Metodologi Studi Islam: Tanya Jawab Seputar Metode Pendekatan dalam Studi Islam
Beberapa pertanyaan berikut jawabannya mengenai pendekatan atau metode-metode dalam mempelajari Islam. Simak dan tetaplah bersama situs web kami!
TANYA JAWAB
Yogi Triswandani
6/16/202413 min baca
Apa saja metode yang dipakai dalam pendekatan antopologi pada kajian studi Islam? Apa kelebihan dan kekurangan pendekatan ini?
Menurut Amin Abdullah, cara kerja –yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai langkah dan tahapan atau metode– pendekatan antropologis pada penelitian agama (kajian studi Islam) memiliki empat ciri fundamental, meliputi:
1) Deskriptif: Pendekatan antropologis bermula dan diawali dari kerja lapangan (field work), berhubungan dengan orang dan atau masyarakat (kelompok) setempat yang diamati dalam jangka waktu yang lama. Inilah yang biasa disebut dengan (thick description).
2) Lokal Praktis: Pendekatan antropologis disertai praktik konkrit dan nyata di lapangan. Yakni, dengan ikut praktik di dalam peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan, semisal kelahiran, perkawinan, kematian, dan pemakaman.
3) Keterkaitan antar domain kehidupan secara lebih utuh (connections across social domains): Pendekatan antropologis mencari keterkaitan antara domain-domain kehidupan sosial secara lebih utuh. Yakni, hubungan antara wilayah ekonomi, sosial, agama, budaya dan politik. Hal ini dikarenakan hampir tidak ada satu pun domain wilayah kehidupan yang dapat berdiri sendiri dan terlepas tanpa terkait dengan wilayah domain kehidupan yang lainnya.
4) Komparatif (Perbandingan): Pendekatan antropologis perlu melakukan perbandingan dengan berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.
Referensi: Awan Berbagi. (2011, Desember 12). “Metode dan Pendekatan Antropologi dalam Studi Agama”.http://www.achwanruhayyun.com/2011/12/metode-dan-pendekatan-antropologi-dalam.html diakses Minggu 16 Juni 2024 pukul 09:40.
Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam pendekatan antropologi dalam studi Islam, sebagai berikut:
Kelebihan; pendekatan antropologi memiliki corak yang deskriptif dengan pematangan langsung, ssehingga peneliti mengetahui bagaimana sebenarnya praktik keberagamaan (local practis) praktik nayata yang terjadi di suatu tempat. Antropologi akan mencari keterkaitan antara berbagai domain kehidupan secara lebih utuh dan melakukan perbandingan dari berbagai tradisi. Dengan antropologi kita dapat memahami berbagai corak dan perilaku manusia berdasarkan keberagamaan yang dilakukannya.
Kekurangan; antropologi tidak membahas fungsi agama bagi manusia, tetapi membahas isi unsur-unsur pemebentuk dalam agama dan itu berkaitan dengan manusia dan kebudayaannya. Dalam kehidupan terjadi perubahan budaya yang sangat cepat sehigga kita harus teliti dan update dalam mengamatinya, sehingga dalam praktiknya jika tidak cermat maka akan susah membedakan antara agama dan budaya.
Referensi: ResearchGate. (2021, Agustus). “Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam”.https://www.researchgate.net/publication/358508333_Pendekatan_Antropologis_dalam_Studi_Islam diakses Minggu 16 Juni 2024 pukul 10:00.
Bagaimana metodologi studi Islam dapat dikombinasikan dengan ilmu sosial lain, seperti sosiologi atau antropologi, untuk memahami fenomena keagamaan?
Ajaran Islam dapat dilihat dari dua dimensi; pertama, Islam sebagai wahyu seperti kewahyuan al-Qur’an dan hadits. Kedua, Islam sebagai produk budaya dan sejarah seperti penyebutan-penyebutan kosep, ataupun pemikiran-permikian yang muncul belakangan. Ajaran Islam juga memiliki banyak dimensi, mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga.
Untuk dapat memahaminya secara tuntas, diperlukan berbagai pendekatan dari berbagai disiplin ilmu. Banyak pendekatan yang sudah ditawarkan oleh para pemikir Islam, mulai pendekatan mainstream, hingga pendekatan-pendekatan baru dengan menggunakan ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang kesemuanya dapat digunakan untuk mengkaji Islam agar diperoleh pemahaman Islam yang tuntas. Namun perlu ada pemetaan wilayah garapan; mana yang dapat dikaji dengan pendekatan mainstream, dan mana wilayah yang dapat dikaji dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Jika tidak ada pemetaan, akan terjadi gap bahkan kontradiksi, sebab disiplin ilmu sosial dan humaniora secara fundamental berbeda dengan disiplin yang ada dalam lingkup ilmu keislaman.
Referensi: Nur Khasanah. (2012, April). “Kombinasi Pendekatan Studi Islam: Ikhtiar Menjawab Tantangan Studi Islam Kedepan”. Jurnal Religia Vol. 15 No. 1
Sebutkan dan jelaskan dua sumber utama dalam studi Islam dan bagaimana keduanya saling melengkapi.
Sumber ajaran Islam adalah sumber nilai dan norma-norma yang terkandung di dalam agama Islam. Bukan hanya “sumber hukum dalam Islam” saja, hukum hanyalah sebuah bagian dari norma-norma atau kaidah-kaidah yang terkandung di dalam agama Islam selain kaidah yang lainnya seperti norma sosial dan masyarakat. Agama Islam pun juga mengandung nilai-nilai asasi (fundamental values), seperti akidah dan tasawuf. Sumber utama nilai dan norma yang terkandung di dalam agama Islam ada dua, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits).
Al-Qur’an dan Hadits memiliki perbedaan yang menonjol baik itu dari segi redaksi ataupun cara penyampaian maupun penerimaannya. Dari segi redaksi, Al-Qur’an telah disusun oleh Allah Subhanahu wata'ala dan disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui malaikat Jibril. Sementara itu, hadits disampaikan orang per orang dan seringkali kerap terjadi perubahan lafadz. Walaupun begitu, tidak menyebabkan keraguan atas keabsahan hadits karena banyaknya faktor yang saling mendukung.
Al-Qur’an menekankan bahwa fungsi Rasul itu adalah untuk menjelaskan (bayaan) maksud dari firma Allah Subhanahu wata'ala (QS. An-Nahl (16): 44). Keterangan Al-Qur’an seringkali bersifat mujmal dan mutlaq. Dan dalam kaitannya Al-Qur’an tersebut, fungsi Sunnah disini ada dua, yaitu bayaan ta’kiid dan bayaan tafsir. Fungsi pertama Sunnah hanyalah menguatkan atau menggarisbawahi apa yang terdapat didalam Al-Qur’an. Sedangkan fungsi yang kedua adalah untuk memperjelas, merinci kembali, bahkan membatasi lahir dari ayat-ayat tersebut. Tetapi ada persoalan yang masih diperselisihkan, yakni fungsi ketiga, yaitu bayaan tasyri’ yang menyangkut penetapan hukum menyangkut perkara-perkara yang tidak disinggungkan didalam Al-Qur’an.
Sangat sulit dibayangkan jika umat Islam dalam mengamalkan ajaran agamanya ketika memahami Al-Qur’an namun tidak dibenarkan melirik kitab-kitab hadits. Tata cara shalat fardhu ataupun manasik haji yang didalam Al-Qur’an hanya disebut secara mujmal. Lalu setelah itu diperinci lagi dan diperjelas lebih dalam ke praktik ibadah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang kemudian lazimnya dikenal sebagai istilah sunnah fi’liyah. Penjelasan tersebut tak hanya tampak di dalam lapangan ibadah mahdhah, tetapi juga perkara yang berada di bidang muamalah walau hanya menyangkut perkara-perkara tertentu saja.
Jika tidak berdalil dengan Sunnah atau hadits dan hanya berpegang pada dalil yang berada di Al-Qur’an saja, maka akan timbul banyak sekali kericuhan-kericuhan di kalangan umat muslim. Kebutuhan Al-Qur’an terhadap hadits jauh lebih besar daripada hajat hadits terhadap Al-Qur’an. Dengan kata lain bahwa, “Hadits tanpa Al-Qur’an dapat diamalkan, tetapi Al-Qur’an tanpa hadits agak mustahil untuk dapat dipraktikkan”. Itulah sebab Al-Qur’an dan hadits ditetapkan sebagai dua sumber syariat umat muslim yang saling ketergantungan. Dan akhirnya disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber yang saling melengkapi dan integrated, tidak terpisahkan satu sama lain, bahkan dwitunggal.
Referensi: Universitas Sebelas Maret. “Makalah Bab 2: Sumber Ajaran Islam”. https://spada.uns.ac.id/mod/resource/view.php?id=192557 diakses Minggu 16 Juni 2024 pukul 11:00.
Bagaimana pandemi COVID-19 telah mempengaruhi praktik keagamaan umat Islam di berbagai belahan dunia? Gunakan pendekatan sosiologis untuk menganalisis perubahan ini!
Islam sebagai tuntunan Ilahi mengandung nilai pendidikan dan dapat menuntun umat menjadi sosok individu sempurna (orang sempurna). Agar dapat mencapai tujuan Ilahi, maka hubungan sosial dalam masyarakat dianggap sangat penting. Kegiatan keagamaan dilaksanakan dan dikembangkan dalam koheren yang saling berhubungan dengan dasar Al-Qur’an dan Hadis. Tujuan kegiatan keagamaan Islam harus bertepatan dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu untuk meningkatkan nilai moral mencapai tingkat karimah.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang berbeda dengan masyarakat lainnya baik dalam keberadaan maupun sifatnya. Mereka adalah masyarakat rabbani, manusiawi, bermoral, dan seimbang (tawazun). Umat Islam ditantang untuk mendirikan masyarakat seperti itu sehingga mereka dapat memperkuat agama mereka, membentuk kepribadian mereka, dan menjalani kehidupan Islami yang sempurna di bawah naungannya. Kehidupan yang dibimbing oleh akidah Islam dan disucikan melalui ibadah, dibimbing oleh pemahaman yang sahih, dikobarkan oleh semangat yang berapi-api, terikat pada moralitas dan adab Islam, dan diwarnai dengan nilai-nilai Islam.
Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk memiliki gambaran yang jelas tentang komponen esensial dari desain masyarakat yang kita inginkan. Berbagai gerakan dan komunitas Islam telah menetap di sini di berbagai belahan dunia Arab atau dunia Islam untuk berpartisipasi ke arah itu sambil menduduki masyarakat di mana Islam dan jahiliyah (kebodohan) bercampur. Baik jahiliyah diturunkan sebagai implikasi kolonialisme (imperialisme) atau jahiliyah sebagai warisan sisa-sisa kemunduran dimana umat Islam tidak memahami agamanya dengan baik sehingga tidak menerapkannya dengan baik, baik sebagai penguasa maupun rakyat.
Pandemi ini sangat memengaruhi kegiatan ibadah keagamaan, karena pemerintah dalam himbauannya menghendaki agar masyarakat menghindari keramaian. Shalat sunnah berjamaah, pengajian atau taklim, ibadah sholat jumatan, serta Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) adalah beberapa bentuk kegiatan keagamaan yang menimbulkan keramaian hingga melanggar peraturan social distancing yang dibuat oleh pemerintah, dan apabila dilanggar, maka akan diberikan sanksi tertentu.
Terjadinya proses interaksi sosial yang mengakibatkan adanya perubahan sosial tidak lepas dari adanya aktivitas interaksi sosial yang menjadi salah satu ruang lingkup kehidupan masyarakat disetiap kondisi dan situasi. Sama hal nya dengan situasi dan kondisi yang dihadapkan masyarakat sekarang ini. Pandemi wabah virus Covid-19 menjadi realtias sosial yang mau tidak mau harus dihadapi masyarakat diseluruh Negara di dunia khsuusnya di Negara Indonesia. Tidak dapat dihindari bahwa menyebarnya virus Covid-19 ini telah berdampak pada sikap masyarakat yang menjadi lebih over-protektif terhadal lingkungan kondisi yang ditempati. Kekhawatiran terhadap Covid-19 memberikan pengaruh terhadap sikap sosial setiap individu khususnya terhadap proses interaksi sosial yang dilakukan setiap individu. Memutuskan menjauh dari kehidupan sosial secara normal lebih baik menurut masyarakat sekarang ini. Akibatnya terjadi struktur masyarakat yang menimbulkan adanya kelompok sosial, aturan dan norma baru yang bermunculan, perbedaan tingkatan (stratafikasi sosial), pergeseran pola hidup sampai kebiasaan-kebiasaan baru yang dijadikan sebagai kebudayaan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Pada sisi yang lain, memahami proses interksi sosial yang dilakukan masyarakat di era pandemi virus Covid19 sekarang ini, perlu dilakukan pendekatan-pendekatan sosiologis, seperti intervensi sosial dengan melakukan pelayanan sosial guna memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tetap menjaga keseimbangan sosial, berinteraksi sosial secara normal tanpa harus ada melakukan hal-hal yang berlebihan yang dapat mengakibatkan ketimpangan dalam proses interaksi sosial ditengah Pandemi virus Covid-19, teramsuk dalam sistem dan pola interaksi sosial keagamaan Islam.
Referensi: Eka Danik Prahastiwi, Dian Tias Aorta, Diah Wahyuningsih. (2021, Oktober). “Bergesernya Pola Interaksi Sosial Keagamaan Islam Selama Pandemi Covid-19”. Tajdid: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Vol. 5 No. 2.
Bagaimana teknologi digital, seperti media sosial, mempengaruhi metode dakwah Islam di era modern? Sebutkan kelebihan dan tantangan yang dihadapi oleh da'i (pendakwah) di platform digital.
Dakwah merupakan penyampaian pesan yang berisi ajaran-ajaran agama Islam yang ditujukan kepada seluruh umat Islam agar menuju ke jalan yang benar dan baik. Seiring perkembangan zaman, dakwah dapat dilakukan dan disebarkan melalui kecanggihan teknologi yang dapat menjangkau masyarakat luas. Era modern menghasilkan teknologi yang cukup membantu memudahkan segala sesuatu seperti halnya penyebaran ajaran agama Islam. Pada zaman dahulu sebelum adanya perkembangan teknnologi, dakwah Islam dilakukan melalui ceramah langsung, pengajian, penulisan buku, dan lain sebagainya. Dakwah melalui media sosial atau disebut dengan istilah dakwah virtual merupakan salah satu bentuk perkembangan metode dalam dakwah.
Dari fenomena media massa tersebut yang telah menyatu dengan kehidupan dan perkembangan zaman, kemudian banyak pakar mengatakan bahwa dunia ini sesungguhnya telah menjelma menjadi sebuah “kampung”, mereka menyebutnya dengan global village. Sebagai implementasi fositifnya, setiap kejadian yang ada di suatu negara dalam beberapa saat dapat diketahui oleh masyarakat di seluruh dunia. Dakwah dalam era global village mengalami perubahan dalam konteks dan pendekatannya. Pada dasarnya, dakwah tetap bertujuan untuk menyebarkan ajaran agama, namun, dalam era global village, dakwah harus memperhatikan konteks global, teknologi, dan tantangan serta peluang yang ada. Dalam konteks global, dakwah harus mengakui bahwa masyarakat tidak lagi terbatas oleh batas geografis atau budaya. Oleh sebab itu, dakwah harus menghadapi keragaman budaya, agama, dan nilai-nilai dalam masyarakat yang semakin terkoneksi ini.
Pada era global village didorong oleh teknologi, yang memungkinkan pertukaran informasi yang cepat dan luas. Dakwah harus memanfaatkan teknologi ini untuk menyebarkan pesan agama secara efektif, seperti melalui media sosial, aplikasi, dan situs web. Era global village menawarkan tantangan baru, seperti penyebaran informasi yang salah dan pemahaman agama yang dangkal. Di sisi lain, ada peluang untuk memperluas jangkauan dakwah melalui teknologi dan mendukung dialog antarbudaya. Dakwah harus menggabungkan berbagai disiplin ilmu, seperti sains, teknologi, dan ilmu sosial, untuk mengatasi tantangan global dan membangun pemahaman yang lebih baik tentang agama dan kehidupan modern. Sebagai contoh kasus dakwah dalam era global village, kita bisa melihat bagaimana teknologi telah memungkinkan dakwah untuk mencapai audiens yang lebih luas, bahkan di tempat-tempat yang sebelumnya sulit dijangkau. Salah satu contoh kasus yang menarik adalah dakwah melalui media sosial seperti youtube, Instagram, tiktok, facebook, dan lain sebagainya.
Referensi: Durrotul Fairuz, Nur Kholis Eka Safitri, Ahmad Hidayatullah. (2024, Mey 31). “Peran YouTube Studio Al-Fusha TV dalam Dakwah Islam di Era Digital”. Mu’ashir: Jurnal Dakwah & Komunikasi Islam Vol. 2 No. 1.
Perkembangan ilmu teknologi, informasi dan komunikasi dewasa ini menjadi anugrah sekaligus tantangan yang harus dimanfaatkan oleh para Da’i dalam mensyiarkan agama Islam yaitu dengan cara menggunakan berbagai media mulai dari media cetak, media elektronik, dan new media atau media sosial. Sebagai kelebihannya, dengan adanya platform digital seperti media sosial ini pesan dakwah akan lebih tersebar luas secara efektif dan efisien serta cepat sampai ke masyarakat lebih luas, bukan hanya jamaah masjid saja tapi bisa lintas batas.
Tantangan dakwah di era Digital ini bisa dianalisa berdasarkan sistem dan unsu-unsur dakwah sehingga akan mudah dipetakan. Adapun sistem dakwah itu sendiri meliputi input, proses, output, lingkungan, dan efek. Seorang Da’i harus memilki input keilmuan, wawasan, dan pengalaman dengan cara belajar, diskusi, atau searching di internet sehingga ini menjadi energi dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah tersebut. Proses dakwah yang dilakukan para da’i harus bisa melihat mad’u yang didakwahinya, materi yang harus disampaikannya, media yang akan digunakannya, serta metode apa yang digunaknnya. Output dari dakwah yang dilakukan oleh para da’i adalah tersampaikannya pesan-pesan dakwah dan adanya perubahan kearah perbaikan yaitu dakwah Ila Alloh. Lingkungan dakwah atau yang disebut medan dakwah ini para Da’i harus mampu mempetakan situasi dan kondisi jamaah yang menjadi objek dakwah, sehingga efek dari dakwah tersebut dapat terukur baik itu dari efek kognitif berupa adanya peningkatan pemahaman keilmuan yang berlandaskan tauhid yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, ijma, dan qiyas para ulama, maupun efek afektif yaitu adanya peningkatan keyakinan berdasarkan ilmu, kesemangatan dalam mencari ilmu, kesemangatan dalam melaksanakan ibadah, serta efek behavioral yaitu tercermin dari akhlak mulia.
Referensi: Pondok Pesantren Daarut Tauhiid. (2022, June 27). “Tantangan Dakwah Para Da’i dalam Menghadapi Era Digital”. https://www.daaruttauhiid.org/tantangan-dakwah-para-dai-dalam-menghadapi-era-digital/ diakses Minggu 16 Juni 2024 pukul 13:30.
Jelaskan bagaimana pendekatan antropologi dapat digunakan untuk memahami praktik-praktik keagamaan dalam Islam di berbagai budaya?
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan cara melihat wujud prktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat (Baharun, 2011). Pemahaman Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Realitas keagaman sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagaman terletak pada interpretasi dan pengamalan agama. Oleh karana itu antropologi diperlukan dalam memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikan yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagaman manusia (Leni, 2018).
Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi modern adalah holisme, yakni pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedamg diteliti. Para antropolog harus melihat agama dan praktik-praktik pertanian, kekeluargaan, dan politik, magic serta pengobatan secara bersama-sama. Maka agama misalnya tidak bisa dilihat sebagai sistem otonom yang tidak terpengaruh oleh prakti-praktik sosial lainnya (Huda, 2016). Pendekatan antropologi dan studi agama membuahkan antropologi agama yang dapat dikatakan sebagian dari antropologi budaya, bukan antropologi sosial.
Antropologi agama sebagai bagian dari ilmu agama yang sistematis. Agama sebagai sasaran studi antropologi dapat disimpulkan dalam dua hal. Pertama antropologi yang merupakan bagian dari kebudayaan dan menjadi salah satu sasaran kajian yang penting sehingga menghasilkan kajian cabang tersendiri yang disebut dengan antropologi agama. Kedua, semua cabang-cabang antropologi sebenarnya masih ada pada satu rumpun kajian yang bisa saling berhubungan yaitu antropologis. Karena itu pendekatan antropologi identik dengan pendekatan kebudayaan (Huda, 2016).
Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian budaya didasarkan pada agama tidak pernah terjadi sebaliknya. Oleh karena itu, agama adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan, karena ia subordinat terhadap agama dan tidak pernah sebaliknya (Hakim, 2009).
Referensi: UIN Syahada Padangsidimpuan. “Pendekatan Antropologis dalam Studi Islam”. https://jurnal.uinsyahada.ac.id/index.php/TZ/article/downloadSuppFile/3642/529 diakses Minggu 16 Juni 2024 pukul 13:50.
Metodologi sejarah dalam studi Islam memainkan peran penting dalam memahami perkembangan ajaran dan praktik Islam dari masa ke masa. Jelaskan metode-metode yang digunakan dalam studi sejarah Islam dan bagaimana metode ini membantu dalam merekonstruksi peristiwa-peristiwa sejarah Islam yang krusial?
Diantara metode yang dipakai dalam kajian Islam menggunakan pendekatan sejarah anatara lain sebagai beikut:
a. Heuristik
Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berdasarkan bentuk penyajiannya, sumber-sumber sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah atau jurnal, surat kabar, dan lain-lain. Berdasarkan sifatnya, sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang waktu pembuatannya tidak jauh dari waktu peristiwa terjadi. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa.
b. Interpretasi
Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup memadai, kemudian dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap obyektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subyektif, harus subyektif rasional, jangan subyektif emosional. Rekonstruksi peristiwa sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.
c. Historiografi
Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai ilmu.
Referensi: Mochamad Afroni. (2019, Agustus). “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam”. Jurnal Madaniyah, Volume 9 Nomor 2.
Melalui pendekatan sejarah seorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan histories. Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena gama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari al-Qur’an ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Referensi: Walim. (2019, Maret). “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam”. Tahkim: Jurnal Peradaban dan Hukum Islam. Vol.2 No.1.
Bagaimana pendapat saudara tentang Islam Nusantara?
Islam Nusantara adalah model aliran Islam yang dibentuk oleh Nahdlatul Ulama dan dikembangkan di Indonesia. Islam Nusantara diperkenalkan pada tahun 2015, sebagai bentuk gerakan denominasi masyarakat Islam di Nusantara yang menolak denominasi Islam berdasarkan perspektif Arab dan Timur Tengah –misalnya Wahabisme dari Arab Saudi.
Menurut Nahdlatul Ulama, akar Islam Nusantara dapat dilacak setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas budaya Indonesia. Islam Nusantara didefinisikan sebagai penafsiran Islam yang mempertimbangkan budaya dan adat istiadat lokal di Indonesia dalam merumuskan fikihnya.
Pada Juni 2015, Presiden Joko Widodo telah secara terbuka memberikan dukungan kepada Islam Nusantara, yang merupakan bentuk Islam yang moderat dan dianggap cocok dengan nilai budaya Indonesia.
Referensi: Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (2024, Januari 25). “Islam Nusantara”. https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara diakses Minggu 16 Juni 2024 pukul 20:30.
Menanggapi kutipan Wikipedia tentang Islam Nusantara di atas, saya akan memberikan pendapat yang kurang lebihnya cenderung sependapat dengan kritik yang juga masih dikutip di halaman Wikipedia yang sama.
1) Saya rasa tidak perlu menambahkan kata “Nusantara” setelah “Islam”, karena ini kemungkinan besar akan menimbulkan stigma interpretasi, terlebih ada pengakuan bentukan atas nama Nahdlatul Ulama di sana. Sedikit banyak berpotensi mencederai organisasi-organisasi Islam yang lainnya.
2) Budaya/kebudayaan dan atau adat-istiadat merupakan hal yang berbeda dengan syari’at Islam (pendapat Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa). Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian budaya didasarkan pada agama tidak pernah terjadi sebaliknya. Islam yang rahmatan lil alamin dan universal sudah terlebih dahulu toleran –sepanjang dalam batasan halal haramnya– terhadap budaya, kearifan lokal, dan adat manapun termasuk wilayah nusantara sekalipun.
3) Islam telah sempurna paripurna ditentukan oleh Allah untuk kemaslahatan seluruh makhluk-Nya. Sementara budaya adalah hasil cipta manusia yang relatif berubah-ubah menyesuaikan situasi kondisi manusianya itu. Manusia sebagai makhluk sepatutnya legowo dengan keputusan Allah sang Khalik.
4) Membentengi nusantara dengan ke-Islam-an, memupuk Islam dengan kenusantaraan. Itu slogan saya yang maknanya; Islam harus kuat dan kokoh menjadi pertahanan bagi nusantara, begitupun nusantara dapat menjadi pupuk multivitamin bagi tegaknya Islam. Perlu lebih dipahami dalam hal ini, tanaman terkadang hanya cocok dengan jenis pupuk tertentu. Artinya, nusantara bisa menjadi pupuk bagi Islam jika sesuai dengan ketentuan Islam.
Wallahu a’lam.
Jawaban di atas bukan hasil kecerdasan buatan, melainkan murni hasil pencarian manual dari berbagai sumber tertera atau di platform digital. Benar atau tidaknya, diluar tanggungjawab penulis. Saran kami, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.
Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.