Kajian Qiraah: Rangkuman Materi Ahkamut Tajwid Bagian 2
Beberapa hukum tajwid dari qalqalah, tafkhim dan tarqiq, ghunnah musyaddadah, serta idgham.
PEMBELAJARAN
Yogi Triswandani
4/24/20245 min baca
QALQALAH
A. Defenisi Qalqalah
Secara etimologis, qalqalah memiliki arti goyangan atau gerakan. Adapun secara terminologis, qalqalah berarti pantulan suara secara tiba-tiba dari huruf-huruf tertenu sehingga terdengar di telinga suara memantul atau membalik. Terdapat lima huruf yang termasuk dalam qalqalah, yaitu qaf (ق), tha’ (ط), ba’ (ب), jim (ج), dan dal (د).
B. Pembagian Hukum Bacaan Qalqalah
a. Qalqalah Shughra, dapat dipahami qalqalah kecil, artinya qalqalah yang pantulannya terdengar kurang begitu tegas. Qalqalah shughra ini terjadi pada huruf-huruf qalqalah yang berharakat sukun yang asli dan berada di tengah kata. Cara membacanya harus dipantulkan suara huruf-huruf qalqalahnya mendekati suara "o" karena kedua huruf ini memiliki sifat isti'la, sedangkan selain dua huruf tersebut akan terdengar mendekati suara "e". Contoh:
اَقْرَبَ – مَطْلِعَ – تَجْرِيْ – اِبْلِيْسَ – عَدْنٍ
b. Qalqalah Wustha, qalqalah ini kadar pantulannya adalah pertengahan antara sughra dan kubra. Apabila salah satu huruf qalqalah berada di akhir kata dan diwaqofkan (bukan sukun asli dan tidak bertasydid), maka cara pengucapannya ditahan sejenak kemudian dipantulkan. Contoh:
الْحَرِيْقِ – مُحِيْطٌ – تَكْذِيْبِ – الْبُرُوْجِ – الْمَوْعُوْدِ
c. Qalqalah Kubra, berarti qalqalah besar, artinya qalqalah yang pantulan hurufnya terdengar dengan sangat jelas karena diwaqafkan. Qalqalah kubra ini terjadi pada huruf-huruf qalqalah yang bertasydid dan berharakatkan sukun 'aridhi (yang tidak asli) di akhir kata tetapi berada dalam posisi waqaf. Contoh:
فَارْتَدَّ – بِالْحَقِّ – الْحَجُّ – وَتَبَّ - اَحَطُّ
TAFKHIM DAN TARQIQ
Defenisi Tafkhim dan Tarqiq
Secara etimologis, tafkhim bermakna menebalkan. Secara terminologis tafkhim adalah membunyikan huruf-huruf tertentu dengan suara atau bacaan tebal. Bacaan tafkhim itu menebalkan huruf tertentu dengan cara mengucapkan huruf di bibir (mulut) dengan menjorokkan ke depan. Bacaan tafkhim dapat disebut juga sebagai mufakhkhamah.
Adapun tarqiq secara etimologis memiliki makna menipiskan. Sedangkan secara terminologis, adalah membunyikan huruf-huruf tertentu dengan suara atau bacaan tipis. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa tarqiq menghendaki adanya bacaan yang tipis dengan cara mengucapkan huruf di bibir (mulut) agak mundur sedikit dan tampak agak meringis.
Dalam ilmu Tawid, ada tiga hal yang termasuk dalam kajian tafkhim dan tarqiq, yaitu:
1. Huruf-huruf isti'la
Huruf isti'la merupakan huruf yang dibaca tebal, hal ini dikarena sebagian besar huruf-huruf tersebut ketika diucapkan harus mengangkat pangkal lidah ke langit langit. Adapun huruf-huruf tersebut adalah: خ - ص - ض - غ - ط - ق - ظ
Semua huruf isti'la harus dibaca tafkhim, dengan dua tingkatan. Pertama, tingkatan tafkhim yang kuat, yakni ketika sedang berharakat fathab atau dhammah, dan ketika sukun jika sebelumnya berharakat fathah atau dhammah. Contoh:
خَيْرٌ - غُمَّةٌ - يَقْبِضَ - يُظْلَمُوْنَ
Yang kedua adalah tingkatan tafkhim yang lebih ringan, yakni ketika berharakat kasrah atau ketika sukun dengan huruf sebelumnya berharakat kasrah. Contoh:
طِيْنٍ - سِخْرِيّا
Sebaliknya, seluruh huruf istifal harus dibaca tarqiq, kecuali ra' dan lam pada lafaz jalalah. Juga harus dibaca tafkhim apabila nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf isti'la, kecuali apabila bertemu dengan huruf ghain dan kha'. Contoh:
يَنْصُرُكُمْ - مَنْضُودَ - يَنْطِقَ – يَنْظُر ُ- يَنْقَلِبُ - لَيْلاً طَوِيلاً - جِمَالَةٌ صَفْر
2. Huruf Ra'
Terdapat tiga macam hukum dalam membaca huruf ra':
a. Ra' Muraqqaqah (tipis, bergetar). Ada empat macam:
1) Ketika ra' berharakat kasrah, seperti:
رِضْوَانٌ - بِالْبِرِ
2) Apabila huruf sebelum ra' sukun sebelumnya huruf berharakat kasrah dan sesudahnya bukan huruf istila (خ - ص - ض - غ - ط - ق – ظ), seperti:
أَنْذِرْهُمْ - فِرْعَوْنَ
3) Ra' sukun karena berhenti (waqaf), sebelumnya terdapat ya' sukun. Seperti:
مِنْ خَيْرٍ
4) Ra' sukun karena berhenti (waqaf), sebelumnya bukan huruf isti'la yang didahului oleh huruf yang berharakat kasrah. Seperti:
إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرُ - يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ
b. Ra' Mufakhkhamah. Tanda ra' mufakhkhamah (tebal tanpa getar) ada lima macam:
1) Ra' berharakat fathah atau dhammah, seperti:
رَسُولُ - رُسُلٌ
2) Ra' sukun atau dibaca sukun karena berhenti (waqaf), sebelumnya terdapat huruf yang berharakat fathah atau dhammah, seperti:
أُرْسِلُ - أَرْسَلَ
3) Ra' sukun sebelumnya berharakat kasrah tidak asli dari asal perkataan, atau tanda kasrah asli terletak pada huruf sebelum alif, seperti:
أَمِرْتَابُو
4) Ra' sukun karena berhenti (waqaf) sebelumnya ada huruf sukun sesudah huruf yang berharakat fathah atau dhammah, seperti:
لَفِي خُسْرٍ - وَالْعَصْرِ
5) Ra' sukun dan sebelumnya terdapat huruf berharakat kasrah, tetapi setelah ra' sukun terdapat huruf isti'la, seperti:
فِرْقَةٌ - مِرْصَادُ - قِرْطَاس
c. Ra' wajhain. Adapun tanda ra’ wajhain (boleh dibaca tebal tau tipis), yaitu apabila ra’ sukun sebelumnya terdapat huruf berharakat dan setelahnya terdapat salah satu huruf isti’la yang berharakat kasrah seperti: فِرْقٍ
3. Lafaz Jalalah
Yang dimaksud dengan lafazh Jalalah adalah kalimat الله. Arti jalalah adalah kebesaran atau keagungan. Cara membacanya ada dua macam, yakni tafkhim dan tarqiq.
Lafaz Jalalah dibaca tafkhim apabila keadaannya sebagai berikut:
a. Berada di awal susunan kalimat atau disebut mubtada' (istilah tata bahasa Arab)
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُهُ
b. Apabila lafaz Jalalah berada setelah huruf berharakat fathah.
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
c. Apabila lafaz Jalalah berada setelah huruf berharakat dhammah
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ
Dan dibaca tarqiq apabila sebelumnya huruf berharakat kasrah. Seperti:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيرٌ
GHUNNAH MUSYADDADAH
A. Pengertian Gunnah Musyaddadah
Dalam ilmu tajwid, hukum "nun" dan "mim" yang bertasydid dikenal dengan istilah ghunnah musyaddadab. Maksud dari istilah musyaddadah atau syiddah adalah suatu huruf bertasydid yang menunjukkan bahwa huruf itu diketahui sebagai huruf rangkap yaitu satu huruf yang sukun dan satu huruf yang berharakat. Tasydid merupakan sebuah tanda menyerupai kepala huruf sin (ّ) di atas sebuah huruf.
Adapun kata ghunnah menurut bahasa berarti sengau atau dengung (mendengung). Sedangkan menurut istilah ialah suara yang jelas yang keluar dari al-khaisyum (pangkal hidung) dengan tidak menggunakan lidah pada waktu mengucapkannya.
Dalam ilmu tajwid, jika terdapat "nun" bertasydid dan "mim" bertasydid, maka hukum bacaannya disebut Ghunnah. Adapun cara membacanya adalah dengan mendengungkan huruf tersebut sekitar dua sampai tiga harakat. Contoh: عَمَّ – مِمَّ - اِنَّا
Tingkatan bobot dengung (ghunnah) terbagi menjadi lima tingkatan:
a. Bobot ghunnah secara penuh pada saat "mim" dan "nun" bertasydid.
b. Bobot ghunnah menjadi lebih ringan pada "mim" dan "nun" dibaca idgham.
c. Bobot ghunnah menjadi lebih ringan lagi saat "mim" dan "nun" dibaca ikhfa'.
d. Bobot ghunnah bertambah lebih ringan lagi saat "mim" dan "nun" dibaca izhar.
e. Bobot ghunnah paling ringan saat "mim" dan "nun" berbaris/berharakat.
B. Cara Membaca "nun" dan "mim" Musyaddadah
Cara membaca "nun" musyaddadah adalah dengan membuka kedua bibir dikarenakan makhraj "nun" hanya terjadi jika kedua bibir dalam keadaan terbuka dan pada saat yang bersamaan ujung lidah menekan lahmatul asnan (daging tempat tumbuhnya gigi seri atas) dan bersamaan dengan didengungkan secara nyata ke pangkal hidung selama dua sampai tiga harakat.
Adapun cara membaca "mim" musyaddadah adalah dengan menutup kedua bibir bersamaan dengan didengungkan secara nyata ke pangkal hidung selama dua sampai tiga harakat. Hal tersebut dikarenakan makhraj "mim" terjadi apabila kedua bibir dalam keadaan tertutup.
IDGHAM
A. Defenisi Idgham
Idham secara bahasa bermakna memasukkan atau melebur huruf. Adapun secara istilah, berarti pengucapan dua huruf seperti huruf yang ditasydidkan. Dari definisi di atas dapat diambil pengertian bahwa Idgham adalah berpadu atau bercampurnya antara dua huruf dan memasukkan satu huruf ke dalam huruf yang lain. Oleh karena itu, bacaan idgham harus dilafazkan dengan cara meleburkan suatu huruf kepada huruf setelahnya.
B. Pembagian Idgham
Dalam ilmu tajwid, Idgham dibagi menjadi dua bagian, yaitu berdasarkan makhroj dan sifat huruf, serta berdasarkan hukum nun sukun dan tanwin. Adapun dalam bab ini hanya membahas tetang idgham makhroj dan sifat huruf. Karena pembagian idhgam berdasarkan hukum nun sukun dan tanwin telah dibahas pada bab sebelumnya.
a) Idgham Mutamatsilain (ادغام متماثلين)
Yang dimaksud Idgham Mutamatsilain adalah meleburkan dua huruf yang sama. Dalam ilmu Tajwid meng-idghamkan atau meleburkan kedua huruf tersebut hukumnya adalah wajib. Contoh:
فَقُلْنَا اضْرِبْ بَعَصَاكَ الْحَجَرَ
Contoh di atas terdapat huruf بyang bertemu dengan ب , kedua huruf tersebut wajib dibaca dengan idgham.
b) Idgham Mutaqoribain (ادغام متقاربين)
Idgham Mutaqoribain adalah pertemuan dua huruf yang berdekatan makhrojnya dan sifatnya berbeda. Cara membacanya adalah dengan meleburkan huruf pertama ke dalam huruf kedua. Contoh: أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ
huruf (ق) dileburkan kepada huruf (ك) sehingga dibaca langsung ke kaf (ك), tanpa meng-qolqolah-kan qof (ق).
c) Idgham Mutajanisain (ادغام متجانسین)
Idgham Mutajanisain adalah pertemuan dua huruf yang sama makroj, namun sifatnya berlainan. Cara membacanya adalah dengan meleburkan huruf pertama ke dalam huruf kedua. Contoh:
اِذْ ظَلَمْتُمْ dibaca langsung masuk ke huruf dzo ظ
يَلْهَثْ ذَّلِكَ dibaca langsung masuk ke huruf dza ذ
أَرْكَبْ مَعَنَا dibaca langsung masuk ke huruf mim م , disertai dengan ghunnah atau dengung.
ذ ← ظ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ
Pengecualian:
Apabila awal huruf yang pertama itu waw (و) mad dan huruf yang kedua wau (و) yang berharkat, contoh:
يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
ataupun ya (ي) mad dan huruf yang kedua ya (ي) berharkat, contoh:
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
maka kedua kasus tersebut tidak dikatakan idgham atau tidak ada peleburan huruf di dalamnya.
Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.
Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.