Aswaja An-nahdiyyah: Makalah Konsep Syirik dan Takfiri
Dalam ajaran Islam ada banyak istilah yang menggambarkan penyimpangan perbuatan-perbuatan seorang muslim sebagaimana yang dicontohkan diatas tadi. Nama-nama istilahnya yang sering didengar diantaranya syirik/musyrik, munafik, fasik, murtad, kafir, dan lain sebagainya.
KULIAH
Yogi Triswandani
5/27/202412 min baca
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena umum masyarakat modern dengan arus globalisasi yang cenderung pada materialism-hedonistik sering mendewa-dewakan harta, kedudukan, dan kemewahan tanpa menghiraukan norma-norma agama. Kehidupan semacam ini dipengaruhi beberapa faktor, baik eksternal maupun internal dalam diri manusia itu sendiri, sehingga manusia sering kehilangan pedoman hidup (dustur al-hayah). Lebih dari itu, untuk mencapai keinginannya, manusia sering memakai media apa saja yang kiranya memberikan harapan menggapai keinginannya.
Pada zaman sekarang ini, lebih dikenal dengan perkembangan science dan teknologi, dimana manusia banyak berpikir ktitis dan rasional tapi masih ada yang percaya kepada mistik, berteman dengan jin, jual beli tuyul dan seterusnya. Perilaku ini terjadi karena masih ada sifat Jahiliyah serta pengaruh animisme dan dinamisme. Ironisnya, perbuatan semacam itu dikerjakan oleh orang-orang yang mengaku dirinya beragama Islam.
Dalam ajaran Islam ada banyak istilah yang menggambarkan penyimpangan perbuatan-perbuatan seorang muslim sebagaimana yang dicontohkan diatas tadi. Nama-nama istilahnya yang sering didengar diantaranya syirik/musyrik, munafik, fasik, murtad, kafir, dan lain sebagainya. Di lain sisi ada juga pihak-pihak yang mudah memvonis seorang muslim dengan tuduhan-tuduhan penyimpangan dari ajaran Islam yang sebenarnya. Dari permasalahan ini penyusun mencoba menguraikan beberapa istilah tersebut dengan fokus pembahasan pada konsep syirik dan takfiri.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya ialah:
1. Apa yang disebut dengan syirik dan kufur?
2. Apa saja jenis-jenis syirik dan kufur?
3. Apa yang dimaksud takfiri?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini dibuat sebagai jawaban atas tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Aswaja An-Nahdiyyah. Adapun pembahasan tentang konsep syirik dan takfiri yang penulis susun dalam makalah ini mempunyai tujuan mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi, dan bermartabat agar:
1. Memahami konsep syirik dan kufur?
2. Mengetahui jenis-jenis syirik dan kufur?
3. Mengetahui takfiri dan konsekuensinya?
BAB II. PEMBAHASAN
A. Konsep Syirik
1. Definisi Syirik
Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah. Umumnya, menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah yaitu hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo'a, dan sebagainya kepada selain-Nya.
Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang syirik seperti dalam firmannya:
إِنَّ اللَّـهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّـهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh dia telah tersesat jauh sekali.” (QS. An-Nisaa’: 116).
2. Jenis Syirik
Syirik ada dua jenis yaitu syirik besar dan syirik kecil.
a. Syirik Besar
Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat dari padanya. Syirik besar adalah memalingkan sesuatu dalam bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdoa kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya (berupa kuburan, jin, syetan, dll.) dengan cara menyembelih kurban atau nadzar untuk selain Allah. Termasuk juga takut kepada orang-orang yang telah mati, jin, atau setan, bahwa mereka bisa membahayakan atau membuatnya sakit. Bahkan juga mengharapkan sesuatu kepada selain Allah (yang tidak kuasa melakukannya kecuali Allah), berupa pemenuhan kebutuhan dan menghilangkan kesusahan, seperti halnya yang sering tampak dilakukan di sekeliling bangunan-bangunan yang didirikan diatas kuburan para wali dan orang-orang Shalih di sebagian wilayah Islam.
1) Syirik Da’wah (doa)
Syirik dakwah yaitu disamping dia berdoa kepada Allah, dia berdoa kepada selain-Nya juga. Allah berfirman yang artinya “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan penu rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) mempersekutukan (Allah),” (QS. Al Ankabut: 65).
2) Syirik Niat, Keinginan, dan Tujuan
Syirik niat yaitu ia menujukan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah. Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud:15-16).
3) Syirik Ketaatan
Syirik ketaatan yaitu menaati selain Allah dalam hal bermaksiat kepada Allah. Allah berfirman yang artinya “Mereka menjadikan orang orang alim (Yahudi) dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan selain Dia. Maha suci Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah: 31).
4) Syirik Kecintaan
Syirik kecintaan yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan. Allah berfirman yang artinya “Dan diantara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah.” (QS. Al Baqarah: 165).
b. Syirik Kecil
Syirik kecil tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan perantara (wasilah) kepada syirik besar. Syirik kecil ada dua macam:
1) Syirik Nyata (zhahir)
Syirik nyata yaitu Syirik dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama selain Allah. Rasulullah bersabda, “barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau Syirik.” (HR. At-Tirmidzi dan dihasankan serta disahkan oleh Al Hakim).
2) Syirik Tersembunyi (khafi)
Syirik tersembunyi adalah dalam hal keinginan dan niat seperti ingin dipuji orang (Riya) dan ingin didengar orang (sum’ah). Seperti melakukan suatu amal tertentu bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi untuk mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan memperbagus shalatnya atau bersedekah agar dipuji dan disanjung karenanya, atau ia melafadzkan dzikir dan memperindah suaranya dalam bacaan (Al-Qur’an) agar didengar orang lain sehingga mereka menyanjung atau memujinya. Jika riya’ itu mencampuri niat suatu amal, maka amal itu menjadi tertolak. Oleh karena itu ikhlas dalam beramal adalah suatu keharusan. Allah berfirman, “barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kaf:110)
3. Cara Membentengi Diri dari Syirik
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
2. Menuntut ilmu syar’i.
3. Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan.
4. Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah.
5. Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.
B. Konsep Kufur
1. Definisi Kufur
Kufur secara bahasa berarti menutupi/mengingkari. Sedangkan menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakan atau tidak mendustakannya. Pelaku kekufuran disebut dengan kafir. Penyebab dari kekufuran sendiri antara lain:
a. Lalai dari nikmat Allah SWT (karena ia terus berada dalam buaian kenikmatan tersebut).
b. Kebodohan terhadap hakikat nikmat (karena ia tidak mengetahui hakikat nikmat dan terus beranggapan kenikmatan adalah nikmat).
c. Silau dengan yang diatasnya (ia menyepelekan suatu nikmat, maka ia semakin tidak bias mensyukuri nikmat tersebut).
d. Melupakan masa lalu (merasa hebat dengan yang sekarang padahal dulunya sakit-sakitan, miskin, dan penderitaan lain, lupa bahwa Allah telah mengeluarkannya dari waktu sulit tersebut padahal dengan mengingat masa lalu yang sulit akan mendorong kita lebih mensyukuri nikmat).
Jenis Kufur
Kufur ada dua jenis yaitu kufur besar dan kufur kecil.
a. Kufur Besar
Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Kufur besar ada lima macam:
1) Kufur karena mendustakan.
Dalilnya adalah firman Allah: ‘’Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan kepada Allah atau orang yang mendustakan yang hak ketika (yang hak) itu datang kepadanya? Bukankah dalam Neraka Jahanam ada tempat bagi orang-orang kafir? (QS. Al-Ankabut: 68)
2) Kufur karena enggan dan sombong, padahal membenarkannya.
Dalilnya adalah firman Allah: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir”. (QS. Al-Baqaraah: 34).
3) Kufur karena ragu.
Dalilnya firman Allah: “Dan dia memasuki kebunnya dengan sikap merugikan dirinya sendiri (karena angkuh dan kufur); dia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku kira Hari Kiamat itu tidak akan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini. Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya sambil bercakap-cakap dengannya, “Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna?”. (QS. Al-Kahfi: 35-38)
4) Kufur karena berpaling.
Dalilnya adalah firman Allah: “Kami tidak menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Namun orang-orang kafir yang berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka”. (QS. Al-Ahqaf: 3)
5) Kufur karena nifaq.
Dalilnya adalah firman Allah: “Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir, maka hati mereka dikunci, sehingga mereka tidak dapat mengerti”. (QS. Al-Munafiqun: 3)
b. Kufur Kecil
Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan ia adalah kufur Amali. Kufur amali ialah dosa; dosa yang disebutkan di dalam Al-Quran dan As-sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar. Seperti kufur nikmat, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya: “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang ingkar kepada Allah”. (QS. An-Nahl: 83)
Termasuk juga membunuh orang muslim,sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Mencaci seseorang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran.” (HR.Al-Bukhari dn Muslim) Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah kalian sepeninggalanku kembali lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggal leher sebagai yang lain.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Termasuk juga bersumpah dengan nama selain Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah berarti ia telah kafir atau musyrik.” (HR. At-Tirmidzi dan ia menghasankannya dan Imam Al-Hakim menshahihkannya).
Untuk mengobati penyakit kufur diantaranya adalah:
· Rajin menuntut ilmu agama
· Hindari dusta, ingkar janji, dan khianat
· Sholat 5 waktu jangan sampai di tinggalkan/bolong
· Perbanyak baca istigfar minimal 100 kali sehari
· Berdoa agar dihindarkan dari sifat kufur, faqir, munafik, dan sebagainya.
Berikut Do'a Rasulullah agar terhindar dari kufur, faqir, dan azab kubur bahwa ini adalah doa-doa yang sering dibaca Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar dijauhkan dari kefaqiran :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَعَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefaqiran, dan azab kubur”. (HR An-Nasaa’iy no. 1347 & 5465).
C. Takfiri
1. Definisi Takfiri
Takfiri adalah sebutan bagi seorang Muslim yang memvonis Muslim lainya (atau kadang juga mencakup penganut ajaran agama Samawi lain) sebagai kafir dan murtad atau mengeluarkan manusia dari keimanannya kepada tuhan, sama halnya dengan tahrimi yang memvonis sesuatu atau aktivitas sebagai haram dan takzimi yang memvonis aktivitas sebagai maksiat. Tuduhan itu sendiri disebut takfir, berasal dari kata kafir (kaum tidak beriman), dan disebutkan sebagai "orang yang mengaku seorang Muslim tetapi dinyatakan tidak murni Islamnya dan diragukan keimanannya".
Tindakan menuduh orang lain sebagai "kafir" telah menjadi suatu bentuk penghinaan sektarian, yaitu seorang Muslim menuduh Muslim sekte atau aliran lainnya sebagai kafir. Tindak kekerasan yang berawal dari tuduhan mengkafirkan Muslim lain kian marak dengan merebaknya ketegangan antara Sunni dan Syiah di Timur Tengah, khususnya setelah pecahnya Perang Saudara Suriah pada 2011.
2. Takfiri dalam Perspektif Hadits
Sering kali kita dengar ada orang atau sekelompok orang muslim yang sengaja mengafirkan (takfîr) terhadap sesamanya yang muslim atau mengatakan kepadanya sebagai musuh Allah ataupun musuh Islam. Masalah takfîr (takfiri) ini sangat membahayakan, karena bisa menjadi pintu masuk bagi tindakan intoleransi dan aksi tidak berperikemanusiaan, terorisme, hingga bom bunuh diri.
Masalah takfîr setidaknya dapat dikaji dari perspektif hadits. Paling kurang ada tiga redaksi hadits yang berkaitan dengan takfîr. Semuanya terdapat dalam Kitab Shahîh Muslim bagian Kitâb al-Îmân, Bab ke-26: Bâb Bayân Hâl Îmân Man Qâla li-Akhîhi al-Muslim: Yâ Kâfir (Bab Penjelasan tentang Keadaan Imannya Orang yang Mengatakan kepada Saudaranya yang Muslim: ”Hai Kafir”).
Pertama:
إِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا
Artinya, “Apabila seseorang mengafirkan saudaranya maka sungguh salah satu dari keduanya kembali kepada kekafiran sebab perkataan tersebut.” (HR. Muslim, hadits nomor 111).
Kedua, dalam redaksi lain, berbunyi:
أَيُّمَا امْرِىءٍ قَالَ لِأَخِيْهِ كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
Artinya, “Siapapun orang yang berkata kepada saudaranya kafir, maka sungguh sebab perkataan tersebut salah satu dari keduanya itu menjadi kafir, bila ia sebagaimana apa yang dikatakan orang itu, tetapi bila tidak demikian, maka hal kafir itu kembali padanya,” (HR Muslim, hadits nomor 111).
Ketiga, dalam riwayat lain, berbunyi:
لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ، إِلَّا كَفَرَ، وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا، وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ: عَدُوَّ اللهِ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ، إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ
Artinya, “Bukanlah seseorang yang mengaku (menasabkan hubungan sebagai bapak) kepada selain bapaknya, padahal ia mengetahuinya orang lain itu bukanlah bapaknya, kecuali ia menjadi kafir, dan barang siapa yang mengaku sesuatu yang bukan miliknya, maka ia tidak termasuk golongan kami [tidak dalam petunjuk kami dan indahnya jalan kami], dan hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka, dan barang siapa yang memanggil seseorang dengan kekafiran, atau ia berkata musuh Allah, dan padahal ia tidaklah sebagaimana yang dikatakan itu, kecuali hal kekafiran itu kembali (menimpa) atasnya.” (HR Muslim, hadits nomor 112).
Syaikhul Islam Muhy al-Din Syaraf al-Nawawî, terkenal sebagai Imam Nawawi (631-676 H/1233-1277 M), ulama terkemuka mazhab Syafi’i, dalam kitabnya Shahîh Muslim bi-Syarh al-Nawawî, menjelaskan hadits tersebut dengan mengatakan bahwa hadits ini oleh sebagian ulama dipandang termasuk persoalan yang problematik (musykilât) dari segi bahwa makna harfiah hadits itu bukanlah yang dimaksud. Hal ini karena mazhab ahli hak (peneguh kebenaran) menyatakan bahwa seorang muslim tidaklah menjadi kafir sebab (melakukan) kemaksiatan-kemaksiatan seperti membunuh dan berzina, demikian juga perkataannya terhadap saudaranya “kafir” tanpa menyakini batalnya agama Islam, dan bila apa (penjelasan) yang kami kemukakan tersebut telah diketahui (dipahami), maka dikatakan dalam ta’wil (interpretasi) hadits tersebut ada beberapa pendapat berikut:
Pertama, bahwa hadits itu diberlakukan terhadap orang yang mustahil (tidak mungkin) melakukan kekafiran itu, dan sebab hal inilah (perkataan yang mengafirkan itu) seseorang yang mengatakannya itu menjadi kafir, maka atas dasar inilah makna “bā’a bihā”, yakni sebab perkataan kafir, dan demikian ini kata “hāra ‘alaih”, dan itulah makna “raja‘at ‘alaih,” yakni kembali padanya kekufuran, maka kata “bā’a,” “hāra,” dan “raja‘at” adalah satu makna (sinonim).
Kedua, maknanya adalah “raja‘at ‘alaihi naqîshatuhu li akhīhi wa ma‘shiyyatu takfīrihi”, kembali atasnya suatu kekurangannya yang (dikatakan) kepada saudaranya, dan kemaksiatan mengafirkannya.
Ketiga, bahwa hadits tersebut diterapkan terhadap kelompok Khawarij yang mengafirkan orang-orang mukmin. Perspektif (pendapat) ini dikutip oleh al-Qâdhî ‘Iyâdh rahimahullâhu, dari Imam Mâlik bin Anas, dan itu (pendapat) lemah, karena mazhab yang benar dan dipilih yang dikemukakan oleh mayoritas ulama dan ulama muhaqqîq (yakni ulama mumpuni pada suatu bidang ilmu, ahli mengurai perbedaan para ahli di bidang tersebut, mengumpulkan dalil-dalil, menguji dan membandingkannya, sehingga mampu mentarjih atau mengunggulkan dalil yang lebih unggul, serta membangun dalil-dalil bagi keunggulannya, dan dalil-dalil ketidakunggulan yang lainnya) adalah bahwa kelompok Khawarij tidaklah kafir sebagaimana seluruh pelaku bid’ah (ahlul bida‘).
Keempat, makna hadits itu bahwa hal tersebut ditakwilkan (diinterpretasikan) artinya kepada kekufuran, dan hal itu karena kemaksiatan sebagaimana mereka katakan dikehendaki artinya sebagai kekufuran, dan dikhawatirkan terhadap orang yang sering melakukannya, bahwa akhir hayatnya adalah kembali kepada kekufuran. Pendapat ini dikuatkan oleh keterangan dalam riwayat Abȗ ‘Uwânah al-Isfarâyînî dalam kitabnya al-Makhraj ‘alâ Shahîh Muslim: Maka jika orang tersebut demikian adanya sebagaimana yang dikatakannya maka yang mengatakan itu tidaklah menjadi kafir, akan tetapi bila orang tersebut tidak sebagaimana yang dikatakannya, maka dialah justru yang menjadi kafir, sebab perkataan mengafirkan saudaranya yang muslim tersebut. Dalam suatu riwayat: “Idzā qāla li akhīhi ‘yā kāfir’ wajaba al-kufru ‘alā ahadihimā”, apabila ia mengatakan kepada saudaranya “hai kafir,” maka kekafiran itu wajib (menimpa) atas salah satu dari keduanya.
Kelima, maknanya hadits adalah maka sungguh pengafiran itu kembali terhadapnya; maka pendapat yang unggul (rājih) bukanlah tentang hakikat kufur itu melainkan tentang mengafirkan (takfir), karena dia menjadikan saudaranya yang mukmin sebagai kafir (nonmuslim), maka seolah-olah dia mengafirkan dirinya sendiri, ada kalanya karena ia mengafirkan seseorang yang semacamnya, dan ada kalanya ia mengafirkan seseorang yang tidak dikafirkan kecuali oleh orang kafir (nonmuslim) yang meyakini batalnya agama Islam.
Kemudian mengenai sabda Nabi SAW: “Barang siapa yang mengaku-aku –menasabkan dan menjadikan sebagai bapaknya-- terhadap selain bapaknya, padahal ia mengetahui bahwa orang tersebut bukanlah bapaknya: maka menjadi kafir”, maka dikatakan dalam masalah ini ada dua penjelasan (takwil). Pertama, bahwa hal itu dalam hal yang mustahil. Dan kedua, bahwa hal itu merupakan pengingkaran terhadap nikmat dan perbuatan baik (kufr al-ni‘mat wa al-ihsân), terhadap hak Allah Taala dan hak bapaknya, dan bukanlah berarti kufur (kafir) yang mengeluarkannya dari agama Islam. (al-Nawawî, Shahîh Muslim bi-Syarh al-Nawawî, Kairo: Dâr al-Hadits, 2001, Cet. ke-4, juz I, halaman 326).
Oleh karena itu, janganlah sampai seorang muslim mengafirkan sesama muslim maupun mengatakannya sebagai musuh Allah ataupun musuh Islam, karena menurut pendapat yang paling ringan (pendapat keempat dari lima pendapat) di atas, dikhawatirkan orang yang sering takfîr tersebut matinya su’ul khatimah (menjadi kufur, nonmuslim).
BAB III. PENUTUP
A. Simpulan
Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan uluhiyyah. Syirik ada dua jenis yaitu syirik besar dan syirik kecil. Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam neraka, jika ia meninggal dunia dan belum bertaubat dari padanya. Syirik kecil tidak menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam tetapi ia mengurangi tauhid dan merupakan perantara (wasilah) kepada syirik besar.
Kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakan atau tidak mendustakannya. Pelaku kekufuran disebut dengan kafir. Kufur ada dua jenis yaitu kufur besar dan kufur kecil. Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan ia adalah kufur Amali.
Takfiri adalah sebutan bagi seorang Muslim yang memvonis Muslim lainya (atau kadang juga mencakup penganut ajaran agama Samawi lain) sebagai kafir dan murtad atau mengeluarkan manusia dari keimanannya kepada tuhan. Masalah takfîr setidaknya dapat dikaji dari perspektif hadits. Paling kurang ada tiga redaksi hadits yang berkaitan dengan takfîr.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian. Penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis terbuka hati menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna perbaikan kedepannya.
Sedikit pengetahuan yang disampaikan ini semoga bisa menjadi besar manfaatnya, dan dapat berguna untuk pengembangan diri maupun pengamalan yang baik dalam kehidupan sehari-hari sehingga apa yang diharapkan bisa dengan mudah didapatkan dan juga membahagiakan.
DAFTAR PUSTAKA
“arti Takfiri” dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Takfiri. Diakses Senin 27 Mei 2024.
Al Mizan, Tim. 2011. “Al-‘Alim Al-Qur’an dan Terjemahannya: Edisi Ilmu Pengetahuan”. Bandung: PT Mizan Bunaya Kreativa.
Ali MD, Ahmad. 2022. “Mengurai Takfiri atau Mengafirkan Sesama Muslim dalam Perspektif Hadits” dalam https://nu.or.id/ilmu-hadits/mengurai-takfiri-atau-mengafirkan-sesama-muslim-dalam-perspektif-hadits-5UvPR. Diakses Senin 27 Mei 2024.
Maryam F, Khalda. dkk. 2018. “Konsep Kufur dan Syirik”. e-makalah UIN Walisongo Semarang: Fakultas Ushuludin dan Humaniora Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi.
Saran kami apabila akan digunakan untuk kepentigan karya ilmiah Anda, jadikan artikel ini sebagai referensi saja. Jangan sepenuhnya menyalin tanpa dipelajari terlebih dahulu. Lakukan beberapa perubahan di dalamnya seperti; perbaikan kekeliruan pada huruf, periksa kembali konten dan perbaiki apabila ada yang tidak sesuai dengan kaidahnya, sempurnakan konten pada karya Anda dengan menggabung beberapa sumber lain yang terkait.
Semoga bermanfaat dan menjadi berkah.