Ilmu Al-Qur'an: Tanya Jawab Seputar Ilmu Al-Qur'an Berkaitan dengan Ayat-ayatnya

Beberapa soal jawab yang berhubungan dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Simak dan tetaplah bersama situs web kami!

TANYA JAWAB

Yogi Triswandani

11/8/202313 min baca

Tanya:

Jelaskan tentang Asbabun Nuzul dan urgensinya dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an!

Jawab:

Sebagai himpunan firman Allah dan garis besar terjemahan dari alam raya, Al-Qur'an bukanlah sekedar dokumen historis atau pedoman hidup dan tuntunan spiritual bagi seluruh manusia saja, tetapi juga sebagai mitra dialog untuk menemukan solusi dari masalah kehidupan, sehingga harus dikaji, dinalar, sekaligus diamalkan. Dalam konteks tersebut, maka mengkaji dan memahami isi dan muatan Al-Qur'an adalah salah satu tuntutan mendasar bagi umat Islam. Untuk memahami Al-Qur'an secara tepat, diperlukan sejumlah pengetahuan yang terkait dengan pembahasan tentang eksistensi Al-Qur'an serta metode dan alat memahami dan menafsirkan Al-Qur'an, salah satu di antara perangkat tersebut adalah pengetahuan tentang Asbabun Nuzul.

Pengertian Asbabun Nuzul secara Etimologi terdiri dari kaat “asbab” dan “an-nuzul”. Asbab dapat berarti sesuatu yang menyampaikan kepada sesuatu yang lain, tali, tambang, tiap tali yang kamu turunkan dari atas. Sedangkan an-Nuzul artinya menempati dan menempati tempat mereka. Pengertian Asbabun Nuzul Secara Terminologi dari beberapa definisi dan menurut para ulama, dapat dipahami bahwa pengertian Asbab an-Nuzul adalah latar belakang turunnya ayat ataupun beberapa ayat Al-Qur'an dikarenakan adanya suatu peristiwa tertentu atau pertanyaan ummat yang diajukan kepada Nabi SAW.

Oleh karena itu, muatan atau isi surat dan ayat Al-Qur’an umumnya berkorelasi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa dakwah Nabi, seperti surat al-Baqarah, al-Hasyr dan al-'Adiyat. Kadangkala pula suatu surat atau ayat diturunkan karena adanya kebutuhan mendesak akan hukum-hukum Islam, seperti al-Nisa', alAnfal, al-Thalak dan lain-lain. Eratnya hubungan antara satu ayat atu surat dengan dinamika sosial budaya yang terjadi ketika ayat atau surat tersebut diwahyukan, meniscayakan untuk mengetahui sebab-sebab dari diwahyukannya satu ayat atau surat, ketika ayat atau surat terkait ditafsirkan. Para ulama menyepakati bahwa mengetahui Asbabu al- Nuzul akan sangat membantu untuk mengetahui dan memahami kandungan ayat Al-Quran sekaligus untuk mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang dikandungnya.

Meskipun demikian tidak semua latar historis dari turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dapat diketahui melalui riwayat yang tertulis dalam sebuah hadis atau atsar. Dalam kaitan tersebut, Fazlur Rahman menjelaskan bahwa secara garis besar latar sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: latar historis yang bersifat makro; yaitu seluruh kondisi sosial dan budaya yang melingkupi historistas bangsa dan Jazirah Arabiyah pada waktu itu adalah merupakan latar historis yang bersifat makro. Sedangkan latar sejarah yang bersifat mikro; yaitu konsep lisan/dan tertulis yang didapat oleh para sahabat dari Nabi. Ayat yang diturunkan karena suatu peristiwa menurut Az-Zarqani ada 3 bentuk:

· Khusumah (pertengkaran) yaitu semisal perselisihan antara kelompok Aus dan Khazraj. Dari kejadian ini turunlah beberapa ayat dari surat Ali 'Imran yang di mulai dari ayat 100 hingga beberapa ayat berikutnya.

· Kesalahan seseorang yang tidak dapat di terima akal, seperti orang yang masih mabuk mengimami salat sehingga ia salah dalam membaca surat al-Kafirun. Kemudian turunlah ayat dari surat an-Nisa : 43, dan

· Cita-cita dan harapan seperti muwfaqt (persesuaian, kecocokan) Umar RA. Aku ada persesuaian dengan Tuhanku dalam tiga perkara. Aku katakan kepada Rasulullah bagaimana kalau Maqm Ibrahim kita jadikan tempat salat, maka turunlah surat Al-Baqarah ayat 125. Dan aku pernah berkata wahai Rasulullah: "Sesungguhnya di antara orang-orang yang menemui istri-istrimu ada yang baik (al-barru) dan ada yang jahat (al-fjir), bagaimana kalau anda memerintahkan kepada mereka untuk membuat hijb (tabir). Kemudian turunlah ayat hijb, yakni ayat dari surat al-Ahzab ayat 53.

Adapun ayat ataupun ayat-ayat yang diturunkan karena ada pertanyaan yang ditujukan kepada nabi muhammad saw juga ada 3 bentuk yaitu pertanyaan tentang peristiwa yang sudah lampau (al-Kahfi ayat 83), pertanyaan tentang peristiwa yang sedang berlangsung (al- Isra ayat 85) dan pertanyaan tentang peristiwa yang akan datang (an-Naziat ayat 42).

Bentuk redaksi yang menerangkan Asbab an-Nuzul terkadang berupa pernyataan tegas mengenai sebab dan terkadang pula berupa pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya.

· Bentuk pertama, yaitu redaksi yang berupa pernyataan tegas mengenai sebab ialah jika perawi mengatakan 'sebab turun ayat ini adalah begini' atau 'maka' yang dirangkaikan dengan kata "turunlah ayat", sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan.

· Bentuk kedua, yaitu redaksi yang kemungkinan menerangkan Asbab an-Nuzul atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat ialah bila perawi mengatakan 'ayat ini turun mengenai ini', 'aku mengira ayat ini turn mengenai soal begini', atau 'aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal yang begini'.

Untuk mengetahui jalan Asbab an-Nuzul, Jika sabab an-nuzl diriwayatkan dari seorang sahabat maka dapat di terima (maqbul) sekalipun tidak dikuatkan dan di dukung dengan riwayat yang lain. Karena, perkataan sahabat tidak ada celah untuk diijtihadkan dalam masalah ini dan sahabat adalah orang yang melihat serta bertemu langsung dengan Rasulullah. Jika sabab an-nuzl diriwayatkan dengan hadis mursal (hadis yang sanadnya gugur dari seorang sahabat dan hanya sampai kepada seorang tabi'in) maka hukumnya tidak dapat di terima kecuali sanadnya sahih dan dikuatkan oleh hadis mursal lainnya. Dan perawinya harus dari imam-imam tafsir yang mengambil tafsirnya dari para sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah dan Sa'id bin Jubair.

Keumuman Lafal dan kekhususan sebab apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab secara umum atau sesuai dengan sebab secara khusus, maka yang umum ('m) diterapkan pada keumumannya dan khusus (khs) pada kekhususannya. Contohnya di surat al-Lail ayat 17-21. Ayat-ayat tersebut diturunkan mengenai Abu Bakar, karena kata al-atq (orang yang paling taqwa) menurut tasrif berbentuk af'ala untuk menunjukkan superlatif, tafdil yang disertai al-'ahdiyah (kata sandang yang menunjukkan bahwa kata yang dimasukinya itu telah diketahui maksudnya), sehingga ia dikhususkan bagi orang yang karenanya ayat itu diturunkan. Oleh sebab itu, al-Wahidi berkata: al-atq adalah Abu Bakar as-Siddiq menurut pandangan para ahli tafsir. Jika sebab itu khusus sedangkan ayat yang turun berbentuk umum, ada beberapa pendapat mengenai hal ini.

· Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah 'ibrah bi 'umm al-lafzhi (yang harus diperhatikan keumuman lafal). Seperti turunnya ayat zhihr dalam kasus Salamah bin Sakhr, ayat li'an dalam masalah Hilal bin Umayah dan juga ayat tentang seorang wanita yang mencuri pada zaman Nabi.

· Sebagian ulama berpendapat bahwa al-'ibrah bi khushs as-sabab (yang harus diperhatikan adalah kekhususan sebab). Mereka berkomentar bahwa kasus zhihr, li'an, dan wanita yang mencuri pada zaman nabi itu hanya berlaku bagi mereka saja, tidak berlaku bagi yang lain.

Banyaknya Asbab An-Nuzl dalam Satu Ayat

Yaitu salah satu riwayatnya saja yang sahih, ketentuannya adalah menggunakan yang sahih itu untuk menjelaskan sebab turun dan menolak yang tidak sahih, jika kedua riwayat sama-sama sahih dan salah satu dari keduanya mempunyai murajjih (penguat), maka yang di ambil adalah yang lebih rajah. Dan murajjih (penguat) bisa di lihat dari segi lebih sahih dari yang lain atau perawi salah satunya menyaksikan langsung kejadiannya. Jika kedua riwayat sama-sama sahih dan salah satu dari keduanya mempunyai murajjih (penguat), maka yang di ambil adalah yang lebih rajah. Dan murajjih (penguat) bisa di lihat dari segi lebih sahih dari yang lain atau perawi salah satunya menyaksikan langsung kejadiannya. Jika kedua riwayat sama-sama sahih dan tidak ada murajjih bagi salah satu dari keduanya, maka dikompromikan. Jika dua riwayat sama-sama sahih, tidak ada murajjih (yang menguatkan) dan tidak bisa mengambil salah satunya karena sebab-sebab turunnya tersebut waktunya berjauhan, maka dalam ini kita (az-Zarqani) pahami sebagai berulangnya turunnya ayat dengan banyaknya Asbab an-Nuzl.

Banyaknya Ayat yang Turun dan Sebabnya Satu

Yaitu terkadang ada satu peristiwa tapi ayat yang turun banyak. Semisal hadis yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Hakim dari Ummu Salamah, ia berkata: "Wahai Rasulullah, saya tidak mendengar Allah menyebutkan sesuatu kepada kaum wanita tentang hijrah", maka Allah menurunkan ayat 195 dari surat Ali 'Imran:

"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain".

Asbab an-Nuzul sebagai Salah Satu Cara Memahami Makna Al-Qur'an

Para mufassirn (para ahli tafsir) telah memperhatikan dan memberikan pembahasan khusus masalah asbab an-nuzl dalam buku-buku mereka. Di antaranya al-Wahidi dengan judul Asbb Nuzl Al-Qur'n. Al-Wahidi mengatakan tidak mungkin mengetahui tafsir suatu ayat tanpa bersandar kepada kisah dan penjelasan sebab turunnya. Ibnu Daqiq al-Id juga mengatakan bahwa menjelaskan sabab nuzul adalah cara yang kuat dalam memahami makna-makna ayat Al-Qur'an.

Faedah-faedah mengetahui asbb an-nuzl

1. Membantu dalam memahami ayat dan menghilangkan kesulitan.

2. Pengkhususan hukum dengan sebab.

3. Berfungsi untuk mengetahui ayat ini diturunkan kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan yang akan mengakibatkan penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan membebaskan tuduhan terhadap orang yang bersalah.

4. Pemudahan hafalan, pemahaman dan pengukuhan wahyu dalam benak setiap orang yang mendengarnya, jika ia mengetahui sebab turunnya.

Referensi:

https://www.kompasiana.com/naurahfarahsalsabila8350/60099021d541df6763246472/urgensi-mempelajari-asbabun-nuzul-al-qu-an-dalam-memahami-makna-al-qur-an?page=2&page_images=1

Tanya:

Jelaskan Munasabah Al-Qur’an dan kontribusinya dalam memahami Al-Qur’an!

Jawab:

Secara etimologis al-munasabah (المناسبة) berasal dari mashdar an-nasabu (انسب) yang berarti al-qarabah (القرابة). Kata qaraba sendiri berarti dekat. Orang yang berasal dari nasab yang sama disebut qarabah (kerabat) karena kedekatannya. Dari nasab itulah dibentuk menjadi al-munasabah (المناسبة) dalam arti al-muqabarah (المقاربة), kedekatan satu sama lain. Sedangkan secara terminologis, munasabah itu sendiri mempunyai arti maksud mencari kedekatan, hubungan ataupun kaitan antara satu ayat atau kelompok ayat dengan ayat-ayat ataupun kelompok ayat yang berdekatan, baik dengan yang sebelumnya maupun dengan yang sesudahnya.

Mengutip dari modul pertemuan 9 Syekh Nurjati yang berjudul Munasabah Al-Qur’an, Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-Sayuti, mendefinisikan munasabah itu kepada ‘keterkaitan ayat-ayat Al-Qur’an antara sebagiannya dengan sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapih dan sistematis.

Macam-macam Munasabah dalam Al-Qur’an

Mengutip dari buku Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA. dalam bukunya yang berjudul KULIAH ULUMUL QUR`AN, membagi munasabah ke dalam beberapa macam:

· Satu kalimat dengan kalimat sebelumnya dalam satu ayat.

Firman Allah Q.S. Alfatihah [1]: 1”

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

“Segala puji bagi Allah” , lalu sifat Allah di jelaskan pada kalimat berikutnya “Tuhan semesta alam”.

· Satu ayat dengan ayat sesudahnya .

Firman Allah Q.S. Al-isra’ [17]: 1”

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya425) agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Masjidil Aqsa dan daerah sekitarnya diberkahi Allah Swt., di antaranya, dengan diutusnya banyak nabi di sana dan dengan kesuburan tanahnya.

Firman Allah Q.S. Al-isra’ [17]: 1”

وَاٰتَيْنَا مُوْسَى الْكِتٰبَ وَجَعَلْنٰهُ هُدًى لِّبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَلَّا تَتَّخِذُوْا مِنْ دُوْنِيْ وَكِيْلًاۗ

“Kami memberi Musa Kitab (Taurat) dan menjadikannya sebagai petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman), ‘Janganlah kamu mengambil pelindung selain Aku’.”

Pada ayat pertama Allah menyebutkan anugerah Allah kepada Nabi Muhammad SAW mengisra`kan beliau dalam waktu yang sangat singkat, sedangkan pada ayat kedua menyebutkan anugerah-Nya Allah kepada Nabi Musa As. yang mengisra`kan beliau dari mesir ke negeri yang diberkati yakni Palestina tetapi dengan waktu yang lama.

· Kelompok ayat dengan kelompok ayat sebelumnya

Pada surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 20, Allah memulai penjelasan tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat yang berikutnya dijelaskan tentang tiga kelompok manusia beserta sifat-sifatnya seperti kelompok manusia yang mukmin pada ayat 1-5, kelompok manusia yang kafir ayat 6-7, dan kelompok manusia yang munafik ayat 8-20.

· Awal surat dengan akhir surat sebelumnya

Contoh dari munasabah ini dapat ditemukan pada awal ayat pada surat Muhammad dengan ayat terakhir surat Al-Ahqaf. Pada ayat pertama surat Muhammad dikatakan: “(Yaitu) orang-orang yang kafir dan menghalang-halangi dari jalan Allah, Allah menghapus segala amal-amal mereka”. Sedangkan pada ayat terakhir surat Al-Ahqaf disebutkan: “Pada hari mereka melihat adzab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan kecuali kaum yang fasiq”.

Pada ayat terakhir surat Al-Ahqaf dijelaskan mengenai ancaman dan siksa bagi orang-orang fasiq, sedangkan pada ayat pertama surat Muhammad dijelaskan karakteristik dan ciri-ciri orang fasiq.

· Satu surat dengan surat lainnya.

Contoh dari munasabah ini dapat ditemukan pada contoh kedua dijelaskan, bahwa kesesuaian yang dipastikan salah satunya adalah Surat An-Nur dengan Surat Al-Mu’minun yang posisi surat berada di urutan sebelumnya dalam susunan Alquran. Kesesuaian kedua surat tersebut dapat dilihat dengan sebagaimana yang diungkapkan. Yakni bahwa Surat An-Nur berbicara mengenai hukum-hukum yang menjadi tuntunan umat Islam, yakni hukum syariat yang berkaitan dengan sistem sosial kebangsaan. Sedangkan dalam Surat Al-Mu’minun, Syekh Said menyatakan surat tersebut berbicara mengenai persatuan Islam sepanjang zaman.

Memahami Kontribusi Munasabah dalam Al-Qur’an

Munasabah di dalam memahami Al-Qur’an sangatlah penting, karena dengan dikuasainya ilmu ini maka akan dapat merasakan secara mendalam bahwa Al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh dalam untaian kata-kata yang harmonis dengan makna yang kokoh, tepat, dan akurat sehingga sedikitpun tak ada cacat. Selain itu, dengan munasabah dapat memberikan gambaran yang semakin terang bahwa Al-Qur’an itu betul-betul kalam Allah, tidak hanya teksnya, melainkan susunan dan urutan ayat-ayat dan surat-suratnya pun atas petujuk-Nya.

Mengutip buku Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA. yang berjudul Kuliah Ulumul Qur’an, arti penting dari munasabah sebagai salah satu metode dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Pertama dari sisi balaghah, yakni kolerasi antara ayat dengan ayat menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an utuh indah. Kedua, memudahkan orang dalam memahami makna ayat atau surah. Ketiga, membantu para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

Referensi:

https://tanwir.id/memahami-munasabah-dalam-al-quran/

Tanya:

Jelaskan arti penting memahami ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah dalam menetapkan Hukum dalam Islam !

Jawab:

Informasi terkait pendapat yang populer, ideal, tidak problematik, dan dapat diterima secara ilmiah dari segi waktu penurunan ayat-ayat Al-Qur’an sangat penting. Dalam konteks ini minimal ada tiga faedah yang didapatkan.

Faedah pertama, untuk membedakan ayat yang menasikh dan ayat yang dinasakh. Mana ayat yang hukumnya menghilangkan hukum dalam ayat lain dan mana ayat yang hukumnya dihilangkan dengan ayat lain. Dengan kata lain, informasi itu penting ketika dijumpai dua atau beberapa ayat Al-Qur’an dalam satu tema. Sementara hukum dalam salah satu atau beberapa ayat tersebut berbeda dengan hukum yang ada di ayat lainnya, lalu diketahui mana ayat yang termasuk kategori Makkiyyah dan mana yang Madaniyyah. Sebab ulama ahli Ilmu Al-Qur'an mempunyai prinsip hukum, bahwa ayat-ayat Madaniyyah menasakh ayat-ayat Makkiyah karena memandang bahwa ayat Madaniyyah turun lebih akhir daripada ayat Makkiyyah. (Muhammad Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an, [Kairo, Isa Al-Babi Al-Halabi wa Syirkah: tanpa tahun], juz I, halaman 94 dan juz II, halaman 176). Dalam konteks ini pakar tafsir Al-Qur’an asal Kota Baghdad, Al-Imam Al-Muqri (w. 410 H/1019 M) dalam karyanya An-Nashikh wal Mansukh fil Qur’an menjelaskan:

وَنُزُولُ الْمَنْسُوخِ بِمَكَّةَ كَثِيرٌ وَنُزُولُ النَّاسِخِ بِالْمَدِينَةِ كَثِيرٌ

Artinya, “Turunnya ayat yang dimansukh di Kota Makkah banyak, dan turunnya ayat yang memansukh di kota Madinah juga banyak,” (Al-Muqri, An-Nasikh wal Mansukh: 30).

Faedah kedua, adalah untuk mengetahui secara global tarikh tasyri’ dari suatu hukum dan tahapan-tahapannya yang sarat hikmah. Dari sinilah kemudian akan muncul semangat keislaman dan keimanan yang kuat karena begitu bijaknya syariat Islam dalam mendidik masyarakat, bangsa dan individu-individunya. Pemahaman atas perbedaan kategori antara ayat Makkiyah dan Madaniyyah akan menyadarkan bahwa syariat Islam mengandung berbagai hikmah syariat Islam yang sangat agung.

Faedah ketiga, untuk semakin menguatkan kepercayaan atas validitas dan orisinalitas Al-Qur’an yang kita terima dan selalu kita baca hari ini, yang terhindar dari perubahan dan penyelewengan redaksional maupun hukum-hukumnya. Hal itu ditunjukkan dengan begitu perhatiannya umat Islam sepanjang sejarahnya. Terbukti sejak dulu hingga sekarang umat Islam selalu mengkaji Al-Qur’an dari berbagai aspek. Kajian itu mencakup mana ayat Al-Qur’an yang turun sebelum hijrah dan yang turun setelahnya; mana ayat Al-Qur’an yang turun di kota domisili Rasulullah SAW dan mana yang turun dalam perjalanannya; mana ayat yang turun di siang hari dan mana yang turun di malam hari; mana ayat yang turun di musim panas dan mana yang turun di musim dingin; mana ayat yang turun di bumi dan mana yang turun di langit, serta hal-hal lainnya.

Bila demikian komprehensifnya kajian Al-Qur’an yang dilakukan oleh umat Islam sepanjang sejarah, maka akal sehat sangat tidak menerima akan adanya orang yang mampu mengubah-ubah dan mempermainkannya. Sebab, umat Islam dan ulama selalu menjaga dan mengkajinya dari berbagai aspek secara komprehensif. (Az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan: I/95). Sunnatullah penjagaan umat Islam terhadap Al-Qur’an seperti itu sudah sesuai dengan sunnatullah lainnya yang terekam jelas dalam firman Allah SWT:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Artinya, “Sungguh Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sungguh Kami benar-benar memeliharanya,” (Surat Al-Hijr ayat 9).

Walhasil, dengan memahami istilah ayat Makiyyah dan ayat Madaniyyah, kita akan dapat memahami Al-Qur’an secara lebih baik, meningkatkan keimanan, dan kecintaan kita terhadapnya. Semoga. Amīn.

Referensi:

https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/tiga-manfaat-memahami-ayat-makkiyyah-dan-madaniyyah-dalam-ilmu-al-quran-umVOc

Tanya:

Jelasakan arti penting memahami ayat muhkam dan mutasyabih dalam Pendidikan Islam!

Jawab:

Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam yang didalamnya terdapat berbagai mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia ini. Allah tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Di bawah ini ada beberapa hikmah yang berarti penting tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, diantara hikmahnya adalah:

· Andaikata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat,maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.

· Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia.

Orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.

لاَ يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيْلٌ مِنْ حَكَيْمٍ حَمِيْدٍ

Terjemahan: “Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Fushshilat [41]: 42)

Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir. Ayat-ayat Mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya, sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.

Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu, seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ilmu bayan, ushul fiqh dan sebagainya. Apabila ayat-ayat mutasyabihat itu tidak ada niscaya tidak akan ada ilmu-ilmu tersebut muncul.

Menurut Yusuf Qardhawi, adanya muhkam dan mutasyabih sebenarnya merupakan ke-mahabijaksanaan Allah, bahwa Al-Qur’an ditujukan kepada semua kalangan, karena bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara mereka ada yang senang terhadap bentuk lahiriyah dan telah merasa cukup dengan bentuk literal suatu nash. Ada yang memberikan perhatian kepada spritualitas suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya saja, sehingga ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan pentakwilan, ada manusia intelek dan manusia spiritual.

Allah mengajarkan ajaran muhkam dan mutasyabih kepada manusia adalah supaya kita mengakui adanya perbedaan karakter pada setiap individu, sehingga kita harus menghargainya. Kalau kita sebagai guru, sudah sepatutnya meneladani-Nya untuk kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang dapat diterima oleh peserta didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan karakter.

Referensi:

https://iqraulquran.wordpress.com/2013/10/25/ayat-ayat-muhkam-dan-mutasyabih/

Tanya:

Jelaskan korelasi pengetahuan mengenai Asbabun Nuzul, Muhasabah, Makiyah dan Madaniyah serta Muhkan dan Mutasyabih dengan tugas anda sebagai pengajar PAI!

Jawab:

Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan, dan asuhan terhadap anak didik agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan bermasyarakat. Salah satu sumber bahan ajar Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qur’an. Kenapa manusia harus mempelajari Al-Qur’an? Alasannya mungkin bisa dipahami melalui paragraph berikut.

Manusia sejak ajali sudah memikul tanggung jawab untuk melaksanakan “Amanah”, padahal pada dasarnya manusia itu pembangkang dan bodoh (QS.33:72). Atas kemurahan-Nya, Allah swt membekali manusia dengan beberapa potensi untuk merubah kebodohan menjadi berpengetahuan (QS. 16:78). Meski demikian, Allah swt tetap menuntut manusia untuk bisa melaksanakan amanahnya itu, yakni dengan perintah “Ibadah” (QS. 2:21).

Hakikat ibadah adalah beramal saleh dilandasi dengan keimanan, dan manfaatnya adalah untuk kepentingan masing-masing individu (QS. 16:97). Supaya manusia bisa mencapai hakikat ibadah dan kemanfaatannya itu, maka Allah swt menyediakan media Ilmu berupa kitab Al-Qur’an (QS. 7:52). Dengan kitab tersebut semestinya terlaksana pendidikan Islam, ada seseorang yang mengajarkan dan ada orang lainnya yang belajar (QS. 2:151). Dari proses pendidikan tersebut kemudian menggiring manusia kepada derajat iman, sehingga mereka siap taat tunduk patuh kepada-Nya, dan pada akhirnya akan menuju kepada keselamatan di akhirat kelak (QS. 22:54).

Dari rangkaian tafsir diatas, dapat saya tarik pemahaman akan korelasi antara pengetahuan ulumul Qur’an dengan guru PAI, yaitu sebagai wasilah informasi keilmuan untuk merubah sifat manusia dari yang pembangkang dan bodoh menjadi penurut dan berilmu. Dengan sifat penurut dan berilmunya itu manusia akan dapat memenuhi tanggungjawabnya mengabdi kepada Allah swt. Melalui pengabdiannya itu tentu akan membawanya kepada keselamatan.

Asbabun Nuzul, Muhasabah, Makiyah dan Madaniyah serta Muhkan dan Mutasyabih Itu adalah bagian dari Ulumul Qur’an, dan semua itu ada dalam PAI. Untuk tersampaikannya PAI ini tentu menjadi tugas dan tanggung jawab dari para pengajarnya. Wallahu a’lam.

Referensi:

Mushaf “Al-qur’an” dengan metodologi studi Islam melalui tafsir ayat bil ayat.

Jawaban di atas bukan hasil kecerdasan buatan, melainkan murni hasil pencarian manual dari berbagai sumber tertera atau di platform digital. Benar atau tidaknya, diluar tanggungjawab penulis. Saran kami, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.