Ilmu Hadits: Tanya Jawab Seputar Ilmu-ilmu Hadits Bagian ke-2

Beberapa pertanyaan beserta jawabannya mengenai ilmu hadits. Simak dan tetaplah bersama situs web kami!

TANYA JAWAB

Yogi Triswandani

12/16/20237 min baca

Tanya:

Apa perbedaan Hadits Mutawwatir dengan Hadits Ahad? Jelaskan pendapat anda!

Jawab:

Jika dilihat dari segi definisinya, maka perbedaan terletak pada periwayatnya. Hadis mutawatir adalah Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi (banyak orang), baik terdiri dari satu thabaqah (tingkatan) atau lebih, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, dan Hadis tersebut merupakan tangkapan dari panca indera mereka sendiri. Sedangkan Hadis Ahad adalah Hadis yang diriwayatkan oleh satu, dua, atau sedikit orang yang tidak mencapai derajat mutawatir.

Tanya:

Jelaskan klasifikasi Hadits Ahad!

Jawab:

Mengingat banyak-sedikitnya rawi-rawi yang berada pada tiap-tiap thabaqah, para Muhaddisin memberikan nama-nama tertentu bagi Hadis Ahad, yaitu Hadis Masyhur, Hadis ‘Aziz, dan Hadis Gharib.

a. Hadis Masyhur adalah Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, namun belum mencapai derajat mutawatir.

1) Masyhur di kalangan para Muhaddisin dan lainnya (golongan ulama ahli ilmu dan orang umum).

2) Masyhur hanya di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu, misalnya hanya masyhur di kalangan ahli Hadis saja, atau ahli fiqh saja, atau ahli tasawuf saja, atau ahli nahwu saja, atau lain sebagainya.

3) Masyhur di kalangan orang-orang umum saja.

b. Hadis ‘Aziz adalah Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang saja, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah, kemudian setelah itu orang-orang pada meriwayatkannya. Jadi, diklasifikasikan hadis ‘Aziz selagi pada salah satu thabaqahnya (lapisannya), didapati dua orang rawi saja.

c. Hadis Gharib adalah Hadis yang dalam sanadnya hanya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dalam hal apapun penyendirian itu terjadi.

1) Gharib-Mutlak (Fard), apabila penyendirian rawi dalam meriwayatkan Hadis itu mengenai personalianya.

2) Gharib-Nisby, apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi.

Tanya:

Sebutkan macam-macam hadits shahih beserta contohnya!

Jawab:

Para ulama ahli Hadis membagi Hadis shahih menjadi dua macam yaitu:

1) Hadis Shahih Li-Dzatih, ialah Hadis shahih dengan sendirinya, artinya Hadis shahih yang memiliki lima syarat atau kriteria sebagaimana persyaratan keshahihan. Contoh:

حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن ابن شهاب عن محمد بن جبير بن مطعم عن أبيه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قرأ في المغرب بالطّور {رواه البخاري}

حدثنا أحمد بن منيع البغدادي حدثنا إسماعيل ابن عُليَّةَ حدثنا خالد الحّذاء عن أبي قِلابة عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم إن من أكمل المؤمنين إيمانا أحسنُهم خلقا وألطَفهم بأهله {رواه الترمذى}

عن ابن عمر رضي الله تعالى عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال : بني الاسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الّزكاة، وصوم رمضان، وحج البيت {رواه البخارى ومسلم}

2) Hadis Shahih li-ghairih, adalah Hadis yang keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadis pada kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek ke-dhabith-annya, sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai Hadis shahih. Contoh Hadis shahih li ghairih:

أنبأنا محّمد بن يحي قال حدثنا مالك عن ابن شهاب عن حميد بن عبد الرحمن عن أبي هريرة أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم قال لولا أن أشق على أّمتي لأَمْرتهُم بالسواك مع كل وضوء {رواه النسائ في سننه الكبرى}

Tanya:

Bagaimana syarat dan tingkatan hadits shahih!

Jawab:

Ada 5 syarat yang harus terdapat pada sebuah Hadis untuk bisa dikatakan shahih:

1) Ittishal al-sanad (sanadnya bersambung); artinya ada ketersambungan perawi yang meriwayatkan Hadis.

2) Adalah ar-ruwah ( Periwayat yang bersifat adil); pengertian ‘adil di sini adalah bersifat konsisten (istiqamah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan perbuatan yang dapat merendahkan derajatnya (cacat muru’ah). Dalam menilai sifat ‘adil pada diri seorang perawi maka bisa dilakukan dengan salah satu cara berikut:

a. Keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat ‘adil.

b. Khusus mengenai periwayat Hadis pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh sahabat adalah ‘adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasik, periwayatannya pun ditolak.

3) Dhabth ar-ruwah artinya perawi yang memiliki daya ingat hafalan terhadap Hadis yang diriwayatkannya dengan hafalan yang sempurna. Dalam definisi di ini disyaratkan adanya kesempurnaan dhabith, maksudnya adalah bahwa masing-masing periwayatnya sempurna daya ingatannya, baik ingatan pada tulisannya atau hafalannya. Artinya sekiranya Hadisnya dibutuhkan dapat menunjukkan dengan cepat baik melalui hafalan atau tulisannya. Menurut para ulama, ada 2 cara untuk mengetahui sifat-sifat kedhabith-an periwayat:

a) Kesaksian para ulama.

b) Berdasarkan kesesuaian periwayatannya dengan riwayat orang lain yang telah di kenal ke-dhabith-annya.

4) ‘Adam as-Syudzudz artinya terhindar dari adanya kejanggalan-kejanggalan. Syudzudz merupakan bentuk jama’ (plural) dari kata Syadz. Maksud syadz di sini adalah bahwa periwayatan perawi terhadap Hadis diyakini bertentangan dengan periwayatan Hadis perawi-perawi lain yang terpercaya (tsiqah). Sehingga dengan demikian, syadz dalam sebuah periwayatan Hadis harus dihindari, karena adanya syadz menjadikan kualitas Hadis menjadi turun, dan tidak bisa digolongkan dalam Hadis shahih.

5) ‘Adam al-‘illah artinya selamat dari adanya cacat yang tersembunyi. Maksud ‘illat di sini adalah suatu sebab yang tersembunyi yang membuat cacat suatu Hadis. ‘Illat Hadis dapat terjadi pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap Hadis yang munqathi’ atau mursal.

Tingkatan derajat Hadis Shahih:

1) Hadis muttafaq ‘alaihi (متفق عليه) adalah Hadis yang sanadnya disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Artinya Imam Bukhari meriwayatkan Hadis melalui sanad yang sama dengan sanad yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

2) Hadis riwayat Bukhari sendirian (ما انفرد به البخاري) adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendirian.

3) Hadis riwayat Muslim sendirian (ما انفرد به مسلم) adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendirian.

4) Hadis yang sanadnya memenuhi syarat shahih Buhkari dan shahih Muslim namun Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkan dalam kitab sahih keduanya

((ما على شرط البخاري ومسلم.

5) Hadis yang sanadnya memenuhi syarat shahih Bukhari saja, namun Bukhari tidakmeriwayatkannya dalam kitab shahihnya (ما على شرط البخاري).

6) Hadis yang sanadnya memenuhi syarat shahih Muslim, namun Imam Muslim tidak meriwayatkannya dalam kitab shahihnya. (ما على شرط مسلم).

7) Hadis yang sanadnya shahih menurut selain Imam Bukhari dan Muslim, seperti: shahih menurut Ibnu Hibban, shahih menurut Ibnu Huzaimah, shahih menurut Ibnu Majah, shahih menurut Imam al-Hakim, dan lain-lain tapi tidak shahih menurut Bukhari dan Muslim.

Tanya:

Jelaskan pengertian Hadits Hasan dan Hadits Dhoif menurut bahasa dan istilah!

Jawab:

Pengertian Hadis Hasan

Hasan menurut bahasa berarti baik atau bagus. Secara istilah, ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan Hadis hasan, di antaranya adalah:

§ Menurut pendapat al-Khitabi: “Hadis yang diketahui sumbernya, periwayat-periwayatnya diterima oleh kebanyakan ulama dan matan Hadisnya digunakan oleh umumnya ahli fiqh”.

§ Menurut pendapat at-Tirmidzi: “Tiap-tiap Hadis yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (Hadis tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”.

§ Menurut pendapat Ibnu Hajar, ”Hadis hasan adalah Hadis yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil”.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas, pendapat yang paling rajih (kuat) adalah pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani yaitu: “Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil dan lebih ringan kedzabitan rijalnya jika dibandingkan dengan rijal al Hadis shahih, sanadnya sambung, tidak cacat dan tidak syadz”.

Dari uraian di atas maka dapat dipahami bahwa Hadis Hasan tidak memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya, hanya kurang kesempurnaan hafalannya. Hadis hasan hampir sama dengan Hadis shahih, perbedaannya hanya mengenai hafalan, di mana Hadis hasan rawinya tidak kuat hafalannya.

Pengertian Hadis Dha’if

Kata dha’if menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy (yang kuat). Sebagai lawan dari kata shahih, kata dha’if secara bahasa berarti Hadis yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat. Secara terminologis, para ulama mendefinisikannya berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama. Pendapat An-Nawawi: “Hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadis Shahih dan syarat-syarat Hadis Hasan”.

Tanya:

Bagaimana kehujjahan Hadits Hasan dalam hukum islam!

Jawab:

Sebagaimana Hadis Shahih, menurut para ulama ahli Hadis, bahwa Hadis Hasan, baik Hasan li dzatih maupun Hasan li-ghairih, juga dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum, harus diamalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pandangan di antara mereka dalam soal penempatan rutbah (urutannya), yang disebabkan oleh kualitasnya masing-masing. Kedudukan Hadis hasan li daztih adalah dibawah Hadis shahih li ghairih dan di atas Hadis hasan li ghairih.

Tanya:

Sebutkkan kemaudhu-an dalam sanad dan matan!

Jawab:

Kemaudhu’-an dalam Sanad

Kemaudhu’an dalam sanad dapat dilihat dari tanda-tandanya. Tanda-tanda yang dimaksud merupakan kesimpulan penelitian para muhadditsin terhadap hadits-hadits maudhu’ satu persatu, tanda-tanda ini dapat mempermudah pengenalan terhadap hadits maudhu’ dan menghindari resiko pembahasan yang panjang lebar. Pedoman-pedoman itu meliputi telaah atas keadaan rawi dan keadaan riwayat. Banyak tanda-tanda hadits maudhu’ diantaranya:

a. Pengakuan pembuat hadits palsu itu sendiri, seperti Abu ‘Ishmah Nuh bin Abu Maryam yang mengakui sendiri telah memalsukan hadits mengenai keutamaan surat-surat Al-Qur’an. Ada juga Abdul Karim bin Abi al-Auja yang mengaku telah membuat 4000 hadits, mengenai halal dan haram.

b. Tidak sesuai dengan fakta sejarah, seperti kasus al-Ma’mun bin Ahmad yang menyatakan bahwa al-Hasan menerima hadits dari Abu Hurairah sehubungan dengan adanya perbedaan pendapat dalam masalah tertentu. Ia secara spontan menyebutkan rangkaian sanad yang sampai kepada Rasulullah SAW.

c. Ada gejala-gejala para rawi bahwa ia berdusta dengan hadits yang bersangkutan. Seperti kasus Ghiyats bin Ibrahim.

d. Adanya bukti (qarinah) menempati pengakuan. Seperti seseorang yang meriwayatkan hadits dengan ungkapan yang meyakinkan (jazam) dari seorang Syeikh, padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu dengannya.

Kemaudhu’-an dalam Matan

Banyak tanda-tanda kemaudhu’an dalm matan, diantaranya:

a. Kerancuan redaksi atau makna hadits. Salah satu tanda kemaudhu’an hadits adalah lemah dari segi bahasa dan maknanya. Secara logis tidak dapat diterima bahwa ungkapan itu datang dari Rasul.

b. Setelah diadakan pengkajian terhadap suatu hadits ternyata menurut ahli hadits tidak terdapat dalam hafalan para rawi dan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadits, setelah pengkajian dan pembukuan hadits sempurna.

c. Haditsnya menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, seperti menyalahi ketentuan akal dan tidak dapat ditakwil atau bertolak belakang dengan perasaan dan kejadian empiris, serta fakta sejarah. Contohnya:

تختّموا بالعقيق فإنّه ينفي الفقر

“Pakailah cincin dengan batu akik karena akik itu bisa menghilangkan kefakiran”.

d. Haditsnya bertentangan dengan dalil Al-Qur’an yang qath’I, dan sunah yang mutawatir, atau ijmak yang pasti dan tidak dapat dikompromikan. Contoh hadits tentang batas usia dunia:

وانهاَ سبعةَ آلَافَ ونحنَ فىَ الألفَ السابعة

“Sesungguhnya batas usia dunia itu 7000 tahun, dan kita berada pada seribu tahun yang terakhir”.

e. Mengandung pahala yang berlebihan bagi amal yang kecil. Biasanya motif pemalsuan hadits ini disampaikan para tukang dongeng yang ingin menarik perhatian para pendengarnya atau agar menarik pendengar melakukan perbuatan amal shaleh. Akan tetapi terlalu berlebihan dalam membesarkan suatu amal kecil dengan pahala yang sangat besar. Misalnya:

من صلى الضحى كذا وكذا ركعة أعطي ثوابَ سبعينَ نبيا

“Barangsiapa yang shalat dhuha sekian rakaat diberi pahala 70 Nabi”.

Tanya:

Jelaskan sumber Hadits Maudhu!

Jawab:

Banyak terdapat kitab-kitab yang menjelaskan hadits maudhu’ yang telah disusun oleh para ulama hadits. Mereka mencurahkan segala kemampuan untuk membela kaum muslimin agar tidak terjerumus ke dalam kebatilan. Diantara kitab-kitab sumber hadits maudhu’ yang terpenting adalah sebagai berikut:

1) Al-Maudhu’at karya al-Imam al-Hafizh Abul Faraj Abdurrahman bin al-Jauzi (w.597 H). Kitab ini merupakan kitab yang pertama dan paling luas pembahasannya dibidang ini. Akan tetapi, kekurangan kitab ini adalah banyak sekali memuat hadits yang tidak dapat dibuktikan kepalsuannya, melainkan hanya berstatus dhaif, bahkan ada diantaranya yang berstatus hasan dan shahih.

2) Al-La’ali’ al-Masnu’ah fi Ahadits al-Maudhu’ah karya al-Hafizh Jalaluddin alSuyuthi (w. 911 H). Kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Ibnu al-Jauzi disertai dengan penjelasan tentang kedudukan hadits-hadits yang bukan maudhu’ ditambah dengan hadits-hadits maudhu’ yang belum disebutkan oleh Ibnu Jauzi.

3) Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Ahadits al-Syari’ah al-Maudhu’ah karya alHafizh Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Iraq al-Kannani (w. 963 H).

4) Al-Manar al-Munif fi al-Shahih wa al-Dhaif karya al-Hafizh Ibnu Qayim al-Jauziyah (w. 751 H).

5) Al-Mashnufi al-Hadits al-Maudhu’ karya Ali al-Qari (w. 1014 H). Kitab ini amat ringkas, dan sangat bermanfaat.

Referensi:

Bahan Ajar Ilmu Hadits PJJ PAI IAIN Syekh Nurjati Cirebon 2021 pertemuan ke-8 sampai ke-13.

Jawaban di atas bukan hasil kecerdasan buatan, melainkan murni hasil pencarian manual dari berbagai sumber tertera atau di platform digital. Benar atau tidaknya, diluar tanggungjawab penulis. Saran kami, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.