Pendidikan Pancasila: Makalah Konsep dan Urgensi Pancasila untuk Mengatasi Perubahan Sosial, Korupsi, Degradasi Moral, dan Kesenjangan Sosial

Nilai-nilai Pancasila sebagai palsafah bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai. Selengkapnya, tetaplah bersama situs web kami!

KULIAH

Yogi Triswandani

10/11/202313 min baca

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila sebagai palsafah bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, sebagai contoh:

1. Percaya kepada Tuhan dan toleran,

2. Gotong royong,

3. Musyawarah,

4. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.

Manifestasi prinsip gotong royong dan solidaritas misalnya secara konkret dapat dibuktikan dalam bentuk pembayaran pajak yang dilakukan warga negara atau wajib pajak. Alasannya jelas bahwa gotong royong didasarkan atas semangat kebersamaan yang terwujud dalam semboyan filosofi hidup bangsa Indonesia “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Konsekuensinya, pihak yang mampu harus mendukung pihak yang kurang mampu, dengan menempatkan posisi pemerintah sebagai mediator untuk menjembatani kesenjangan. Pajak menjadi solusi untuk kesenjangan tersebut. Nilai-nilai Pancasila berdasarkan teori kausalitas yang diperkenalkan Notonagoro (kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien, kausa finalis), merupakan penyebab lahirnya negara kebangsaan Republik Indonesia, maka penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dapat berakibat terancamnya kelangsungan negara.

Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia, sebagai dasar negara, falsafah, dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Mata kuliah Pendidikan Pancasila diberikan karena adanya kesadaran akan perlunya pendidikan yang berkesinambungan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Diharapkan dengan pemahaman yang semakin mendalam akan nilai-nilai Pancasila, generasi muda dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Pancasila juga diberikan karena banyak fakta penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik individual maupun kolektif sebagai bangsa.

Penyimpangan nilai-nilai Pancasila dapat disaksikan di semua bidang kehidupan, dari semua kelas sosial, dan di hampir semua profesi. Fakta paling jelas adalah tindak korupsi yang dilakukan di semua lini, antah itu pejabat pemerintah maupun institusi pemerintah dan swasta. Selain kasus korupsi, patut disebutkan pula beberapa gejala yang mencerminkan kemerosotan penghayatan nilai-nilai Pancasila, seperti kerusuhan dan sengketa berlatarbelakang SARA, kekerasan dalam rumahtangga, kesenjangan ekonomi, ketidakmampuan golongan rendah untuk masuk jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi, berbagai macam dan tingkat kriminalitas, diskriminasi perempuan, dan UU dan peraturan daerah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dan masih banyak lagi hal lainnya.

B. Rumusan Masalah

Munculnya permasalahan yang mendera Indonesia, memperlihatkan telah tergerusnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, perlu diungkap berbagai permasalahan di negeri tercinta ini yang menunjukkan pentingnya mata kuliah pendidikan Pancasila. Sebahagian permasalahan tersebut diantaranya:

1. Masalah perubahan sosial.

2. Masalah korupsi.

3. Masalah degradasi moral.

4. Masalah kesenjangan sosial.

C. Tujuan Pembuatan Makalah

Makalah ini dibuat sebagai jawaban atas tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila. Adapun pembahasan tentang konsep dan urgensi Pendidikan Pancasila yang penulis susun dalam makalah ini mempunyai tujuan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi, dan bermartabat agar:

1. Menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur;

3. Memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan bertanggung jawab sesuai hati nurani;

4. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni; serta

5. Mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan berkesejahteraan bagi bangsanya.

BAB II. PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan Pancasila

Sebagaimana diketahui, Pendidikan Pancasila mengalami pasang surut dalam pengimplementasiannya. Apabila ditelusuri secara historis, upaya pembudayaan atau pewarisan nilai-nilai Pancasila tersebut telah secara konsisten dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang. Namun, bentuk dan intensitasnya berbeda dari zaman ke zaman. Pada masa awal kemerdekaan, pembudayaan nilai-nilai tersebut dilakukan dalam bentuk pidato-pidato para tokoh bangsa dalam rapat-rapat akbar yang disiarkan melalui radio dan surat kabar. Kemudian, pada 1 Juli 1947, diterbitkan sebuah buku yang berisi Pidato Bung Karno tentang Lahirnya Pancasila. Buku tersebut disertai kata pengantar dari Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat yang sebagaimana diketahui sebelumnya, beliau menjadi Kaitjoo (Ketua) Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan).

Perubahan yang signifikan dalam metode pembudayaan/pendidikan Pancasila adalah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada 1960, diterbitkan buku oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan judul Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civics). Buku tersebut diterbitkan dengan maksud membentuk manusia Indonesia baru yang patriotik melalui pendidikan. Selain itu, terbit pula buku yang berjudul Penetapan Tudjuh Bahan-Bahan Pokok Indoktrinasi, pada tahun 1961, dengan penerbit CV Dua-R, yang dibubuhi kata pengantar dari Presiden Republik Indonesia. Buku tersebut nampaknya lebih ditujukan untuk masyarakat umum dan aparatur negara.

Tidak lama sejak lahirnya Ketetapan MPR RI, Nomor II/MPR/1978, tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) atau Ekaprasetia Pancakarsa, P-4 tersebut kemudian menjadi salah satu sumber pokok materi Pendidikan Pancasila. Selanjutnya diperkuat dengan Tap MPR RI Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN yang mencantumkan bahwa “Pendidikan Pancasila” termasuk Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4).

Dalam rangka menyempurnakan perkuliahan Pendidikan Pancasila yang digolongkan dalam mata kuliah dasar umum di perguruan tinggi, Dirjen Dikti menerbitkan SK Nomor 25/DIKTI/KEP/1985 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU). Sebelumnya, Dirjen Dikti telah mengeluarkan SK tertanggal 5 Desember 1983, Nomor 86/DIKTI/Kep/1983 tentang Pelaksanaan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Pola Seratus Jam di Perguruan Tinggi. Kemudian dilengkapi dengan SK Kepala BP-7 Pusat tanggal 2 Januari 1984, Nomor KEP/01/BP-7/I/1984, tentang Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta, menyusul kemudian diterbitkan SK tanggal 13 April 1984, No. KEP-24/BP-7/IV/1984 tentang Pedoman Penyusunan Materi Khusus sesuai Bidang Ilmu yang Diasuh Fakultas/Akademi dalam Rangka Penyelenggaraan Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta.

Dampak dari beberapa kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan Penataran P-4 tersebut, terdapat beberapa perguruan tinggi terutama perguruan tinggi swasta yang tidak mampu menyelenggarakan penataran P-4 Pola 100 jam sehingga tetap menyelenggarakan mata kuliah Pendidikan Pancasila dengan atau tanpa penataran P-4 pola 45 jam. Di lain pihak, terdapat pula beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta yang menyelenggarakan penataran P-4 pola 100 jam bersamaan dengan itu juga melaksanakan mata kuliah Pendidikan Pancasila.

Dalam era kepemimpinan Presiden Soeharto, terbit Instruksi Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, nomor 1 Tahun 1967, tentang Pedoman Penyusunan Daftar Perkuliahan, yang menjadi landasan yuridis bagi keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi. Keberadaan mata kuliah Pancasila semakin kokoh dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang pada pasal 39 ditentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi harus memuat mata kuliah Pendidikan Pancasila. Kemudian terbit peraturan pelaksanaan dari ketentuan yuridis tersebut, yaitu khususnya pada pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, jo. Pasal 1 SK Dirjen Dikti Nomor 467/DIKTI/Kep/1999 yang substansinya menentukan bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa baik program diploma maupun program sarjana. Pada tahun 2000, Dirjen Dikti mengeluarkan kebijakan yang memperkokoh keberadaan dan menyempurnakan penyelenggaraan mata kuliah Pendidikan Pancasila, yaitu:

1) SK Dirjen Dikti, Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi,

2) SK Dirjen Dikti, Nomor 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dan

3) SK Dirjen Dikti, Nomor 38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Seiring dengan terjadinya peristiwa reformasi pada 1998, lahirlah Ketetapan MPR Nomor XVIII/ MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa), sejak itu Penataran P-4 tidak lagi dilaksanakan.

Ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, kembali mengurangi langkah pembudayaan Pancasila melalui pendidikan. Dalam Undang-Undang tersebut Pendidikan Pancasila tidak disebut sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi sehingga beberapa universitas menggabungkannya dalam materi pendidikan kewarganegaraan. Hasil survei Direktorat Pendidikan Tinggi 2004 yang dilaksanakan di 81 perguruan tinggi negeri menunjukkan kondisi yang memprihatinkan, yaitu Pancasila tidak lagi tercantum dalam kurikulum mayoritas perguruan tinggi. Kenyataan tersebut sangat mengkhawatirkan karena perguruan tinggi merupakan wahana pembinaan calon-calon pemimpin bangsa dikemudian hari. Namun, masih terdapat beberapa perguruan tinggi negeri yang tetap mempertahankan mata kuliah Pendidikan Pancasila, salah satunya adalah Universitas Gajah Mada (UGM).

Dalam rangka mengintensifkan kembali pembudayaan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus bangsa melalui pendidikan tinggi, pecinta negara proklamasi, baik elemen masyarakat, pendidikan tinggi, maupun instansi pemerintah, melakukan berbagai langkah, antara lain menggalakkan seminar-seminar yang membahas tentang pentingnya membudayakan Pancasila melalui pendidikan, khususnya dalam hal ini melalui pendidikan tinggi. Di beberapa kementerian, khususnya di Kementerian Pendidikan Nasional diadakan seminar-seminar dan salah satu output-nya adalah terbitnya Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Nomor 914/E/T/2011, pada tanggal 30 Juni 2011, perihal penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Dalam surat edaran tersebut, Dirjen Dikti merekomendasikan agar Pendidikan Pancasila dilaksanakan di perguruan tinggi minimal 2 (dua) SKS secara terpisah, atau dilaksanakan bersama dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot minimal 3 (tiga) SKS.

B. Urgensi Pendidikan Pancasila

Perubahan dan infiltrasi budaya asing yang bertubi-tubi mendatangi masyarakat Indonesia bukan hanya terjadi dalam masalah pengetahuan dan teknologi, melainkan juga berbagai aliran (mainstream) dalam berbagai kehidupan bangsa. Oleh karena itu, Pendidikan Pancasila diselenggarakan agar masyarakat tidak tercerabut dari akar budaya yang menjadi identitas suatu bangsa dan sekaligus menjadi pembeda antara satu bangsa dan bangsa lainnya.

Selain itu, dekadensi moral yang terus melanda bangsa Indonesia yang ditandai dengan mulai mengendurnya ketaatan masyarakat terhadap norma-norma sosial yang hidup dimasyarakat, menunjukkan pentingnya penanaman nilai-nilai moral Pancasila melalui Pendidikan Pancasila. Korupsi sangat merugikan keuangan negara yang dananya berasal dari pajak masyarakat. Oleh karena terjadi penyalahgunaan atau penyelewengan keuangan negara tersebut, maka target pembangunan yang semestinya dapat dicapai dengan dana tersebut menjadi terbengkalai.

Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya Pendidikan Pancasila diselenggarakan di perguruan tinggi untuk menanamkan nilai-nilai moral Pancasila kepada generasi penerus cita-cita bangsa. Dengan demikian, Pendidikan Pancasila diharapkan dapat memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam berperan serta membangun pemahaman masyarakat, antara lain:

1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,

2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,

3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas) nasional,

4. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,

5. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,

6. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,

7. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.

Penanaman dan penguatan kesadaran nasional tentang hal-hal tersebut sangat penting karena apabila kesadaran tersebut tidak segera kembali disosialisasikan, diinternalisasikan, dan diperkuat implementasinya, maka masalah yang lebih besar akan segera melanda bangsa ini, yaitu musnahnya suatu bangsa (meminjam istilah dari Kenichi Ohmae, 1995 yaitu, the end of the nation-state). Punahnya suatu negara dapat terjadi karena empat “I”, yaitu industri, investasi, individu, dan informasi (Ohmae, 2002: xv).

Dalam rangka menanggulangi keadaan tersebut, pemerintah telah mengupayakan agar Pendidikan Pancasila ini tetap diselenggarakan di perguruan tinggi. Meskipun pada tataran implementasinya, mengalami pasang surut pemberlakuannya, tetapi sejatinya Pendidikan Pancasila harus tetap dilaksanakan dalam rangka membentengi moralitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, tanggung jawab berada di pundak perguruan tinggi untuk mengajarkan nilai-nilai moral Pancasila sebagai amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menekankan pentingnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, kecerdasan tidak hanya mencakup intelektual, tetapi juga mencakup pula kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual yang menjadi dasar bagi pengembangan kecerdasan bangsa dalam bentuk kecerdasan ideologis.

Pendidikan Pancasila sangat penting diselenggarakan di perguruan tinggi. Berdasarkan SK Dirjen Dikti No 38/DIKTI/Kep/2002, Pasal 3, Ayat (2) bahwa kompetensi yang harus dicapai mata kuliah Pendidikan Pancasila yang merupakan bagian dari mata kuliah pengembangan kepribadian adalah menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional, dan dinamis, serta berpandangan luas sebagai manusia intelektual dengan cara mengantarkan mahasiswa:

1. agar memiliki kemampuan untuk mengambil sikap bertanggung jawab sesuai hati nuraninya;

2. agar memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya;

3. agar mampu mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni;

4. agar mampu memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.

Secara spesifik, tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk:

1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar negara dan palsafah bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara.

2. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, dan membimbing untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.

4. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air, dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal daneksternal masyarakat bangsa Indonesia (Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2013: viii).

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012, ditegaskan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi itu wajib diselenggarakan dan sebaiknya diselenggarakan sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri dan harus dimuat dalam kurikulum masing-masing perguruan tinggi. Dengan demikian, keberadaan mata kuliah Pendidikan Pancasila merupakan kehendak negara, bukan kehendak perseorangan atau golongan, demi terwujudnya tujuan negara.

C. Permasalahan Perubahan Sosial

Perkembangan teknologi dan informasi serta pengaruh asing membawa dampak pada perubahan sosial masyarakat. Demikian pula perubahan sosial akan berkontribusi cukup signifikan dalam perubahan kehidupan bermasyarakat. Hukum berperan penting dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Hukum membentuk kewajiban-kewajiban untuk membangun situasi yang dapat mendorong terjadinya perubahan. Dengan berbagai cara, perubahan sosial dapat membentuk institusi sosial yang akan membawa pengaruh langsung pada tingkat atau karakter sosial. Perubahan sosial sering kali menyediakan kerangka institusional bagi lembaga tertentu yang secara khusus dirancang untuk mempercepat pengaruh perubahan.

Pancasila merupakan dasar negara sekaligus sebagai falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari dan mengakar dalam budaya bangsa Indonesia, norma-norma, kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila berwujud atau mewujudkan diri secara hukum menjadi dasar negara, idiologi nasional, dan jati diri bangsa, berperan sebagai filter bagi generasi muda akan akibat dari perkembangan teknologi dan informasi serta pengaruh asing yang semakin tidak terbendung.

Pendidikan Pancasila harus terus digalakkan kepada masyarakat khususnya generasi muda sekalipun sekarang ini bisa melalui penggunaan teknologi informasi menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar dalam diri mereka tertanam nilai-nilai moral Pancasila. Disamping itu, perlu adanya sanksi hukum yang tegas bagi para pelaku tindakan pelanggaran hukum yang mengarah kepada pelunturan nilai-nilai moral Pancasila.

D. Permasalahan Korupsi

Masalah korupsi sampai sekarang masih banyak terjadi, baik di pusat maupun di daerah. Transparency Internasional (TI) merilis situasi korupsi di 188 negara untuk tahun 2015. Berdasarkan data dari TI tersebut, Indonesia masih menduduki peringkat 88 dalam urutan negara paling korup di dunia.

Kemajuan negara sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan dan bentuk kepribadian karakter suatu bangsa. Oleh karena itu, para founding fathers menekankan pentingnya pembangunan karakter bangsa (nation and character building). Penjelasan mengenai makna founding fathers di Negara hukum telah memberi arah dan landasan yang jelas bagi sebuah pembangunan dan kemajuan dalam tercapainya cita-cita bangsa sesuai mukadimah pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang mempunyai nilai-nilai penguatan karakter berlandaskan Pancasila. Korupsi di Indonesia sudah diupayakan untuk diberantas dengan berbagai cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yaitu suatu kategori melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewanangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia mendasarkan pada moral dan nilai-nilai budaya asli masyarakat Indonesia. Hal ini dapat digunakan sebagai upaya untuk memberantas korupsi dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. Korupsi ini dapat terjadi karena semakin lemahnya implementasi kelima sila Pancasila. Salahsatu upaya untuk mengatasinya adalah diterapkannya Pendidikan Pancasila sejak pendidikan dini hingga perguruan tinggi sehingga diharapkan setiap individu bisa lebih dapat mengimplementasikan nilai Pancasila dalam ruang lingkup keluarga, masyarakat, pemerintah ataupun negara itu sendiri, dan dapat membentuk kesadaran diri dari potensi-potensi korup yang akan merugikan semua pihak.

E. Permasalahan Degradasi Moral

Keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa perlu diimplementasikan untuk mengatasi berbagai karakter dan moral bangsa yang saat ini semakin menurun. Pancasila merupakan pedoman hidup bangsa Indonesia dalam menjalani suatu kehidupan. Karakter dan moral pada bangsa tidak dapat dibentuk secara langsung, tetapi harus dengan pembiasaan dan latihan secara terus menerus.

Menurut Kemdiknas (2011 : 8) dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi delapan belas nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Untuk mengatasi degradasi moral yang terjadi saat ini terutama di kalangan generasi muda sangat diperlukan penanaman dan pengimplementasian nilai-nilai Pancasila. Berikut penjabaran nilai moral yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila:

· Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, memiliki sebuah makna bahwa bangsa Indonesia harus mempunyai keyakinan sesuai kepercayaannya masing-masing. dan mengamalkan agamanya dalam menjalani kehidupan.

· Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab, mengajarkan bangsa Indonesia untuk selalu bersikap adil, karena setiap manusia mempunyai hak yang sama dan juga memiliki derajat yang sama dalam mendapatkan keadilan. Dengan sila kedua ini, diharapkan generasi muda dapat hidup damai dan rukun dengan menjaga hubungan yang baik antar sesama.

· Sila Persatuan Indonesia, memiliki makna bahwa sebagai warga Indonesia harus mempunyai tujuan yang sama meskipun memiliki banyak perbedaan.

· Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan memiliki arti bahwa bangsa Indonesia harus bisa berdiskusi, bermusyawarah serta dapat menghargai keputusan orang lain jangan memaksakan kehendaknya. Artinya, sila ini mengajarkan bangsa Indonesia untuk bisa memahami satu sama lain, dan menyelesaikan permasalahan dengan kepala dingin tanpa kekerasan.

· Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memiliki arti bahwa bangsa Indonesia harus dapat memahami dan mengembangkan nilai-nilai luhur bangsa misalnya, gotong-royong, saling tolong-menolong, dan bersikap adil terhadap sesama. Kita tidak dapat menuntut hak terlebih dahulu, tanpa memenuhi kewajiban kita yang harus ditunaikan.

Krisis moralitas pada generasi muda dapat diatasi dengan penguatan dan penanaman nilai Pancasila dalam sistem pendidikan. Penanaman nilai-nilai Pancasila yang merupakan dasar hidup bangsa perlu dipahami dan juga diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila harus dijadikan sebagai landasan dalam berfikir, bersikap, bertingkah laku dan bertindak. Dengan memahami dan menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan, diharapkan generasi muda akan memiliki nilai moral dan karakter yang luhur pula.

F. Permasalahan Kesenjangan Sosial

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil. Indonesia juga menduduki peringkat ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk yang padat setelah Cina, India, dan Amerika. Padatnya penduduk inilah yang menyebabkan banyak orang mengalami kesenjangan sosial. Maka dari itu Indonesia seharusnya dapat mencegahnya, dan salah satu cara pencegahannya itu adalah peran Pendidikan Pancasila.

Pendidikan Pancasila adalah bagian penting dari system pendidikan yang bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai Pancasila dan membentuk sikap yang demokratis. Dalam masyarakat yang kompleks dan beragam seperti Indonesia, Pendidikan Pancasila sangat penting untuk mencegah terjadinya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial sendiri terjadi karena adanya ketidakadilan dalam pemerataan sumber daya dan kesempatan yang ada di masyarakat. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kesenjangan sosial adalah dengan memberikan Pendidikan Pancasila yang baik dan benar kepada seluruh warga negara.

Dalam Pendidikan Pancasila, peserta didik diajarkan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik, nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan pluralisme. Hal ini akan membantu peserta didik memahami betapa pentingnya kebersamaan, saling menghargai, saling toleransi dalam kehidupan bersama di masyarakat yang heterogen, dan memahami pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat. Mereka juga dapat memahami betapa pentingnya kebijakan publik dan partisipasi dalam proses demokrasi. Dengan pemahaman ini, mereka akan tumbuh menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan dapat berkontribusi secara positif dalam membangun masyarakat yang adil dan merata. Oleh karena itu, Pendidikan Pancasila harus diberikan dengan serius dan berkelanjutan, agar dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata.

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pancasila memiliki peran penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai palsafah bangsa dan dasar negara yang kemudian dikembangkan membentuk sebuah ideologi nasional Indonesia terus diupayakan pensosialisasian implementasi nilai-nilainya melalui berbagai cara. Salahsatu upaya sosialisasi oleh pemerintah adalah adanya Pendidikan Pancasila yang dimasukkan kedalam kurikulum wajib tingkat satuan Pendidikan mulai dari tingkat dini hingga jenjang perguruan tinggi.

Di perguruan tinggi Indonesia, Pendidikan Pancasila menjadi salahsatu mata kuliah wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa tingkat berapapun dan prodi apapun. Ini menunjukkan betapa pentingnya Pendidikan Pancasila khususnya bagi mahasiswa sebagai bangsa dan calon pengemban tugas negara di kemudian hari. Karena pentingnya ini, maka konsep-konsep Pendidikan Pancasila terus dikembangkan untuk menjawab tantangan Pendidikan supaya selaras dan serasi dengan perkembangan zaman.

Tantangan yang begitu beratnya dalam kondisi sekarang ini menjadikan Pendidikan Pancasila memiliki tingkat urgensi yang tinggi untuk dipelajari dan dipahami oleh segenap lapisan masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa supaya implementasi nilai-nilai Pancasila dapat benar-benar mengakar dalam pribadi dan karakter bangsa.

B. Saran

Bagi pemerintah yang dalam hal ini sebagai pemangku kebijakan, termasuk salahsatunya pada system Pendidikan, alangkah bijaknya jika seandainya Pendidikan Pancasila ini diterapkan pula pada instansi dan institusi terkait, seiring banyaknya pelunturan nilai-nilai Pancasila yang justru para pelakunya dari oknum-oknum publik pigur termasuk para aparatur pemerintahan.

Bagi pihak satuan Pendidikan termasuk dalam hal ini perguruan tinggi, diharapkan mata kuliah Pendidikan Pancasila ini difasilitasi semaksimal mungkin baik dari segi pendidik dan tenaga kependidikannya maupun media pendukung keilmuan lainnya yang berkaitan, dengan konsep Pendidikan yang terus update dan upgrade.

Bagi civitas akademika manapun, ini adalah kesempatan terbaik dan terbatas untuk bisa fokus mempelajari, memahami, dan mengimplementasi nilai-nilai Pancasila mengingat konsep dan fasilitas sedang membersamai pembelajaran. Semoga dengan pemahaman yang benar dari semua pihak terhadap nilai-nilai Pancasila ini dapat mengarahkan bangsa Indonesia kepada cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnaya.

DAFTAR PUSTAKA

Ana Irhandayaningsih. (2012). “Peranan Pancasila dalam Menumbuhkan Kesadaran Nasionalisme Generasi Muda di Era Global”. Universitas Diponegoro, Bandung.

Eko Budiywono. (2015). “Kontribusi mata kuliah Pancasila dalam Pembentukan Karakter Mahasiswa”. Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA), Banyuwangi.

Prof.DR.Drs.Astim Riyanto,SH,MH. (2021).”Revitalisasi Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Bangsa yang Multi Kultur dan Multi Religi”. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Yudi Latif. (2011). “Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila”. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yudi Latif. (2014). “Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan”. Mizan, Bandung.

Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.