Aswaja An-nahdiyyah: Tanya Jawab Seputar Kenahdiyyahan

Beberapa pertanyaan berikut jawabannya mengenai kenahdiyyahan. Simak dan tetaplah bersama situs web kami!

TANYA JAWAB

Yogi Triswandani

6/26/20249 min baca

1. Jelaskan secara lengkap definisi ahlussunah wal jamaah baik secara bahasa maupun istilah!

Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mereka yang menempuh perjalanan seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba' (mengikuti) Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.

As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk. Sedangkan menurut ulama 'aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i'tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.

Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah (wafat 795 H): “As-Sunnah adalah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa 'tiqad (keyakinan), kata-kata dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menyebut As-Sunnah kecuali pada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Hasan al-Bashri (wafat tahun 110 H), Imam al-Auza'i (wafat tahun 157 H) dan Imam Fudhail bin 'Iyadh (wafat tahun 187 H).”

Disebut al-Jama'ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau terpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang pada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama'ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.

Jama'ah menurut ulama 'aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi'ut Tabi'in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.

Imam Abu Syammah asy-Syafi'i rahimahullah (wafat th. 665 H) berkata: “Perintah untuk berpegang pada jama'ah, maksudnya adalah berpegang pada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang menjalankan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama'ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.” Serupa dikatakan oleh Ibnu Mas'ud Radhiyallahu anhu:

اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ

“Al-Jama'ah adalah yang mengikuti kebenaran meskipun engkau sendirian.”

Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghindari perkara-perkara yang baru dan bid'ah dalam urusan syariat agama. Sementara untuk urusan budaya/adat istiadat, hal ini merupakan urusan yang berbeda dengan syariat. Sepanjang budaya/adat istiadat tersebut tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat agama, maka tidaklah menjadi hal yang perlu dipermasalahkan, karena Islam yang Rahmatan li Alamin tentu toleran terhadap pluralitas.

Referensi:

Yazid bin Abdul Qadir Jawas. (2006). Definisi Salaf, Definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah: PENGERTIAN 'AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH. https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html diakses Selasa, 25 Juni 2024 pukul 14:30.

2. Jelaskan urgensi Aswaja sebagai benteng negara serta jelaskan tantangan-tantangan ideologi trans nasional yang masuk ke indonesia.

A. Urgensi Aswaja sebagai Benteng Negara

Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai sebuah akidah yang muncul dari pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al’Maturidi tidak membatasi diri dari kehidupan bernegara. Bahkan fiqih siyasah menjadi dasar bagi para ulama untuk mengonsep korelasi hukum Islam dengan prinsip kebangsaan dan kenegaraan.

Salah satu penyusun Naskah Khittah NU, KH Achmad Siddiq dalam bukunya Khittah Nahdliyyah menjelaskan perwujudan atau manisfestasi Ahlussunnah wal Jamaah dalam konteks kehidupan bernegara. Manifestasi tersebut sangat terkait dengan kedudukan negara yang didirikan atas dasar tanggung bersama sebagai sebuah bangsa (nation), sikap terhadap kedudukan pemimpin, dan etika ketika pemimpin perlu diingatkan atas kesalahannya.

Manifestasi Aswaja terhadap kehidupan bernegara terdiri dari tiga hal. Pertama, Negara nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya. Kedua, penguasa negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan ditaati, selam tidak menyelewengkan, memerintah ke arah yang bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah SWT. Ketiga, kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-baiknya.

Ketiga menifestasi Aswaja dalam konteks kehidupan berbangsa bernegara yang juga menjadi prinsip akidah Nahdlatul Ulama memainkan peran penting untuk memperkuat suatu bangsa. NU sebagai civil society telah mempraktikkan bagaimana agama dan nasionalisme tidak bertentangan, bahkan saling memperkuat sehingga nasionalisme tidak kering dan mempunyai pijakan moral, sedangkan agama tidak kehilangan pijakan dakwahnya.

Konsep negara nasional atau negara bangsa (nation state) dalam catatan Abdul Muni’im DZ (Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011) pernah dipersoalkan ketika para pemuda mengikrarkan sumpah kebangsaan pada 28 Oktober 1928. Hal itu dianggap menjadi persoalan yang masih krusial bagi sebagian umat Islam yang kala itu masih mempunyai semangat mendirikan negara Islam. Karena persoalan ini menjadi pembahasan di kalangan umat Islam, sebagai tanggung jawab sosial dari organisasi sosial keagamaan.

Setelah diadakan penyelidikan, baik secara historis dan kawasan, NU lewat Muktamar tersebut menyepakati bahwa Indonesia adalah Darul Islam. Darul Islam di sini bukan berarti negara Islam, tetapi wilayah di mana penduduknya memeluk agama Islam yang masih bertahan dengan keyakinannya sejak kerajaan-kerajaan Islam berdiri dan berkuasa di Nusantara.

Artinya, Islam telah lama menjadi pijakan pemerintahan, bahkan telah membudaya dan mengakar pada diri orang-orang Nusantara dengan teguh menjalankan prinsip-prinsip ajaran Islam tanpa memformalisasikan Islam ke dalam sistem bernegara. Sehingga mengenai cita-cita Indonesia sebagai negara bangsa sebagaimana yang dirumuskan oleh para aktivis pergerakan pemuda itu dianggap sudah memenuhi aspirasi umat Islam. Sebab di dalam prinsip negara bangsa ada jaminan bagi umat Islam untuk mengajarkan dan menjalankan agamanya secara bebas sesuai aturan syariat. Dengan demikian umat Islam tidak perlu membuat negara lain yang berdasarkan syariat Islam, karena negara bangsa yang dirumuskan telah memenuhi aspirasi Islam.

Referensi:

Demokratis.Co.Id. (2023). Urgensi Aswaja Dalam Mewujudkan Wawasan Kebangsaan. https://demokratis.co.id/urgensi-aswaja-dalam-mewujudkan-wawasan-kebangsaan/ diakses Selasa, 25 Juni 2024 pukul 15:00.

B. Tantangan Ideologi Transnasional yang Masuk ke Indonesia

Gerakan Islam Transnasional sebagai nomenklatur adalah pergerakan Islam dengan kelembagaan memiliki jejaring internasional serta adanya agenda penyatuan umat Islam. Meskipun secara keilmiahan dalam dunia akademik terminologi tersebut beragam istilahnya, diantaranya ada yang menyebut Deteritorialisasi Islam, Islam radikal, Islam revivalis, Islam fundamentalis, Islam ekstrimis, Islam normatif, maupun istilah-istilah yang lainnya. Namun, secara umum terdapat kesamaan dalam mengusung ideologi tunggal sebagai cita-cita bersama.

Sejarah kehadiran gerakan Islam transnasional merupakan bagian dari gerakan pembaharuan pada abad ke-18 di Timur Tengah yang dikemukakan oleh Muhammad Bin Abdul Wahab yang dilanjutkan oleh tiga generasinya pada abad ke-19 sampai abad ke-20. Corak gerakan Islam transnasional telah menemukan momentum yang tepat pasca runtuhnya kekhalifahan Islam yang berpusat di Turki Usmani tahun 1924. Beragam organisasi mulai muncul seperti Pan Islamisme yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afgani, Ikhwanul Muslimin oleh Syaikh Hasan al-Banna, Hizbut Tahrir oleh Syaikh Taqiyuddin anNabhani, Jamiah al-Islamiyah oleh Sayyid Qutb, Wahabiyah di Arab Saudi, Salafi Jihadis di Irak dan Afganistan dan Syi’ah yang berkembang di Iran.

Pemikiran dari gerakan-gerakan Islam tersebut telah ikut mempengaruhi kelompok gerakan ke-Islam-an di Indonesia. Jalur-jalur yang digunakan dalam transmisi ide-ide dan gerakannya melalui jalur gerakan sosial, jalur dakwah dan dunia Pendidikan, serta jalur media dan publikasi. Dengan demikian, kehadirannya memberikan warna dan tantangan tersendiri bagi gerakan Islam, khususnya di Indonesia.

Referensi:

Aksa. (2017). Gerakan Islam Transnasional: Sebuah Nomenklatur, Sejarah dan Pengaruhnya di Indonesia. Yupa: Historical Studies Journal, 1(1), 13-14.

3. Aswaja sebagai ajaran atau ideologi bagi umat islam yang Asli dan sejak dulu ada di Indonesia. argumentasikan pernyataan ini!

A. Aswaja sebagai Ajaran atau Ideologi yang Asli Bagi Umat Islam.

ASWAJA merupakan singkatan dari Ahlus sunnah wal jamaah, terdiri dari tiga kata, yaitu:

i. Arti kata Ahlu (yang bermakna keluarga, pengikut, dan penduduk);

ii. al-sunnah artinya jalan atau langkah. Maksud jalan disini ialah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah saw.,

iii. al-jamaah artinya perkumpulan. Yang dimaksud perkumpulan di sini adalah perkumpulan para sahabat Nabi Muhammad saw.

Jadi, Aswaja adalah golongan yang setia mengikuti sunah Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya. Dengan demikian, Aswaja merupakan ajaran yang sudah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad saw., yaitu ajaran Islam yang asli/murni seperti yang diamalkan oleh Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya. Sesudah masa sahabat, istilah Aswaja juga digunakan untuk membedakan dengan golongan Syiah. Artinya, Aswaja adalah bukan Syiah.

Referensi:

Idris. (2021). Pengenalan Pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah. https://www.assobariyyah.or.id/pengenalan-ahlussunnah-wal-jamaah/ diakses Selasa, 25 Juni 2024 pukul 21:20.

B. Ajaran Aswaja Sudah Ada di Indonesia Sejak Dulu.

Aqidah alhussunnah wal-Jama'ah dalam pandangan Imam Asy'ari adalah sebuah konsep pemikiran atau cara pandang dalam menjalankan isi kandungan al-Qur'an tanpa menghilangkan dalil-dalil aqli. Tentunya dengan memposisikan dalil akal di bawah dalil yang bersumber dari al-Qur'an dengan membantah bahwa al-Qur'an adalah mahluk.

Perkembangan Asy'ariyah di Indonesia juga tidak bisa lepas dari pengaruh yang sangat luas dari al-Ghazali. Pengaruh al-Ghazali di Indonesia memang tidak diragukan lagi, sesuai dengan banyaknya karya-karya al-Ghazali yang dikaji. Pengaruh al-Ghazali di Indonesia dimungkinkan antara lain karena sejak abad ke-17. Banyak orang Islam Indonesia yang pergi haji dan mulai belajar ilmu Agama ke dunia Arab dan Timur Tengah. Secara khusus dapat dicatat bahwa tokoh besar pesantren Jawa Timur, yakni KH. Hasyim Asy'ari juga pernah belajar di Mekkah. Pengaruh ini kemudian menyebar luas setelah Muslim yang mempelajari ilmu Agama di Arab ini mengajarkan ilmunya di pesantren. Para ulama' dan wali pada zaman dahulu bukanlah manusia yang biasa dan tidak tahu hukum agama. Mereka mampu menerjemahkan pesan Islam ke dalam seni budaya dan tradisi yang ada pada masyarakat Indonesia. Sehingga dengan mudahnya praktik keagamaan umat Islam dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sehingga Islam lebih mudah diterima dibandingkan dengan agama lain.

Aliran teologi al-Asy’ariah dibawa masuk oleh para pendakwah Walisongo ke Nusantara kisaran abad ke-15 M dan berkembang pesat di kalangan umat Islam Indonesia hingga hari ini dengan istilah yang populer “Ahlusunnah wal Jama’ah”. Paham Asy'ariyah berkembang dengan baik dan diikuti mayoritas umat Islam di Indonesia.Paham Asy'ariah disinyalir sebagai paham yang diikuti oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Pertama, karena Islam sejak pertama masuk ke Indonesia beraliran Sunni, sehingga tidak menganut Syi'ah dan Mu'tazilah. Kedua, karena Islam di Indonesia yang pada awal mulanya disebarkan oleh para wali yang kebanyakan bermazhab Syafi'i. Pada umumnya kaum Syafi'iyah mayoritas menganut akidah Asy'ariyah. Jadi ada suatu lingkaran dan hubungan yang terkait begitu erat sejak dulu antara ajaran Aswaja dengan Islam di Indonesia.

Referensi:

Elearning Greencampus. (2021). Diskusi Aqidah Aswajah An-nahdliyah.https://elearning.uij.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=3777 diakses Selasa, 25 Juni 2024 pukul 22:00.

4. Argumentasikan dalil di perbolehkannya tawasul dan ziarah kubur!!

A. Dalil Tawassul

Dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari nash Al-Qur'an maupun Al-Hadis sebagai berikut:

Allah SWT berfirman

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

" Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung." (Al-Maidah:35).

Contoh lain adalah ketika Rosulullah saw menyarankan agar para Shahabatnya jika bertemu Uwais Al Qarani ra , mereka meminta kepadanya agar didoakan dan diampuni oleh Allah. (HR.Muslim dari Umar bin Khattab Ra.). Juga dalam hadits Bukhari-Muslim, dari Abdullah bin 'Umar ra. Ada tiga orang yang terperangkap di sebuah gua, sedangkan mulut gua tertutup oleh batu besar. Mereka tidak bisa keluar dari gua tersebut. Lalu mereka memohon pertolongan kepada Allah dengan tawassul sambil menyebut amal-amal shalih yang telah mereka lakukan masing-masing. Atas izin Allah, batu itu sedikit-sedikit bergeser sampai mereka bisa keluar dari gua dengan selamat.

Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak zaman sebelum Nabi Muhammad SAW. Saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampun kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka.

Jadi tawassul boleh dilakukan baik dengan perantara amal sendiri maupun meminta bantuan do’a kepada orang lain yang masih hidup, terutama orang-orang shaleh. Tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk mencari jalan menuju Allah, dan berkeyakinan hanya Allah-lah yang berhak mengkabul dan atau menolak Do'a.

Referensi:

Yuliandi. (2019). TAWASSUL DALAM PERSPEKTIF AQIDAH. https://babel.kemenag.go.id/id/opini/582/Tawassul-Dalam-Perspektif-Aqidah diakses Selasa, 25 Juni 2024 pukul 22:30.

B. Dalil Ziarah Kubur

Setidaknya ada sejumlah dalil yang membenarkan bahwa ziarah kubur memang dianjurkan. Ziarah kubur merupakan salah satu perbuatan yang mengalami perubahan (nasikh-mansukh). Pada zaman awal-awal Islam, Rasulullah melarang melakukan praktik ini, tapi kemudian larangan tersebut mansukh (diubah) menjadi suatu perbuatan yang diperbolehkan untuk dilakukan. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah bersabda dalam salah satu haditsnya:


كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا


Artinya: Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian. (HR Muslim).


Dalam riwayat yang lain, Rasulullah tidak hanya memerintahkan ziarah kubur, tapi nabi juga menjelaskan manfaat-manfaat dalam melaksanakan ziarah kubur. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut:


كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ أَلَا فَزُورُوهَا، فَإِنَّهُ يُرِقُّ الْقَلْبَ، وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ، وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ، وَلَا تَقُولُوا هُجْرً


Artinya: Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, tapi (sekarang) berziarahlah kalian, sesungguhnya ziarah kubur dapat melunakkan hati, menitikkan (air) mata, mengingatkan pada akhirat, dan janganlah kalian berkata buruk (pada saat ziarah). (HR Hakim).


Perilaku ziarah kubur juga dilakukan oleh Rasulullah, hal ini dilakukan setelah malaikat Jibril menemuinya seraya berkata:


إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيْعِ فَتَسْتَغْفِرُ لَهُمْ

Artinya: Tuhanmu memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur Baqi’ agar engkau memintakan ampunan buat mereka. (HR Muslim)


Setelah adanya perintah dari Allah untuk menziarahi kuburan ahli Baqi’, Rasulullah membiasakan menziarahi tempat tersebut pada saat giliran menginap di rumah Aisyah Radliyallahu ‘Anha. Hal ini seperti tercantum dalam hadits yang diriwayatkan Sayyidah ‘Aisyah berikut ini:


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- - كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- - يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ فَيَقُولُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ


Artinya: Rasulullah setiap kali giliran menginap di rumah ‘Aisyah, beliau keluar rumah pada akhir malam menuju ke makam Baqi’ seraya mengucapkan salam: Salam sejahtera atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukmin. Segera datang apa yang dijanjikan pada kalian besok. Sungguh, kami Insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur Baqi’ Gharqad. (HR Muslim).


Anjuran melaksanakan ziarah kubur ini bersifat umum, baik menziarahi kuburan orang-orang shalih ataupun menziarahi kuburan orang Islam secara umum. Hal ini seperti ditegaskan oleh Imam al-Ghazali sebagaimana kterangan berikut:


زيارة القبور مستحبة على الجملة للتذكر والاعتبار وزيارة قبور الصالحين مستحبة لأجل التبرك مع الاعتبار


Artinya: Ziarah kubur disunahkan secara umum dengan tujuan untuk mengingat (kematian) dan mengambil pelajaran, dan menziarahi kuburan orang-orang shalih disunahkan dengan tujuan untuk tabarruk (mendapatkan barakah) serta pelajaran. (Al-Ghazali, Ihya’ Ulum ad-Dien, juz 4, halaman: 521).


Bahkan legalitas melaksanakan ziarah kubur ini telah disepakati oleh seluruh mazhab umat Islam. Hal ini seperti disampaikan dalam kitab Hujjah Ahlissunnah Wal Jama’ah sebagaimana berikut:


زيارة القبور تجيزها مذاهب المسلمين كلها


Artinya: Ziarah kubur diperbolehkan oleh seluruh mazhab umat Islam. (KH Ali Maksum Krapyak, Hujjah Ahlissunnah Wal Jama’ah, halaman: 53).

Berdasarkan dalil-dalil dalam hadits di atas, tidak dapat disangsikan lagi bahwa ziarah kubur adalah hal yang diperbolehkan bahkan tergolong sebagai hal yang dianjurkan (sunah). Maka dapat disimpulkan bahwa praktek ziarah kubur merupakan salah satu ajaran agama Islam yang secara tegas dianjurkan oleh syariat. Dan sebaiknya seseorang pada saat melaksanakan ziarah kubur agar senantiasa menjaga adab agar yang dilakukan mendapatkan pahala dan kemanfaatan serta dilakukan dengan cara yang benar. Wallahu a’lam.

Referensi:

Syaifullah. (2022). Dalil Mengapa Ziarah Kubur sangat Dianjurkan. https://jatim.nu.or.id/keislaman/dalil-mengapa-ziarah-kubur-sangat-dianjurkan-o26MA diakses Selasa, 25 Juni 2024 pukul 22:40.

Jawaban di atas bukan hasil kecerdasan buatan, melainkan murni hasil pencarian manual dari berbagai sumber tertera atau di platform digital. Benar atau tidaknya, diluar tanggungjawab penulis. Saran kami, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.

Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.