Kajian Islam: Ringkasan Sejarah Perjuangan Rasulullah SAW. Menegakkan Islam
Menegakkan dapat disamaartikan degna membangun. Gambaran pola atau sketsa diperlukan untuk acuan bentuk jadinya suatu bangunan. Begitupun dalam membangun Islam, sangat diperlukan gambaran pola pembangunannya. Jika sketsa bangunan digambar oleh seorang arsitek, maka siapakah arsitek Islam? Tiada lain adalah seseorang yang Allah SWT. utus sebagai Nabi dan Rasul.
PEMBELAJARAN
Yogi Triswandani
11/27/202313 min baca
SEJARAH PERJUANGAN RASULULLAH SAW. MENEGAKKAN ISLAM
Gambaran pola atau sketsa diperlukan untuk acuan bentuk jadinya suatu bangunan. Begitupun dalam membangun Islam, sangat diperlukan gambaran pola pembangunannya. Jika sketsa bangunan digambar oleh seorang arsitek, maka siapakah arsitek Islam? Tiada lain adalah seseorang yang Allah SWT utus sebagai Nabi dan Rasul. Maka untuk dapat mengetahui pola pembangunan Islam yang benar haruslah memahami pola perjuangan yang telah dicontohkan oleh Nabi dan Rasul. Untuk memahami hal ini, Islam mengajarkannya melalui sejarah atau kisah-kisah para Nabi dan Rasul. Ada banyak sekali hikmah yang dapat diambil dari pelajaran sejarah Rasul ini. Namun yang terpenting adalah kita mesti bisa memahami mana konsep yang benar yang diperjuangkan para Nabi serta sholihin, dan mana konsep yang keliru yang dibela-bela para pendusta.
Berbicara tentang sejarah tentu akan berkaitan dengan pelaku, tempat, dan waktu yang kesemuanya itu berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman. Namun peran tetap berkisar antara dua sisi, sholihin dan kadzibin atau lebih jelasnya peran lelakon dan penjahat, dalam istilah sejarah Rasul sering diungkapkan dengan sebutan "haq dan bathil” (QS. 40: 78). Para Rasul baik yang dikisahkan maupun yang tidak, semuanya menjalankan konsep yang sama, yaitu menegakkan al-Haq menyingkirkan kebathilan. Apa itu haq apa itu bathil? Bukan semata-mata baik dan buruk atau benar dan salah. Melainkan sesuai dan tidaknya dengan ketentuan Allah SWT. Jika sesuai dengan ketentuan Allah SWT maka itu adalah al-haq meski terkadang menurut manusia dipandang buruk ataupun salah. Sebaliknya, jika menyimpang dari ketentuan Allah SWT, maka itu merupakan kebathilan walau terkadang seperti sesuatu yang baik atau benar menurut pandangan manusia.
Dikisahkan, jauh sebelum ada kehidupan manusia di muka bumi ini, sudah terlebih dahulu ada kehidupan makhluk Allah SWT yang berjenis Malaikat di surga. Ada dua golongan malaikat berdasarkan unsur penciptaannya yaitu dari unsur cahaya dan api. Kesemuanya taat beribadah kepada Allah SWT dzat yang Maha Haq. Sekian lama mereka beribadah, bahkan sampai berpuluh-puluh ribu tahun ukuran waktu dikala itu. Hingga tibalah masanya Allah SWT menguji ketaatan mereka melalui penciptaan makhluk baru berjenis manusia dari unsur tanah. Manusia pertama yang Allah SWT ciptakan melalui kun fa yakun-Nya adalah Adam, yang kemudian Allah SWT memberinya kelebihan dengan berbagai ilmu. Singkat cerita, Allah SWT menghadirkan Adam ke hadapan para malaikat, lalu turunlah perintah Allah SWT untuk para malaikat supaya bersujud kepada Adam (QS. 2:34) sebagai ketentuan-Nya. Para malaikat itu semua bersujud, kecuali satu yang kemudian dikenal dengan nama Iblis.
Perlu kita ketahui, bahwa Iblis merupakan golongan Malaikat dari jenis api yang ternyata merupakan raja dari golongan api.. Nama pribadinya yaitu Ajazil, namun karena pelanggarannya terhadap ketentuan Allah SWT dan kesombongannya, maka Allah SWT melaknatnya dan memberinya sebutan iblis sebagai pihak yang terputus dari rahmat Allah SWT. Dan baginya telah dipersiapkan neraka Jahanam serta dipastikan kekal di dalamnya. Hal ini karena penentangannya kepada Allah SWT dan ambisi dendamnya terhadap Adam serta keturunannya. Sebagai raja, Iblis mengajak anak buahnya yang setia untuk ikut memihaknya. Maka didapatilah syetan-syetan sebagai para pengikutnya.
Adam di surga ditemani makhluk sejenisnya yang Allah SWT ciptakan dari tulang rusuk Adam yang kemudian menjadi pasangannya, yaitu Hawa. Adam dan Hawa diberi kebebasan tinggal di surga dengan berbagai macam makanan, namun sebagai ujian dari Allah SWT bagi mereka berdua ada larangan yaitu pohon "khuldi" yang tidak boleh didekati apalagi dimakan buahnya (QS. 2:35). Ini menjadi kesempatan Iblis dan syetan untuk menjerumuskan Adam dan Hawa kepada kesesatan. Dengan itu datanglah syetan berpura-pura menasihatinya melalui bujuk rayu. Hawa yang sudah terpengaruhi tipu daya syetan, akhirnya menjadikan mereka berdua melanggar ketentuan Allah SWT dengan memakan buah terlarang itu. Oleh sebab itu, Allah SWT mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga dan diturunkan ke suatu tempat yang unsur penciptaannya dari tanah yaitu al-ardi, bumi atau alam dunia ini. Seraya mengharap ampunan dari Allah SWT, Adam senantiasa mengucap kalimat taubat bukti penyesalan atas perilaku zalimnya. Akhirnya, Allah SWT menerima taubatnya, dipertemukan kembali Adam dengan istrinya, dan dijadikannya sebagai khalifah, mandataris kekuasaan Allah SWT di muka bumi untuk memakmurkan dunia sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT (QS. 2:30).
Gelar Nabi dan tugas kerasulannya berjalan seiring perjalanan kehidupan dunia. Berkembang biaklah keturunan manusia di alam dunia. Sejalan dengan itu pula, disisi lain Iblis dan syetan terus menyertai manusia dengan maksud hendak menjerumuskannya ke lembah kedurhakaan supaya menjadi temannya nanti di neraka. Dari situ terbentuklah karakter manusia yang beragam. Ada yang tetap mengikuti ketentuan Allah SWT, ada pula yang menjadikan syetan sebagai pemimpinnya dan mempersekutukannya dengan Allah SWT (QS. 16:99-100). Dari keturunan Nabi Adam ada yang menjadi Nabi berikutnya beserta para pengikutnya, banyak juga yang menyimpang dan ajaran Nabi dan menjadi musuhnya. Ini merupakan sunnatullah, bahwa di setiap para Nabi pasti ada pihak yang memusuhinya (QS. 6:112). Perlu kita waspadai, bahwa pihak bathil yang diketuai Iblis dengan kaki tangannya syetan-syetan manusia dan jin, keahlian dan kepandaian mereka adalah menipu. Nyatanya Nabi Adam pun sempat tertipu.
Seiring perkembangan zaman, dunia berkembang menjadi negeri-negeri yang di dalamnya dihuni oleh keberagaman manusia. Pada masa para Nabi berperan sebagai khalifah, yaitu penguasa atau pembesar sholihin di suatu negeri, maka pasti pula akan ada penguasa atau pembesar yang jahat (QS. 6:123). Sunnatullah yang pasti akan ada dari masa itu hingga masa kini bahkan sampai akhir zaman nanti. Perbedaan antara kedua pihak pembesar ini adalah pembesar sholih berusaha menguasai dunia dengan berbasiskan negara Islam untuk menegakkan sistem Allah SWT yang Haq, sementara para pembesar jahat saling berebut kekuasaan dunia dengan basis negara-negara sekuler untuk menerapkan sistem syetan yang bathil. Metode Islam adalah furqan, memisahkan antara haq dan bathil. Sementara metode sekuler adalah talbis, mencampur adukkan antara haq dengan bathil (QS. 2:42). Contoh praktek penerapannya, sistem haq diterapkan oleh Nabi Muhammad. Sistem kebathilan diterapkan oleh Abu Jahal musuh Nabi.
Memperjuangkan Islam merupakan salah satu ciri derajat iman. Dan derajat mukmin yang haq, adalah menaati ketentuan Allah SWT melalui pola yang dicontohkan oleh Rasul-Nya, yaitu "iman-hijrah-jihad” (QS. 8:74). Sebagai seorang yang beriman haruslah memahami jejak langkah pola perjuangan sunah Rasulullah dalam menerapkan pola iman-hijrah-jihad ini. Mari kita kaji sejarahnya.
Nama kecilnya adalah "Muhammad bin Abdullah", seseorang yang namanya sudah disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil (QS. 61:6) yang dilahirkan tahun 571 Masehi di Mekkah, wilayah bagian Jazirah Arab. Kondisi politik dunia saat itu sedang dikendalikan oleh dua kekaisaran besar yaitu Romawi dan Persia yang perannya ada di sisi bathil. Secara politik, baik Jazirah Arab maupun Mekkah bersikap netral tidak berpihak ke salah satu kekaisaran. Keyakinan masyarakatnya pun majemuk dan beragam. Ada Yahudi, Nasrani, Majusi, animisme, dinamisme, dan Islam yang merupakan keyakinan mayoritas penduduk Jazirah Arab saat itu dengan sebutan familiernya Millah Ibrahim. Mekkah menjadi kota niaga yang sering disinggahi oleh para saudagar dari berbagai negeri.
Sedari kecil Muhammad telah mampu meninggalkan sifat anak-anak yang suka bermain menjadi seperti orang dewasa yang bersungguh-sungguh, kedewasaan yang cepat dan dini baginya. Di masa mudanya sungguh sangat suci, jauh lebih jelas dan terang, membuat kagum penduduk Mekkah. Masa dewasanya menjadi dambaan hati nurani masyarakat dan kaumnya, dengan mengukur segala pandangan tentang kebenaran, kebaikan, keindahan perilaku dan perbuatan beliau. Segala pandangan tentang Muhammad, baik tingkah, kata, geraknya, bahkan impian dan harapan serta pikirannya sejak beliau lahir ke dunia ini adalah benar menurut semua orang. Beliau benar-benar sebagai suri teladan yang baik (QS. 33:21), dan pantas saja jika sampai penduduk Makkah mengapresiasinya dengan gelar "al-Amin". Lantas hal apakah yang membuat beliau dikemudian hari disebut pendusta, tukang sihir, penyebar faham sesat, bahkan sampai galar al-Majnun yang berarti orang gila setelah beliau berusia empat puluh tahun? Sungguh tidak dapat diterima oleh indra dan intuisi, bahkan logika dan akal sekalipun. Seluruh fase kehidupan Muhammad sebagaimana yang terlihat jelas bersih, jujur, dan agung, tidaklah mungkin orang yang hidup seperti itu akan membuat dusta.
Inilah yang menjadi titik pijak bagi para mukminin assabiqunal awalun berangkat kepada Nabi Muhammad SAW, mengakui kerasulannya, menerima ajarannya, dan mengimani Al-Quran sebagai wahyu dan petunjuk hidup yang diturunkan Allah SWT kepadanya. Mereka memberi tempat kediaman dalam kalbunya serta menolong dan melindunginya, awau wa nashoru. Lalu bagaimana dengan yang lainnya? Rupanya kebanyakan masyarakat Mekkah waktu itu sudah terbiasa dan nyaman dengan sistem yang sedang diterapkan oleh para pembesarnya. Adalah Amr bin Hisyam alias Abu Jahal, orang yang paling berpengaruh di negeri Mekkah, mengelola kekuasaan dengan kehendak hawa nafsunya hasil olah pikir akal yang banyak ditumpangi perasaan. Dia memimpin Jazirah Arab dipusatkan di Mekkah dengan Darun Nadwah sebagai wadah kabinet parlementernya. Sistem bathil yang diadopsinya dari Yahudi dan Nasrani kemudian diterapkan dalam seni sekuler moderat menjadi penyebab utama terbentuknya tatanan pola kehidupan Jahiliyah.
Masyarakat dibiarkan terlarut dalam budaya dan adat istiadat yang jauh dari nilai-nilai Islami. Perilaku keras dengan berbagai tindak kemaksiatan seolah sudah menjadi hal yang biasa. Praktik ibadah ritual pun banyak yang menyimpang dari ajaran Islam sesungguhnya. Padahal betapa tidak, Abu Jahal sendiri adalah salah seorang yang berkepercayaan Millah Ibrahim, penduduk Mekkah sudah terbiasa membaca dan mengulang-ulang kitab Allah SWT yaitu Taurat dan Injil. Namun karena sistem bathil yang dikemas cantik ini menjadikan banyak masyarakat yang tidak menyadarinya. Kesesatan dianggap sebagai suatu kebenaran, bahkan dibela dan dipertahankan. Hingga akhirnya Allah SWT mengutus Rasul Nabi Muhammad SAW membawa wahyu ajaran baru Al-Qur’an sebagai penyempurna ajaran-ajaran lama untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia, innama bu’itstu li utammima makarimal akhlak.
Pola perjuangan Rasulullah SAW yang pertama adalah iman. Rasulullah SAW mengajak penduduk Mekkah mulai dari keluarga, suku Quraisy, sampai para pembesarnya supaya menerima ajaran Al-Qur’an, menanamkan dalam jiwanya aqidah yang lurus yang kebenarannya mutlak dari Allah SWT yaitu aqidah Islam. Orang-orang yang menerima ajaran Al-Qur’an dan beraqidah Islam itulah yang disebut beriman. Rasulullah SAW mengajarkan Al-Qur’an kepada orang-orang beriman ini, membacakan ayat-ayat tauhid, dan memahamkan konsep kalimat syahadat. Dengan berbasis di rumah Khadijah istri Rasulullah SAW, masih di sekitar Mekkah, Islam di dakwahkan secara sembunyi-sembunyi, ayat-ayat Al-Qur’an dibacakan dari rumah ke rumah, dari orang ke orang. Beragam respon masyarakat Mekkah, ada yang menerima dan kemudian mendapatkan pembinaan, ada yang acuh, ada juga yang menolak lantas menaruh curiga termasuk di antaranya Abu Jahal.
Dakwah Nabi Muhammad SAW dengan ajaran Al-Qur’an yang dianggap asing ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Mekkah. Abu Jahal yang tidak senang dengan ajaran Al-Qur’an ini berupaya menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW dengan cara bujukan melalui perantaraan Abu Thalib paman Rasulullah SAW yang bekerja sebagai staf khusus di Darun Nadwah. Namun Rasulullah SAW tak bergeming dan tetap melanjutkan dakwahnya, hingga seterusnya ada upaya dari pihak Abu Jahal dengan cara intimidasi (QS. 8:30). Untuk lebih memperkuat aqidahnya, orang-orang beriman terus digembleng dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an. Ditanamkan kesigapan mental dan spiritual untuk supaya dapat mengamalkan Al-Qur’an sebagai syari’at yang harus diikut. Dibentenginya dari pergaulan-pergaulan jahiliyah, diarahkannya kepada akhlak-akhlak yang baik yang sesuai dengan tuntunan syari'at Islam.
Di samping itu Nabi Muhammad SAW bersama orang-orang beriman terus berdakwah sehingga sedikit demi sedikit umat kian bertambah. Sebagai tempat pembinaannya ditambah pula basis Darul Arqam.Dibentuklah tandhim atau keorganisasian secara rahasia yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW sebagai qudwahnya. Umat Islam dituntun untuk supaya siap taat di bawah kepemimpinan qiyadah Islam dengan sepintar-pintar siasat dalam loyalitas dan berlepas diri dari sistem jahiliyah. Ini yang dimaksud sebagai pola hijrah, tempat masih di Mekkah wilayah kekuasaan Abu Jahal, namun secara aqidah sudah ada garis pemisah, lakum dinukum waliya din.
Pihak Abu Jahal merasa sangat tersaingi dengan adanya kondisi ini, sehingga intimidasi pun semakin menjadi. Umat Nabi Muhammad SAW banyak yang di zalimi, dan sebagai upaya perlindungannya Nabi SAW mensuakakan umat yang lemah ke beberapa wilayah di Syam dan Habsyi. Akibat intimidasi ini Mekkah mulai tidak kondusif, namun dakwah tetap berlanjut. Tanpa perlawanan frontal, brutal, radikal, ataupun anarkis, umat Islam dituntun agar bersabar menghadapi situasi ini. Nabi Muhammad SAW melanjutkan dakwahnya dan sudah mulai secara terang-terangan. Kali ini beliau mengarahkan target ke luar wilayah Mekkah menuju Thaif. Namun ternyata para pembesar Thaif mengikuti jejak Abu Jahal dengan mencekal dakwah Nabi Muhammad SAW. Sehingga sesampainya di Thaif Nabi SAW diusir bahkan penduduk Thaif tak segan berlaku kasar terhadapnya. Rasulullah kembali ke Mekkah dengan penuh kelapangan meski upaya dakwahnya mendapat rintangan berat. Beliau senantiasa memohon kepada Allah SWT agar kaumnya kelak mau menerima hidayah.
Pada suatu tahun di saat dakwah Islam sangat sulit karena hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan berbagai cara dari berbagai pihak terus menerpa, Allah SWT menempa Rasulullah SAW dengan ujian yang sangat berat dari luar maupun dalam. Di satu sisi umatnya banyak yang tertindas, bahkan sebahagian ada yang kembali ke pangkuan jahiliyah, di sisi lain keluarga Rasul yang selalu melindungi dan mensponsori dakwahnya yaitu Abu Thalib dan Khadijah meninggal dunia. Itu meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi Rasul dan orang-orang yang beriman (QS. 2:214). Tahun ini ditulis dalam sejarah sebagai ‘amul huzni, tahun kesedihan. Hingga tibalah saatnya pertolongan Allah SWT melalui peristiwa Isra Mi’raj. Bagi Rasulullah SAW sendiri Isra Mi’raj adalah anugerah terkhusus dari Allah SWT untuk memotivasi Nabi SAW dalam mendakwakan Islam. Bagi para umatnya tentu ini menjadi salah satu ujian sebagai seleksi dan filter siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman. Betapa tidak, peristiwa yang di luar nalar logika manusia dialami oleh Rasulullah SAW. Para umatnya yang lemah iman tergoyahkan oleh peristiwa ini, terlebih ketika Abu Lahab membuat rumor propaganda dengan menguak cerita Muhammad al-majnun alias orang gila. Akan tetapi bagi yang kuat imannya, ini menjadi penambah keimanan atas mereka sehingga terbentuklah karakter mukmin Mujahid yang kuat dan berjiwa militan. Abu Bakar yang pertama membenarkannya, sehingga Rasul SAW menggelarinya sebagai "as-Shidiq".
Kali ini Rasul SAW bersama orang-orang yang beriman menyusun barisan, memperkokoh tandhim (organisasi), dan membuat strategi, memahami makna atas kewajiban shalat hasil dari ista mi’raj itu. Dengan prinsip jihad yang sudah tertanam semenjak awal-awal keimanannya, mereka melanjutkan langkah perjuangan untuk menegakkan Islam. Harta dan jiwanya senantiasa dipersiapkan untuk memenuhi tugas suci jihad fii Sabilillah, hingga kemudian diupayakan dan diusahakanlah rencana pembentukan Daulah Islamiyah, dengan mencari target wilayah. Daerah Yatsrib yang masih merupakan bagian dari Jazirah Arab namun kurang mendapatkan perhatian dari pusat pemerintahannya karena dinilai tidak termasuk potensi proyek strategis menjadi bidikan para Mujahid. Tiga suku besar yang menempati Yatsrib saat itu ialah suku-suku Yahudi dan suku Millah Ibrahim yaitu ‘Aus dan Khajraj. Yahudi selalu mengadu domba antara 'Aus dengan Khajraj sehingga terjadi konflik permusuhan selama berpuluh-puluh tahun. Bagusnya, ada beberapa kafilah yang biasa berkunjung ke Mekkah untuk berbagai keperluan termasuk umrah dan haji. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para Mujahid untuk berdakwah menyampaikan Risalah wahyu Allah SWT. Bukit ‘Aqabah menjadi titik pertemuannya dengan penduduk Yatsrib sepulangnya dari Mekkah. Di sana Rasul SAW mengajarkan tentang Islam kepada kafilah Yatsrib tadi.
Sedikit demi sedikit penduduk Yatsrib mulai menerima ajaran Al-Qur’an dan menyatakan bai'at di ‘Aqobah. Sesampainya di Yatsrib para kafilah tadi menceritakan kembali ajaran Al-Qur’an ini kepada penduduk Yatsrib yang lain. Dengan bimbingan dari ajaran Islam ini perlahan suku ‘Aus dan Khajraj menjadi solid dan tidak mudah diadu domba sehingga terjalinlah persaudaraan dan kedamaian (QS. 3:103). Untuk memperteguh aqidah penduduk Yatsrib yang beriman dan sebagai strategi dakwah Islam, maka Rasul SAW mengutus Mush’ab bin Umair sehingga semakin bertambahlah orang-orang beriman di sana. Mereka pergi ke ‘Aqobah untuk menyatakan bai’atnya kepada Rasul SAW. Dari sini mulailah para mukminin Yatsrib membuka pintu untuk memberikan tempat kediaman dan menolong mukminin Mekkah yang tertindas. Oleh karenanya Nabi Muhammad memerintahkan secara bertahap kepada umatnya untuk meninggalkan Mekkah menuju Yatsrib, melakukan hijrah secara makani (tempat).
Kondisi ini segera diketahui oleh pihak musyrikin Mekkah dan membuat Abu Jahal beserta kafir Quraisy yang lainnya murka terhadap Nabi Muhammad SAW. Akhirnya Abu Jahal merencanakan untuk membunuh Nabi SAW dengan cara diam-diam menyerang bersama ke rumahnya. Pada malam ketika rencana itu sedang dijalankan, Allah SWT mengabari Rasul-Nya dan memerintahkannya untuk pergi menuju Yatsrib. Atas pertolongan Allah SWT, Beliau bersama Abu Bakar Shidiq diselamatkan dari rencana jahat Abu Jahal itu dan sampai di tanah Yatsrib disambut gembira oleh para mukminin. Dengan berkedudukan di Yatsrib Nabi SAW mempersaudarakan para Muhajirin Makkah dengan para Anshor Yatsrib sehingga terjalinlah ukhuwahIslamiyah yang sangat erat.
Segera setelah kedatangannya di Yatsrib Rasul SAW mengadakan pertemuan dengan para tokoh di Quba dan membahas penyusunan pemerintahan. Hasilnya adalah diproklamirkannya Yatsrib menjadi "Madinah” sebagai basis tempat ditegakkannya Islam pada tanggal 20 September 622 Masehi bertepatan 12 Rabi'ul Awal 1 Hijriyah. Oleh karena di Madinah terdapat suku Yahudi yang tidak setuju dengan sistem Islam, maka untuk mempertahankan eksistensi Madinah serta sebagai bentuk toleransi terhadap orang-orang Yahudi itu dibuatlah perjanjian Piagam Madinah. Seiring dengan berjalannya penataan pemerintahan, dari basis Madinah ini Islam terus di dakwahkan oleh para Mujahidnya ke wilayah-wilayah lain.
Sebagai pertahanan Rasulullah SAW membentuk pasukan militer. Abu Jahal sebagai pemimpin negeri Mekkah semakin geram mengetahui perkembangan yang terjadi di Madinah dan segera mempersiapkan langkah-langkah untuk menghadapi Madinah. Beberapa peristiwa yang terjadi mengiringi perjalanan dakwah ini, di antaranya adalah peperangan. Pada bulan Ramadhan tahun ke-2 hijriyah secara tidak terencana terjadi Perang Badar. Sebanyak 1200 pasukan Mekkah berhasil dikalahkan oleh 113 tentara Madinah. Abu Jahal mati terbunuh dalam peristiwa Badar ini. Tidak lama kemudian Abu Lahab tokoh sesepuh yang tidak ikut ke Badar karena sakit pun akhirnya meninggal. Selanjutnya Mekkah dipimpin oleh tokoh muda, yaitu Abu Sufyan.Bulan Syawal tahun ke-3 hijriyah Abu Sufyan membawa 3000 lebih pasukan menuju Madinah dan terjadi pertempuran di Perang Uhud dihadapi 700-an mujahid Madinah. Karena beberapa faktor, pihak Madinah mengalami kekalahan. Mengambil pelajaran dan kekalahan di Uhud ini, pihak Islam Madinah melakukan perbaikan.
Atas kemenangannya di Uhud, Abu Sufyan merasa bangga dan berencana untuk memberantas habis tentara Islam Madinah dengan menjalin persekutuan. Dimulai pada bulan Syawal tahun ke-5 hijriyah gabungan tentara Mekkah, Romawi, dan Persia bergerak untuk mengepung negeri Madinah. Situasi ini segera dihadapi oleh umat muslimin Madinah dengan membuat parit. Peristiwa ini dikenal sebagai Perang Khondaq/Ahzab. Sekitar 10.000 pasukan gabungan berhasil dibuat mundur oleh 3000 tentara Islam. Usai perang Khondaq suku-suku Yahudi disterilkan dari Madinah karena melanggar perjanjian dengan ulahnya yang sangat membahayakan para mujahid. Kemenangan Islam atas Perang Khondaq membuat Negara Madinah diperhitungkan oleh negara-negara lain sebagai Daulah Islam yang kuat, dan ekspansi pun digencarkan dengan cara diplomasi hingga peperangan kecil maupun besar.
Pada tahun ke-6 hijriyah ketika 1400 muslimin Madinah hendak umroh ke Makkah, namun karena adanya lock down oleh Abu Sufyan, maka terjadilah perjanjian Hudaibiyah. Tahun ke-7 masa damai antara Mekkah dengan Madinah dimanfaatkan oleh muslimin Madinah untuk konsolidasi dan diplomasi ke berbagai negeri bagian Romawi dan Persia. Sempat terjadi perang besar di Mu'tah dengan kemenangan 3000 pasukan Islam melawan 200.000 tentara Romawi tepatnya pada bulan Jumadil Ula tahun ke-8 hijriyah. Bulan Ramadhan tahun ke-8 hijriyah pasukan Islam bergerak menuju Mekkah dengan personil 10.000 lebih tentara Islam mengepung Mekkah karena pelanggarannya terhadap perjanjian Hudaibiyah. Kekuatan Islam di Madinah yang telah teruji membuat Abu Sufyan gentar, ketakutan, dan tak mampu melawan. Akhirnya terjadilah peristiwa "Futuh Mekkah", tanpa pertumpahan darah negeri Mekkah berhasil dikuasai oleh Islam. Dari sini banyak berbondong-bondong penduduk Mekkah menyatakan ke-Islam-annya (QS. 110:1-3). Abu Sufyan pun pada akhirnya menjadi salah satu pembela Islam. Setelah Futuh Mekkah terjadi perang Hunaindan Tabuk tahun ke-8 dan 9 hijriyah dengan kemenangan telak di pihak Islam. Dalam waktu yang singkat Islam kemudian berhasil di sebarkan ajarannya sampai ke seluruh penjuru bumi bahkan ke seluruh alam. Inilah yang menjadikan Islam di zaman Nabi Muhammad SAW disebut “rahmatan lil ‘alamin".
Dengan telah tegak dan zahirnya sistem Islam serta tersebarnya ajaran Islam ke seluruh alam maka selesailah tugas Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah SWT memberi contoh teladan bagi generasi penerusnya dalam mempertahankan eksistensi Islam di muka bumi ini. Turunnya wahyu Allah SWT yang terakhir (QS. 5:3) memberi makna bahwa Islam telah Allah SWT sempurnakan sebagai sistem hidup yang pasti akan selalu relevan untuk masa itu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Di samping itu pula ini menjadi pertanda bahwa Rasulullah Nabi Muhammad SAW manusia yang sangat mulia hamba Allah SWT terkasih-Nya akan segera kembali menghadap ke hadirat Ilahi. Tidak lama setelah Haji Wada’ di tahun ke-10 hijriyah yang diikuti bersama oleh 100.000 orang sahabatnya, tepat pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun ke-11 hijriyah Nabi Muhammad SAW diwafatkan oleh Allah SWT meninggalkan alam dunia menuju kepada alam keabadian.
Sungguh menjadi suatu kesedihan yang sangat mendalam bagi umat dan para sahabatnya waktu itu, begitu pula bagi umat setelahnya sampai akhir zaman nanti termasuk kita di antaranya. Berat rasanya perjuangan Islam tanpa bimbingan langsung dari beliau Rasulullah SAW. Namun apalah daya, semuanya pasti akan mengalami kematian (QS. 3:185/29:57). Satu hal yang perlu tetap disadari bahwasanya Islam sudah sempurna dan paripurna sebagai sistem hidup dengan petunjuknya berupa wahyu Allah SWT yaitu Al-Qur’an dan Sunnah yang tetap terjaga dan diwariskan kepada kita sampai saat ini. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk kita berpaling dari pola perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan Islam meski Beliau sudah tidak ada di alam dunia ini lagi (QS. 3:144). Konsep intinya jika kita ingin benar dalam mengikuti jejak Rasulullah SAW maka jauhilah thagut/syetan, ini satu-satunya jalan kita beribadah kepada Allah SWT (QS. 16:36). Bagai mana caranya? Tentu dengan mengikuti pola yang sudah dicontohkan oleh Baginda tercinta Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.
Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.