Desain Pembelajaran PAI Berbasis Digital: Rangkuman Konsep dan Media Pembelajaran

Pembelajaran harus mampu mengorientasikan siswa untuk dapat memainkan peranannya dalam kehidupan yang akan datang dengan kemampuan, pengetahuan, sikap dan berbagai keterampilan yang telah diberikan lebih bermakna. Dalam paradigma baru, proses pendidikan menjadi ”proses bagaimana belajar bersama antara guru dan murid”.

KULIAH

Yogi Triswandani

9/29/202414 min baca

KONSEP PEMBELAJARAN

Pembelajaran harus mampu mengorientasikan siswa untuk dapat memainkan peranannya dalam kehidupan yang akan datang dengan kemampuan, pengetahuan, sikap dan berbagai keterampilan yang telah diberikan lebih bermakna. Dalam paradigma baru, proses pendidikan menjadi ”proses bagaimana belajar bersama antara guru dan murid”. Dalam konteks ini, guru termasuk individu yang terlibat dalam proses belajar, bukan orang yang serba tahu dalam segala hal. Siswa dipandang sebagai individu aktif yang terlibat secara langsung dalam pembelajaran. Untuk pembelajaran yang dibangun dengan paradigma teaching, telah menempatkan siswa sebagai obyek semata. Guru menempatkan siswa sebagai botol kosong yang harus diisi (Freire, 1999). Siswa tidak dapat menemukan celah untuk mengaktualisasikan dirinya selama proses pembelajaran berlangsung. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran rendah. Kondisi tersebut mempengaruhi pencapaian hasil belajar.

Termasuk dalam pembelajaran di dalamnya yaitu pendidik/dosen, metode, strategi, permainan pendidikan, buku, proyek penelitian dan bahan presentasi berupa WEB. Proses pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar, sehingga situasi tersebut merupakan peristiwa belajar (event of learning) yaitu usaha untuk terjadinya perubahantingkah laku dari peserta didik (Gagne,1998: 72). Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan aktifitas interaksi edukatif antara pembelajar dengan peserta didik dengan di dasari oleh adanya tujuan baik berupa pengetahuan, sikap maupun ketrampilan.

Belajar memegang peranan penting dalam pembelajaran, karena dalam pembelajaran terdapat peristiwa belajar dan peristiwa mengajar. Belajar adalah aktivitas psychofisik yang ditimbulkan karena adanya aktivitas pembelajaran. Dari beberapa definisi tentang belajar dapat disimpulkan belajar sebagai proses berubahnya tingkah laku (change in behavior) baik berupa mental maupun fisik, yang disebabkan karena pengalaman dan latihan, pengalaman dan latihan adalah aktivitas pendidik sebagai pembelajar dan aktivitas peserta didik/siswa sebagai peserta didik.

Pengertian Desain Pembelajaran

Desain pembelajaran adalah pengembangan secara sistematis dari spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dan pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Proses perancangan dan pengembangan ini meliputi segala proses analisis kebutuhan pembelajaran, tujuan dan pengembangan sistem untuk mencapai tujuan, pengembangan bahan dan aktivitas pembelajaran, uji coba dan evaluasi dari seluruh pembelajaran dan aktivitas peserta didik. Pendapat yang lebih spesifik dikemukakan oleh Gentry (1985: 67), bahwa desain pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan untuk keefektifan pencapaian tujuan.

Kegiatan mendesain pembelajaran diawali dengan menganalisis kebutuhan peserta didik, menentukan tujuan pembelajaran, mengembangkan bahan dan aktivitas pembelajaran, yang di dalamnya mencakup penentuan sumber belajar, strategi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, media pembelajaran dan penilaian (evaluasi) untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan produktivitas proses pembelajaran.

Desain Sistem Pembelajaran

Sistem pembelajaran merupakan satu kesatuan dari beberapa komponen pembelajaran yang saling berinteraksi, interelasi dan interdependensi dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Komponen pembelajaran meliputi; peserta didik, pendidik, kurikulum, bahan ajar, media pembelajaran, sumber belajar, proses pembelajaran, fasilitas, lingkungan dan tujuan. Komponen-komponen tersebut hendaknya dipersiapkan atau dirancang (desain) sesuai dengan program pembelajaran yang akan dikembangkan.

Untuk mendesain pembelajaran harus memahami asumsi-asumsi tentang hakekat desain sistem pembelajaran. Asumsi-asumsi yang perlu diperhatikan dalam mendesain system pembelajaran sebagai berikut: (1) desain sistem pembelajaran didasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana seseorang belajar, (2) desain sistem pembelajaran diarahkan kepada peserta didik secara individual dan kelompok, (3) hasil pembelajaran mencakup hasil langsung dan pengiring, (4) sasaran terakhir desain sistem pembelajaran adalah memudahkan belajar, (5) desain sistem pembelajaran mencakup semua variabel yang mempengaruhi belajar, (6) inti desain sistem pembelajaran adalah penetapan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, (metode, media, skenario, sumber belajar, sistem penilaian) yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Penyusunan desain sistem pembelajaran berpijak pada teori preskriptif. Teori preskriptif adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya, bahwa teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil.

Komponen Utama Desain Pembelajaran

Komponen-komponen yang terdapat di dalam desain sistem pembelajaran biasanya digambarkan dalam bentuk yang direpresentasikan dalam bentuk grafis atau flow chart. Model desain sistem pembelajaran menggambarkan langkah-langkah atau prosedur yang perlu ditempuh untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Desain sistem pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan, komunikasi untuk menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program pembelajaran, dan program pelatihan.

Setiap desain sistem pembelajaran memiliki keunikan dan perbedaan dalam langkah-langkah dan prosedur yang diterapkan. Perbedaan pemahaman terletak pada istilah-istilah yang digunakan. Namun demikian, model-model desain tersebut memiliki dasar prinsip yang sama dalam upaya merancang program pembelajaran yang berkualitas. Perancangprogram pembelajaran hendaknya mampu memilih desain yang tepat sesuai dengan situasi atau setting pembelajaran yang spesifik.

Untuk merancang dan mengembangkan sistem pembelajaran, dipengaruhi oleh beberapa komponen sebagai berikut:

1) Kemampuan awal peserta didik dan potensi yang dimiliki.

2) Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik.

3) Analisis materi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

4) Analisis aktivitas pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari.

5) Pengembangan media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, materi pembelajaran dan kemampuan peserta didik.

6) Strategi pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.

7) Sumber belajar, adalah sumber-sumber yang dapat diakses untuk memperoleh materi yang akan dipelajari.

8) Penilaian belajar, tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang dikuasai oleh peserta didik.

Kedudukan Desain Sistem Pembelajaran

Kedudukan desain sistem pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran secara umum meliputi tiga tahap, yaitu tahap pertama; merancang dan mengembangkan system pembelajaran, kedua penerapan desain sistem pembelajaran dan ketiga evaluasi pembelajaran.

Dalam memahami model desain sistem pembelajaran perlu mengenal dan memahami pengelompokan model desain system pembelajaran. Menurut Gustafson dan Branch (2002) model desain sistem pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pembagian klasifikasi ini didasarkan pada orientasi penggunaan model, yaitu; 1) Classrooms oriented model, 2) Product oriented model, 3) System oriented model.

Model pertama merupakan model desain sistem pembelajaran yang diimplementasikan di dalam kelas. Model desain sistem pembelajaran kedua merupakan model yang dapat diaplikasikan unutk menciptakan produk dan program pembelajran. Model ketiga adalah model desain sistem pembelajaran yang ditujukan untuk merancang program dan desain sistem pembelajaran dengan skala besar. Berikut ini deskripsi secara rinci dari ketiga model tersebut:

1) Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi kelas (Classrooms oriented model)

Model ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pendidik dan peserta didik akan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien, produktif dan menarik. Model-model desain sistem pembelajaran yang termasuk klasifikasi ini dapat diimplementasikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai jenjang pendidikan tinggi. Pendidik, widyaiswara, instruktur, dan dosen perlu memiliki pemahaman yang baik tentang desain sistem pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik.

2) Model desain pembelajaran yang berorientasi produk (Product oriented model)

Model-model yang berorientasi pada produk biasanya ditandai dengan empat asumsi pokok, yaitu: 1) Produk atau program pembelajaran memang sangat diperlukan, 2) Produk atau program pembelajaran baru perlu diproduksi, 3) Produk atau program pembelajaran memerlukan proses uji coba dan revisi, 4) Produk atau program pembelajaran dapat digunakan walaupun hanya dengan bimbingan dari fasilitator.

3) Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi sistem (System oriented model)

Model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem dilakukan untuk mengembangkan sistem dalam skala besar seperti keseluruhan mata pelajaran atau kurikulum. Implementasi model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem memerlukan dukungan sumber daya besar dan tenaga ahli yang berpengalaman. Perbedaan pokok antara model yang berorientasi sistem dengan produk terletak pada tahap atau fase desain, pengembangan, dan evaluasi. Ketiga fase ini dilakukan dalam skala yang lebih besar pada model desain sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem.

Model-model Desain Pembelajaran

Model desain sistem pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan, komunikasi untuk menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program pembelajaran, dan program pelatihan. Dalam desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh dari model desain pembelajaran diuraikan secara lebih jelas berikut ini:

1) Model Dick and Carey

Model yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem terhadap komponen-komponen dasar desain pembelajaran yang meliputi analisis desain pengembangan, implementasi dan evaluasi. Adapun komponen dan sekaligus merupakan langkah-langkah utama dari model desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick, Carey & Carey (2009) adalah:

1. Identifikasi tujuan pembelajaran khusus

Langkah pertama yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran ini, adalah menentukuan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki peserta didik setelah menempuh program pembelajaran. Hal ini kompetensi yang harus dimiliki peserta didik adalah pemahaman tentang materi perkuliahan.

2. Analisis instruksional

Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis instruksional yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk menentukan ketrampilan dan pengetahuan yang relevan dan diperlukan oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi. Antara lain pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang perlu dimiliki peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.

3. Analisis peserta didik dan konteks

Selanjutnya analisis terhadap karakteristik peserta didik yang akan belajar dan konteks pembelajaran. Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait dengan ketrampilan yang dipelajari peserta didik dan situasi tugas yang dihadapi peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari, sedang analisis karakteristik peserta didik adalah kemampuan aktual yang dimiliki peserta didik.

4. Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus

Dengan dasar analisis instruksional tersebut, maka dirumuskan tujuan pembelajaran khusus yang akan menjadi harapan/gambaran dari perilaku peserta didik setelah menerima pelajaran. Dalam pengembanganya tujuan pembelajaran khusus/indikator ini adalah perubahan perilaku pengetahuan mengenai materi perkuliahan.

5. Mengembangkan alat penilaian

Alat penilaian ini menjadi salah satu feedback dalam pembelajaran untuk mengetahui ketercapain tujuan dan kompetensi khusus yang telah dirumuskanya. Dalam pengembangnya alat evaluasi ini adalah performance peserta didik setelah menerima pelajaran. Apakah tingkat pemahaman peserta didik meningkat atau tidak.

6. Mengembangkan strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi pembelajaran yang dapat dijadikan jembatan/media transformasi apakah mendukung ketercapaian kompetensi yang telah dirumuskan.

7. Pengembangan bahan ajar

Dalam langkah ini, pengembangan bahan ajar disesuaikan dengan tujuan pembelajaran/kompetensi yang telah dirumuskan, serta disesuaikan dengan strategi pembelajaran yang digunakan.

8. Merancang evaluasi formatif

Setelah draft rancangan tentang program pembelajaran selesai dikembangkan, maka evaluasi formatif ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan data kekuatan dan kelemahan program pembelajaran yang telah dirancang. Model ini dikembangkan dengan menguji cobakan pada kelas kelompok kecil misalnya 2 atau 3 peserta didik atau 10 orang peserta didik dalam diskusi terbatas.

9. Melakukan revisi terhadap program pembelajaran

Langkah ini dilakukan setelah mendapatkan masukan dari evaluasi formatif terhadap draf program. Pada langkah ini, tidak hanya mengevaluasi terhadap draf program saja, akan tetapi pada semua sistem pembelajaran mulai dari analisis instruksional sampai evaluasi formatif.

10. Melakukan evaluasi sumatif

Evaluasi sumatif merupakan evaluasi puncak terhadap program pembelajaran yang telah dirancang, setelah program tersebut dilakukan evaluasi formatif dan dilakukan revisi-revisi terhadap produk, maka evaluasi sumatif dilakukan.

2) Model Kemp

Menurut Morisson, Ross, dan Kemp (2004), model desain sistem pembelajaran ini akan membantu pendidik sebagai perancang program atau kegiatan pembelajaran dalam memahami

kerangka teori dengan lebih baik dan menerapakan teori tersebut untuk menciptakan aktivitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah, yaitu:

1) Menentukan tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya;

2) Menganalisis karakteristik peserta didik, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;

3) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolok ukur perilaku peserta didik;

4) Menentukan isi materi pelajar yang dapat mendukung tiap tujuan;

5) Pengembangan penilaian awal untuk menentukan latar belakang peserta didik dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;

6) Memilih aktivitas dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan strategi pembelajaran, jadi peserta didik akan mudah menyelesaikan tujuan yang diharapkan;

7) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran;

8) Mengevaluasi pembelajaran peserta didik dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

3) Model ADDIE

Ada satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih generik yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Model ini menggunakan lima tahap pengembangan yangdideskripsikan sebagai berikut:

Langkah 1: Analisis

Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan dihasilkan adalah berupa karakteristik atau profil calon peserta didik, identifikasi kesenjangan,

identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.

Langkah 2: Desain

Tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) di atas kertas harus ada terlebih dahulu. Pada tahap desain ini diperlukan: pertama merumuskan tujuan pembelajaran yang SMART (spesific, measurable, applicable, realistic, dan Times ). Selanjutnya menyusun tes yang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan tadi. Kemudian menentukan strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut.

Langkah 3: Pengembangan

Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print atau desain yang dibuat menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan, misal diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lainyang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran yang sedang dikembangkan.

Langkah 4: Implementasi

Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang dibuat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan dipersiapkan sesuai dengan peran atau

fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu maka software tersebut harus sudah diinstall. Jika penataan lingkungan harus tertentu, maka lingkungan atau setting tertentu tersebut juga harus ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal.

Langkah 5: Evaluasi

Evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Misal, pada tahaprancangan, mungkin kita memerlukan salah satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan input terhadap rancangan yang sedang dibuat. Pada tahap pengembangan, mungkin perlu uji coba dari produk yang dikembangkan atau mungkin perlu evaluasi kelompok

kecil dan lain-lain.

4) Model Hanafin and Peck

Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri daripada tiga fase, yaitu fase analisis kebutuhan, fase desain dan fase pengembangan atau implementasi. Dalam model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah model desain pembelajaran berorientasi produk.

Fase pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.

Fasa yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di dalam fase ini informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran berdasarkan keperluan pelajar dan objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan implementasi.

Fase ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan dan implementasi. Hannafin dan Peck mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan pengujian ini akan digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai kualitas media yang dikehendaki.

Model Hannafin dan Peck (dalam Supriatna & Mulyadi, 2009 : 14) menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (dalam Supriatna & Mulyadi, 2009 : 14) menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian yang dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian sumatif dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan.

5) Model Isman

Pembelajaran disain model Isman dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) input (identifikasi kebutuhan, isi, tujuan, metode, materi dan media), 2) proses (protootipetest, disain ulang pembelajaran, kegiatan pembelajaran), 3) output (testing dan analisis hasil), 4) umpan balik, 5) pembelajaran.

MEDIA PEMBELAJARAN

Pengertian Media Pembelajaran

Secara bahasa media berarti pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Secara lebih khusus, pengenalan media dalam proses belajar mengajar mendorong diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Azhar Arsyad, 1996:3). Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau peranannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar peserta didik dan isi pelajaran. Di samping itu, mediator dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai kepada peralatan paling canggih dapatdisebut media.

Menurut Anderson, media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara karyaseseorang pengembang mata pelajaran dengan para siswa. Menurut Azhar Arsyad (2003 : 6) media pendidikan memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:

1. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan pancaindera.

2. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada peserta didik.

3. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.

4. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.

5. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

6. Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya : radio televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya : film, slide, video, OHP), atau perorangan misalnya : modul : komputer, radio, tape / kaset, video, recorder).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai

tujuan pembelajaran secara efektif.

Pengertian media pendidikan seperti di atas didasarkan pada asumsi bahwa proses pendidikan/pembelajaran identik dengan sebuah proses komunikasi. Dalam proses komunikasi

terdapat komponen-komponen yang terlibat di dalamnya, yaitu sumber pesan, pesan, penerima

pesan, media dan umpan balik. Sumber pesan yaitu sesuatu (orang) yang menyampaikan pesan). Pesan adalah isi didikan/isi ajaran yang tertuang dalam kurikulum yang dituangkan ke dalam simbol-simbol tertentu (encoding). Penerima pesan adalah peserta didik dengan menafsirkan simbol-simbol tersebut sehingga dipahami sebagai pesan (decoding). Media adalah perantara yang menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan.

Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic)

(Azhar Arsyad, 2003 : 7).

Agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik, peserta didik sebaiknya diajak untuk memanfaatkan semua alat inderanya. Guru berupaya untuk menampilkan rangsangan (stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan.

Levie & Levie yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus gambar dan stimulus kata atau visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Di lain pihak stimulusverbal memberi hasil belajar yang lebih apabila pembelajaran itu melibatkan ingatan yang berturut-turut (sekuensial). Hal ini merupakan salah satu bukti dukungan atas konsep dual coding hypothesis (hipotesis koding ganda) dari Paivio. Konsep itu mengatakan bahwa ada dua

sistem ingatan manusia, satu untuk mengolah simbol-simbol verbal kemudian menyimpannya dalam bentuk proposisi image, dan yang lainnya untuk mengolah image nonverbal yang kemudian disimpan dalam bentuk proposisi verbal (Azhar Arsyad, 2003:9)

Belajar dengan menggunakan indera ganda-pandang dan dengan berdasarkan konsep di atas akan memberikan keuntungan bagi peserta didik. Peserta didik akan belajar lebih banyak daripada jika materi pelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar.

Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiram, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalampengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini dikenal dengan learning by doing. Tingkat keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata. Sesungguhnya, pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti. Hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang dan sebaliknya, kemampuan Interpretasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pengalaman yang di dalamnya ia terlibat langsung.

Di samping itu, agar proses belajar dapat efektif perlu juga disesuaikan dengan tipe atau gaya belajar peserta didik. Gaya belajar adalah kecenderungan seseorang untuk menggunakan cara tertentu dalam belajar sehingga akan dapat belajar dengan baik. Secara umum dikenal tiga macam gaya belajar, yaitu visual, auditorial dan kinestetik. Belajar visual adalah belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial melakukannya melalui apa yang mereka dengar, sedangkan kinestetik belajar lewat gerak dan sentuhan (Bobbi De Porter dan Mile Hemacki, 2003:112).

Ciri-ciri gaya belajar visual adalah (a) teliti terhadap yang detail, (b) mengingat dengan mudah apa yang dilihat, (c) mempunyai masalah dengan instruksi lisan, (d) tidak mudah tergantung dengan suara gaduh, (e) pembaca cepat dan tekun, (f) lebih suka membaca daripada dibacakan, (g) lebih suka metode demonstrasi daripada ceramah, (h) bila menyampaikangagasan sulit memilih kata, (i) rapi dan teratur, dan (j) penampilan sangat penting.

Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah : (a) bicara pada diri sendiri saat bekerja, (b) konsentrasi mudah terganggu oleh suara ribut, (c) senang bersuara keras ketika membaca, (d)sulit menulis, tapi mudah bercerita, (e) pembicara yang fasih, (f) sulit belajar dalam suasana bising, (g) lebih suka musik daripada lukisan, (h) bicara dalam irama yang terpola, (i) lebihsuka gurauan lisan daripada membaca buku humor, dan (j) mudah menirukan nada, irama dan warna suara.

Adapun ciri-ciri gaya belajar kinestetik adalah : (a) berbicara dengan perlahan, (b) menanggapi perhatian fisik, (c) menyentuh orang untuk mendapat perhatian, (d) banyak bergerak dan selalu berorientasi pada fisik, (e) menggunakan jari sebagai penunjuk dalam membaca, f) banyak menggunakan isyarat tubuh, (g) tidak bisa duduk diam dalam waktu lama, (b) menyukai permainan yang menyibukkan, (i) selalu ingin melakukan sesuatu, dan (j) tidak mudah mengingat letak geografi.

Adanya ragam gaya belajar yang dimiliki peserta didik tersebut harusnya dijadikan pertimbangan guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran. Jika di suatu kelas mayoritas peserta didiknya memiliki gaya belajar visual maka hendaknya guru menggunakan media yang berbasis visual. Bila mayoritas peserta didik memiliki gaya belajar auditorial, maka

guru hendaknya menggunakan media yang berbasis audisi. Demikian seterusnya jika di suatu kelas kondisi gaya belajar peserta didiknya beragam, maka guru harus menggunakan media pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan variasi gaya belajar peserta didik, sehingga semua

peserta didik akan terlayani dengan baik dan dapat belajar secara lebih efektif.

Sumber Referensi:

Diambil dari artikel Mata Kuliah Desain Pembelajaran PAI Berbasis Digital, sebagai tugas kuliah dari Dosen Tutor Ai Samrotul Fauziyah, M.Pd.

Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.