sekumpulan ide atau gagasan

b. tersusun secara sistematis

c. bersumber dari pikiran manusia

d. mempunyai tujuan dan arah yang jelas

Tiga Unsur esensial yang termuat dalam ideology (Koento Wibisono Siswomihardjo):

a. Keyakinan

b. Mitos

c. loyalitas

Fungsi Ideologi adalah sebagai berikut:

a. Menjadi pedoman bagi individu, masyarakat, atau bangsa, untuk berpikir, melangkah, dan bertindak.

b. Menjadi kekuatan yang mampu memberi semangat dan motivasi bagi individu, masyarakat, dan bangsa untuk mencapai tujuan.

c. Menjadi upaya dalam menghadapi berbagai persoalan masyarakat dan bangsa dalam aspek kehidupan.

Terdapat cukup banyak definisi tentang ideologi. Di dalam tulisan ini, dengan mempertimbangkan berbagai definisi yang ada, ideologi diartikan sebagai suatu sistem rancangan dasar tentang keadaan yang ideal yang hendak dicapai untuk menggantikan keadaan yang tidak memuaskan (baik pada masa lampau maupun masa kini) beserta jalan (strategi dan metode) untuk mencapainya, berdasarkan interpretasi atas keadaan yang tidak memuaskan itu, dengan bertolak dari suatu pandangan falsafah/pandangan hidup tertentu sebagai presuposisinya.

Definisi yang diberikan di sini agak panjang dengan harapan kiranya definisi tersebut dapat mencakup secara lebih lengkap dan menyeluruh berbagai pengertian dan aspek yang biasanya dikaitkan dengan ideologi. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa sebagai suatu sistem, ideologi merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh dan matang. Ada sedikitnya tiga faktor di dalam pematangan pemikiran ideologi. Pertama, ia berpijak pada kenyataan, pada keadaan kongkret, pada kehidupan manusia/masyarakat yang riil. Kedua, ideologi lahir di bawah pengaruh atau rangsangan pemikiran/ideologi lain yang telah terlebih dahulu ada. Ketiga, ideologi bertolak dari suatu presuposisi pandangan hidup/pandangan falsafati tertentu (jadi sesuatu yang abstrak).

Dalam proses pematangan pemikiran ideologi tersejadi interaksi yang dialektis di antara ketiga faktor tersebut. Jadi, karena bertitik tolak dari suatu presuposisi pandangan hidup/filsafat tertentu, didalam menginterpretasi dan mengevaluasi keadaan masa lampau dan kini, maupun didalam merumuskan keadaan ideal yang dicita-citakan, ideologi akan menggunakan presuposisi tersebut sebagai acuan kriterianya.

Pada sisi lain, karena berpijak pada kenyataan, yaitu keadaan kongkret yang dihadapi, termasuk pemikiran-pemikiran/ideologi lain yang ada, ideologi tidak hanya berpikir abstrak-falsafati yang telah dipunyainya sendiri saja, melainkan harus pula memperhatikan realitas yang ada tersebut. Dengan perkataan lain, agar ideologi dapat benar-benar berfungsi secara tepat dan efektif, ia perlu membuka diri terhadap realitas keadaan yang ada dan dihadapinya.

Walaupun demikian perlu disadari bahwa faktor presuposisi itu memegang peranan dan pengaruh yang paling besar dan menentukan dibandingkan dengan peranan dan pengaruh dari kedua faktor yang lain. Karena, faktor presuposisi boleh dikatakan merupakan “jiwa” yang membentuk identitas dan menjadi “warna” ideologi. Mengubah atau menggantikan unsur-unsur dasar presuposisi dengan unsur-unsur lain, apalagi yang justru bertentangan dengannya, berarti mengubah seluruh bangunan pemikiran ideologi. Dengan kata lain, merumuskan suatu ideologi baru.

Dengan demikian, keterbukaan ideologi sebagai akibat dari sikap yang mau menerima dan menyerap unsur-unsur yang berasal dari realitas keadaan dibatasi oleh seberapa jauh unsur-unsur yang menerima dan diserap itu tidak mengubah atau menggeser unsur-unsur dasar yang menjadi presuposisi dari ideologi tersebut.

B. Watak Ideologi

Berdasarkan uraian di atas, dapat dicatat beberapa watak yang dimiliki oleh ideologi. Pertama, interpretasi dan evaluasi terhadap keadaan kongkret dengan menggunakan kriteria yang bersumber pada presuposisi falsafati, ideologi berwatak sebagai suatu pandangan hidup. Sebagai pandangan hidup, ideologi memberikan pandangan dasar tentang manusia dan kehidupannya. Di atas pandangan dasar itulah disusun rancangan dasar tentang keadaan dan kehidupan manusia yang ideal dan juga jalan (strategi dan metode) untuk mewujudkan yang ideal itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ideologi merupakan teori tentang kehidupan yang ideal dan jalan untuk mewujukan yang ideal itu. Berkaitan dengan itu, jelas ideologi menuntut keyakinan dan ketaatan dari para pengikutnya.

Kedua, berawal dari pandangan hidup, ideologi mempunyai watak sebagai suatu sistem nilai. Karenanya, ideologi berfungsi memberi motivasi moral kepada penganutnya untuk berbuat, berjuang, mengabdi, dan berkorban demi terwujudnya ideologi.

Ketiga, karena merupakan pandangan hidup yang mengandung cita-cita kehidupan yang ideal, maka ideologi berwatak sebagai pemberi harapan. Berkaitan dengan itu ideologi juga berfungsi sebagai sumber optimisme di dalam menghadapi persoalan masa kini dan masa depan.

Keempat, ideologi mengandung dalam dirinya rancangan dasar mengenai jalan untuk mewujudkan ide-ide yang dipegang. Karenanya, ia menjadi landasan dan pedoman bagi penyusunan program-program kehidupan dan kegiatan di bidang-bidang sosial, ekonomi, pemerintahan dan sebagainya. Bersamaan dengan itu ideologi juga berfungsi sebagai kriteria evaluatif bagi perencanaan dan pelaksanaan program-program yang ada.

Kelima, sebagai pandangan hidup yang menuntut keyakinan yang dengan sistem nilainya memberi motivasi moral untuk berbuat, yang memberikan optimisme dan yang sekaligus juga menjadi landasan program, maka ideologi juga berwatak mempersatukan para penganutnya. Dalam hal suatu ideologi sudah diterima menjadi ideologi negara, watak mempersatukan itu sangat penting artinya untuk membawa warga negara dan kelompok-kelompok warganegara dengan latar belakang pandangan hidup dan pemikiran yang berbeda-beda itu di dalam satu kehidupan bersama yang tenteram dan harmonis.

Keenam, sebagai suatu pandangan hidup yang mendasarkan diri pada presuposisi falsafati beserta ajaran-ajaran yang ditarik darinya, ideologi juga memiliki watak cenderung untuk tertutup. Namun di pihak lain, mengingat bahwa ideologi juga berpijak pada realitas kongkret, maka ia juga berwatak terbuka. Ketegangan dialektis antara ketertutupan dan keterbukaan itu akan selalu mewarnai ideologi dan merupakan pergumulan terus-menerus yang harus diselesaikan dengan baik.

C. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup

Ideologi dapat dibedakan menjadi ideologi terbuka dan tertutup.Ideologi terbuka adalah ideologi dengan ajaran atau nilai-nilai yang tidak kaku, terbuka, dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Ciri khas ideologi terbuka bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, akan tetapi digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakatnya sendiri. Dalam hal ini, Indonesia menganut sistem ideologi terbuka.

Sedangkan ideologi tertutup adalah ideologi yang memuat ajaran dengan nilainya bersifat mutlak, dogmatis dan apriori. Mutlak maksudnya ajarannya harus dilaksanakan secara total, kaku, serta dipaksakan tanpa harus disesuaikan dengan konteks atau perkembangan zaman. Dogmatis berarti mempercayai sesuatu keadaan tanpa data yang valid, sedangkan Apriori berarti berprasangka terlebih dahulu akan suatu keadaan.

Perbedaan Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup (menurut Kaelan, 2004) adalah sebagai berikut:

1. Ideologi Terbuka

a. Nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar.

b. Nilai-nilai dan cita-cita digali dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat sendiri.

c. Hasil musyawarah dan konsensus Masyarakat.

d. Milik seluruh rakyat sehingga dapat sekaligus sebagai kepribadian Masyarakat.

e. Isinya yang tidak operasional menjadi operasional apabila diwujudkan dalam konstitusi.

f. Bersifat dinamis dan reformis

2. Ideologi Tertutup.

a. Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam Masyarakat.

b. Merupakan cita-cita satu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbarui Masyarakat.

c. Dibenarkan atas nama ideology bahwa masyarakat harus berkorban.

d. Kepercayaan dan kesetiaan ideologis yang kaku.

e. Bukan berupa nilai-nilai dan cita-cita.

f. Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.

g. Adanya ketaatan yang mutlak, bahkan terkadang menggunakan kekuatan dan kekuasaan.

D. Pancasila Sebagai Ideologi

Secara teoritis kaitan Pancasila dengan ideologi dapat terjadi melalui dua pemahaman. Yang pertama, Pancasila berfungsi sebagai dasar ideologi, dimana ideologi itu disusun dan dirumuskan berdasarkan Pancasila. Yang kedua, Pancasila itu sendirilah yang menjadi ideologi. Dalam hal ini kita berbicara mengenai Pancasila sebagai ideologi. Yang terjadi sekarang ialah pemahaman yang kedua. Artinya, kita memberlakukan Pancasila tidak hanya sebagai dasar untuk menyusun ideologi negara/bangsa. Melainkan Pancasila itu sendirinya yang menjadi ideologi negara/bangsa. Karenanya, kita berbicara mengenai Pancasila sebagai ideologi.

Sebagai suatu ideologi, Pancasila di dalam pematangannya juga mengandung tiga faktor yang telah disebutkan di atas, yaitu mempunyai presuposisi falsafati tertentu, berpijak pada kenyataan dan berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran lain yang ada. Selain dari itu, Pancasila sebagai ideologi juga memiliki watak-watak seperti telah disebutkan tadi. Yaitu, sebagai pandangan hidup, sistem nilai, pemberi harapan, program, pemersatu, dan berada di dalam ketegangan dialektis antara ketertutupan dan keterbukaan.

Dengan memahami arti dan konsekuensi umum dari hakikat ideologi seperti terpapar tadi, serta mengacu kepada realitas sejarah mengenai kedudukan dan fungsi-fungsi Pancasila dan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini, kiranya jelas bahwa di dalam upaya mewujudkan Pancasila ideologi bangsa dan negara, perlu diperhatikan dan diperhitungkan watak-watak yang ada pada setiap ideologi, seperti telah dikemukakan di atas.

Berdasarkan hal itu kiranya juga jelas bahwa sebagai ideologi, Pancasila itu harus terbuka. Namun keterbukaan juga ada batasnya. Pembatasan itu tak lain dan tak bukan adalah presuposisi dan prinsip-prinsip dasar ataupun sila-sila dari Pancasila itu. Kalau presuposisi dan prinsip-prinsip dasar dari Pancasila itu diubah atau diganti (meskipun hanya sebagian), maka kita tidak dapat berbicara lagi mengenai ideologi Pancasila, karena dengan demikian sebenarnya sudah terjadi suatu yang lain. Apakah Pancasila sebagai ideologi sudah terumuskan secara lengkap dan menyeluruh sekarang ini? Itu merupakan masalah lain, dan menurut penulis dengan melihat fakta-fakta yang ada seolah menunjukkan belum seutuhnya, meskipun sebenarnya bahan-bahan untuk itu sudah cukup banyak.

E. Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai Ideologi negara Indonesia melalui proses musyawarah dari berbagai golongan masyarakat disebut sebagai ideologi terbuka, karena Pancasila bisa menyesuaikan diri menghadapi berbagai zaman tanpa harus mengubah nilai fundamentalnya. Berdasarkan Pasal 1 Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 : Pancasila dalam Pembukaan UUDNRI Tahun 1945 adalah dasar negara dari NKRI harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan negara.

Menurut Koento Wibisono Siswomihardjo, 1996, ada 3 aspek yang telah dipenuhi Pancasila sebagai suatu ideologi:

1. Aspek Realitis: Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan realitas yang tumbuh dan berkembang dalam Masyarakat

2. Aspek Idealitas: Kadar idealism yang terkandung dalam Pancasila mampu menumbuhkan motivasi dan gairah kepada subjek pendukungnya

3. Aspek fleksibilitas: Pancasila tetap relevan dan tetap fungsional dalam kenyataan hidup.

Sementara Makna Pancasila sebagai Ideologi Nasional adalah sebagai berikut (Winarto, 2006):

1. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normative penyelenggara negara.

2. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu atau sarana integrase masyarakat Indonesia.

Pancasila sebagai Ideologi Terbuka mengandung nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis (Ishaq, 2021), adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Nilai Dasar : Nilai-nilai dasar ini merupakan esensi dari sila-sila Pancasila (nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, nilai keadilan) yang bersifat universal sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar.

2. Nilai Instrumental yaitu nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.

3. Nilai Praksis yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari.

Adapun sebagai Ideologi terbuka, secara struktural, Pancasila memiliki Dimensi Idealitas, Normatif dan Realistas (Al Hakim, dkk 2016):

1. Dimensi Idealitas/Idealisme dalam Pancasila adalah nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh. Dalam hal ini adalah nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan).

2. Dimensi Normatif dalam Pancasila adalah penjabaran nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila , Pancasila berkedudukan sebagai norma tertib hukum tertinggi dalam Negara Indonesia.

3. Dimensi Realitas dalam Pancasila maksudnya suatu ideology harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Namun, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar. Lembaga BP-7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila), menyatakan batas-batas tersebut sebagai berikut:

1. Stabilitas nasional yang dinamis.

2. Larangan terhadap ideology marxisme, leninisme, komunisme.

3. Mencegah berkembangnya paham liberal.

4. Larangan terhadap pandangan ekstrem yang menggelisahkan kehidupan Masyarakat.

5. Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat Indonesia dewasa ini sudah menerima pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka. Namun demikian, terbuka tidak berarti menerima apa saja. Keterbukaan yang dimaksudkan di sini ialah keterbukaan yang kritis dan selektif, sedangkan kriteria yang harus digunakan untuk itu adalah Pacansila itu sendiri, bukan ajaran atau paham lain. Dengan perkataan lain, keterbukaan Pancasila, bagaimanapun bukan keterbukaan yang tanpa batas. Dan batasnya itu tidak lain dan tidak bukan adalah Pancasila itu sendiri.

Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, akan tetapi digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakatnya sendiri. Pancasila sebagai Ideologi negara Indonesia melalui proses musyawarah dari berbagai golongan masyarakat disebut sebagai ideologi terbuka, karena Pancasila bisa menyesuaikan diri menghadapi berbagai zaman tanpa harus mengubah nilai fundamentalnya. Hal itu juga dikarenakan Pancasila sudah memenuhi aspek-aspek ideologi, makna dan kandungan, nilai-nilai dan dimensi, serta batasan-batasan yang telah ditentukan.

B. Saran

Bagi civitas akademika manapun, ini adalah kesempatan terbaik dan terbatas untuk bisa fokus mempelajari, dan memahami Pancasila sebagai Ideologi Terbuka mengingat konsep dan fasilitas sedang membersamai pembelajaran.

Makalah ini tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh sehubungan dengan makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca agar memberikan kritik maupun saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Warganegara.org. (1990, 25 Juni). Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka. Diakses pada 9 Nopember 2023, dari https://www.warganegara.org/blog/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka/

Tribun-medan.com. (2021, 26 Nopember). Pengertian Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup Beserta Dimensi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. Diakses pada 9 Nopember 2023, dari https://medan.tribunnews.com/2021/11/26/pengertian-ideologi-terbuka-dan-ideologi-tertutup-beserta-dimensi-pancasila-sebagai-ideologi-terbuka?page=3

Rina Santi, Lilis. (2023, 27 Juli). Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka (kelas IX). Diakses pada 9 Nopember 2023, darihttps://lilisrinasanti.smk2pekalongan.sch.id/read/70/pancasila-sebagai-ideologi-terbuka-kelas-xi

Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.